"Kerusuhan merupakan bahasa berdasarkan mereka yg terbungkam." - Martin Luther King Jr.
.
Pada abad ke-11 SM, Dinasti Zhou merebut kekuasaan menurut Dinasti Shang, sebagai upaya justifikasi terhadap pemberontakan mereka, diciptakanlah konsep yang dikenal sebagai Mandate of Heaven atau Mandat Surgawi yg tetapkan bahwa Surga mendukung penguasa yang bertanggung jawab pada rakyat dan membenci penguasa yg lalim (demagog).
Dalam konsep ini, dicetuskan bahwa ketika dinasti baru lahir, mereka berkuasa dengan bijak, menciptakan jalan, membagikan tanah, dan melindungi warga . Namun seiring ketika dinasti penguasa ini menjadi dekaden & mulai menindas masyarakat, memunggut pajak tinggi, dan membiarkan korupsi merajalela. Menurut tradisi Cina, kekuatan alam akan menolak penguasa dekaden, dan akan timbul aneka macam bencana misalnya gempa bumi, banjir, dan kekeringan, jika penguasa mengabaikan bencana ini, maka benar bahwa mereka sudah kehilangan mandat surgawi, & pemberontakan menjadi kebenaran.
Dari Cina, penekanan berganti ke Eropa, selama sejarahnya, kaum Republikan dan Pro-Demokrasi Eropa begitu mengidolakan Republik Roma & Athena menjadi model demokrasi yg paripurna, namun selama abad pertengahan, gereja memusuhi Yunani & Romawi klasik lantaran dipercaya pagan, sebagai akibatnya pengetahuan tentang dua peradaban tua ini baru ada pulang di ingatan publik sehabis reformasi Gereja dan masa Reinaisans, dimana tokoh humanis mencetuskan banyak sekali konsep mengenai hak asasi manusia, termasuk hak buat melawan tirani. Mari kita lihat perkembangannya pada abad pertengahan.
Di Swedia tahun 1018, ?Orgn?R the Lawspeaker mengecam raja Swedia dengan menyatakan bahwa raja bertanggung jawab dalam warga , sebagai akibatnya masyarakat Swedia berhak menggulingkan sang raja jika ia tetap melanjutkan perang melawan Norwegia. Kemudian tahun 1215 di Inggris lahir Magna Carta dimana secara tertulis disebutkan bahwa raja bertanggung jawab pada kaum bangsawan dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang, bila raja tetap berbuat sesukanya, maka bangsawan dibolehkan memberontak. Disusul oleh Hongaria pada tahun 1222 dalam "Golden Bull" sang Raja Andrew II dimana bangsawan berhak melawan raja apabila sang raja berbuat melanggar hukum.
Dapat disimpulkan bahwa konsep pemberontakan pada Cina merupakan kebangkitan massal sang rakyat buat menentang penguasa, dengan dipimpin oleh tokoh yg karismatik, umumnya tokoh agama, yang kelak akan menjadi kaisar baru menggantikan kaisar lama . Sedangkan hak pemberontakan pada Eropa abad pertengahan cenderung berpusat pada kaum bangsawan, dikarenakan oleh sistem Feodalisme yang tertanam usang.
Ratusan tahun berlalu pada Eropa sampai datang masa Pencerahan, dimana John Locke dalam Teori Kontrak Sosial menyatakan bahwa revolusi adalah kewajiban setiap warga buat mencegah munculnya Tirani. Thomas Paine dalam Common Sense pula membawa narasi tadi menjadi dasar para kolonis Amerika memberontak melawan Tirani raja Inggris yang membuat warga sengsara. Revolusi Perancis turut membawa hak pemberontakan sebagai justifikasi buat melawan Raja Louis Capet.
Setelah munculnya Sosialisme yang melahirkan konsep perang kelas, perlawanan terhadap tirani bergeser dari pemberontakan terbuka sebagai mogok kerja, demonstrasi dan aksi massa. Metode ini pula sebagai hak esensial pada negara demokrasi menjadi bentuk mengeskpresikan pendapat. Hingga sekarang, perlawanan dalam aksi massa dapat dibilang menjadi bentuk yg paling lazim dijumpai di Era Modern.
Dalam rezim demokratis, hak memberontak secara inheren telah tertanam pada sistem pemakzulan & mosi nir percaya, sebagai akibatnya pemberontakan militer dianggap sudah tidak relevan lagi. Meskipun demikian, gelombang pemberontakan di Timur Tengah setelah pergantian milenium atau dikenal sebagai Arab Spring menunjukkan bahwa semangat perlawanan menggunakan pemberontakan pada era modern masih belum padam.
~Lorraine/Lloegyr
Sumber: OA Historypedia
Bourbon
0 comments:
Post a Comment