Pada awal dekade 1920-an Amerika Serikat mengalami masa bernama “Roaring Twentiest”. Nama tersebut merujuk pada istilah masa kejayaan Masyarakat Amerika yang bangkit setelah terpuruk pada perang dunia pertama. Perekonomian tumbuh secara pesat, yang kemudian memunculkan para spekulan saham untuk beramai-ramai melakukan investasi pada pasar saham Wall Street.
Para investor tidak hanya berasal dari Amerika Serikat melainkan juga dari Negara lain. Harga saham terus melejit hingga mencapai puncaknya pada Agusus 1929. Namun sejak pertengahan September 1929 harga saham mulai turun, hingga pada akhirnya anjlok drastis pada 24 Oktober 1929. Para pemilik saham dilanda kepanikan dan beramai-ramai menjual sahamnya. Sekitar 13 juta saham berpindah tangan dalam waktu sehari. Peristiwa tersebut tercatat dalam sejarah dengan istilah Black Trusday.
Sumber: culture1930.weebly.com
Jatuhnya pasar saham menyebabkan menyusutnya investasi, guncangan pada sektor industri, merebaknya pengangguran, dan penurunan daya beli. Selain itu, banyaknya pengangguran menyebabka kredit macet dan penyitaan aset secara besar-besaran. Kondisi itu terus berlangsung hingga tahun 1939. Amerika Serikat mengalami krisis ekonomi yang parah. Masyarakat menyebutnya masa Depresi Besar atau the Great Depression.
Ekonomi yang collapse mengakibatkan banyaknya industri yang tumbang. Namun hal yang unik terjadi pada industri film Hollywood. Industri tersebut mencapai era keemasan pada masa depresi besar. Terlepas dari kesulitan ekonomi luar biasa yang dihadapi oleh hampir seluruh masyarakat, 60-70 juta orang Amerika tetap mengunjungi bioskop setiap minggunya. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa masyarakat pergi ke menonton film selama masa sulit seperti itu? Apa yang membuat mereka mau duduk di teater selama satu setengah jam senilai 15 sen yang diperoleh dengan susah payah?
Industri Film Hollywood sebelum diterjang the Great Depression Di Amerika Serikat, Industri Film mulai dilirik oleh pengusaha Amerika di akhir abad ke-18. Sedangkan Industri film Hollywood sendiri didirikan pada tahun 1903. Sejarah film di Amerika pada awal abad ke-20 mulai berkembang setelah Presiden Woordrow Wilson menjalankan penghapusan monopoli. Hal itu mengakibatkan kemunculan beberapa studio film independen yang bersaing dengan bebas. Industri ini semakin berkembang pada era PD I. Durasi film lebih panjang,
keuntungan usaha yang sudah bisa dipetik, serta menjadi industri yang diimpikan oleh banyak pemuda untuk terjun didalamnya.
Sekitar tahun 1905, Nickelodeons atau pada saat itu dikenal sebagai bioskop 5 sen mulai menawarkan cara yang mudah dan murah bagi masyarakat untuk menonton film. Nickelodeons menjadi pionir diantara produsen film untuk meningkatkan daya tarik publik terhadap film dan menghasilkan lebih banyak uang bagi para pembuat film, disamping menjamurnya film propaganda perang dunia I.
Setelah Perang Dunia I berakhir dan mengantarkan Amerika Serikat ke dalam era bernama “Roaring Twenties”, sebuah pusat industri baru bernama Hollywood berkembang menjadi rumah produksi film terbesar di Amerika Serikat. Salah satu film paling awal dan paling terkenal adalah "The Great Train Robbery" , dibuat pada tahun 1903 oleh Edwin S. Porter. Film pertama lainnya yang juga dibuat di Hollywood adalah "The Squaw Man" karya Cecil B. DeMille pada tahun 1914.
Pada tahun 1919, Hollywood telah berubah menjadi wajah sinema Amerika beserta kemewahan yang tercipta di dalamnya. Kemudian tahun 1920-an industri film yang terus berkembang juga melahirkan berbagai bintang film, dengan ratusan film yang dibuat setiap tahunnya. Hollywood sendiri dianggap sebagai ikon budaya yang terpisah dari kota Los Angeles yang identik dengan kenyamanan, kemewahan, dan “pesta pora”.
Bagaimana The Great Depression Menginspirasi Industri Film Hollywood
Great depression yang menghantam Amerika Serikat tentunya berdampak pada Industri Film Hollywood. Industri tersebut memainkan peran penting pada eraGreat Depression. Hollywood menawarkan hiburan kepada masyarakat sebagai penenang diri ketika krisis besar berlangsung. Pada masa ini 60 hingga 70 juta orang Amerika mendatangi bioskop di setiap minggunya. Suatu hal yang sulit dipercaya, ketika masyarakat Amerika sedang mengalami kesulitan ekonomi bahkan pengangguran mencapai tingkat 25%, mereka memilih menghabiskan waktu dan uangnya untuk pergi menonton Film.
Kecenderungan masyarakat Amerika untuk menghabiskan uangnya dengan menonton film pada saat depresi besar tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat konsumtif yang telah berkembang sejak boom industri tahun 1890-an. Namun yang terpenting adalah industri film Hollywood seakan-akan dapat “mengerti” kebutuhan masyarakat Amerika yang sedang dilanda depresi besar.
Meskipun pada tahun 1930-an krisis juga mempengaruhi Hollywood, namun mereka tetap memeperhatikan selera konsumen. Oleh karena itu, Film-film yang ditayangkan mencerminkan keinginan masyarakat Amerika dan situasi sosial masyarakat pada saat itu. Dari film ganster, musikal, hingga komedi, menawarkan tema-tema tentang realitas sosial. Film di era Great Depression menggaungkan nilai-nilai Amerika tentang individualisme, ketiadaan kelas, dan kemajuan. Orang Amerika mungkin datang menonton film untuk mencari jalan keluar dari kehidupan mereka yang sulit dan tanpa harapan. Film Musikal seperti "Gold Diggers of 1933", "42nd Street", dan "Footlight Parade" menjadi film terlaris sepanjang dekade 1930-an. Dimana film Musikal memberi orang visi yang lebih realistis tentang aspirasi dan pencapaian.
Film-film tersebut seolah menghilangkan ketakutan para remaja dan meyakinkan orang tua bahwa anak-anak akan baik-baik saja. Pada intinya film pada era ini hanya berfokus pada bagaimana membuat masyarakat lupa dengan krisis yang sedang terjadi. Film pada era ini tidak lagi memiliki pandangan idealis seperti tahun 1920-an.
Selain itu, pada era ini film-film bertema Gender mulai menyeruak. Film-film seperti Gay dan Lesbian sudah bukan merupakan hal yang tabu dan lucu lagi. Karakter wanita juga beberapa kali digambarkan sebagai seorang pemimpin.
Selain perubahan pada tema film yang diproduksi, teknik dalam memproduk film juga mengalami perubahan. Hal itu mengakibatkan Hollywood mencapai era keemasan. Gambar berwarna dan tata suara yang lebih canggih sudah dikenal pada masa ini, era film bisu lambat laun ditinggalkan. Dengan diperkenalkannya film-film dengan suara, produser Hollywood membuat film drama musikal, drama romantis, film horor, hingga dokumenter.
Terdapat lima studio film yang dikenal sebagai "Lima Besar" yang mendominasi yaitu: Warner Brothers, RKO, Fox, MGM dan Paramount. Studio yang lebih kecil termasuk Columbia, Universal, dan United Artists. Pada tahun 1930-an, di puncak zaman Keemasan Hollywood, industri film adalah salah satu bisnis terbesar di Amerika Serikat.
Depresi besar yang melanda amerika serikat, Jutaan pengangguran, perusahaan-perusahaan yang bangkrut, justru membuat Hollywood berada pada awal mula Golden Age. Masyarakat Amerika menjadikan film sebagai pelarian sesaat atas kesengsaraan hidup yang mereka alami. Seperti yang disebutkan di atas, Film Hollywood sering kali mencerminkan kebutuhan dan keinginan Masyarakat Amerika untuk melarikan diri. Hollywood kemudian tidak hanya bertransformasi secara teknis, melainkan berubah menjadi salah satu industri besar pada era itu.