Pemeran
- Christine Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien
- Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar
- Pietrajaya Burnama sebagai Pang Laot
- Rita Zaharah sebagai Nya' Bantu
- Roy Karyadi sebagai Voorneman
- Ibrahim Kadir sebagai Penyair
- Rosihan Anwar sebagai Habib Meulaboh
- Rudy Wowor sebagai Veltman
- Muhamad Amin sebagai Teuku Leubeh
- Hendra Yanuarti sebagai Tjoet Gambang
- Kamaruzaman sebagai Agam kecil
- Huib "John" van den Hoek sebagai Van Heutz
- Fritz G. Schadt sebagai Vetter
- Herald Meyer sebagai saudagar
- Robert Syarif sebagai Verbrough
Sinopsis
Pendudukan Jepang ternyata tidak lebih baik dari Belanda. Jepang mulai melarang pengibaran bendera merah putih, melarang lagu Indonesia Raya dan memaksa masyarakat Indonesia buat melakukan Sekerei (menghormat kepada Matahari). KH Hasyim Asyari menjadi tokoh besar agamis saat itu menolak buat melakukan Sekerei karena beranggapan bahwa tindakan itu menyimpang dari aqidah kepercayaan Islam. Menolak karena sebagai umat Islam, hanya boleh menyembah kepada Allah SWT. Lantaran tindakannya yang berani itu, Jepang menangkap KH Hasyim Asyari.
KH Wahid Hasyim, keliru satu putra beliau mencari jalan diplomasi buat membebaskan KH Hasyim Asyari. Berbeda dengan Harun, galat satu santri KH Hasyim Asyari yang percaya cara kekerasanlah yang dapat menuntaskan perkara tersebut. Harun menghimpun kekuatan santri buat melakukan demo menuntut kebebasan KH Hasyim Asyari. Namun harun salah lantaran cara tersebut malah menambah korban berjatuhan.
Dengan cara damai KH Wahid Hasyim berhasil memenangkan diplomasi terhadap pihak Jepang dan KH Hasyim Asyari berhasil dibebaskan. Ternyata perjuangan melawan Jepang nir berakhir sampai disini. Jepang memaksa warga Indonesia buat melimpahkan hasil bumi. Jepang menggunakan Masyumi yang diketuai KH. Hasyim Asy'ari buat menggalakkan bercocok tanam. Bahkan seruan itu terselip pada ceramah sholat Jum'at. Ternyata output tanam masyarakat tersebut wajib disetor ke pihak Jepang. Padahal ketika itu masyarakat sedang mengalami krisis beras, bahkan lumbung pesantren pun nyaris kosong. Harun melihat kasus ini secara harfiah dan merasa bahwa KH. Hasyim Asy'ari mendukung Jepang, sampai dia tetapkan buat pergi berdasarkan pesantren.
Jepang kalah perang, Sekutu mulai tiba. Soekarno sebagai presiden saat itu mengirim utusannya ke Tebuireng buat meminta KH Hasyim Asyari membantu mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asyari menjawab permintaan Soekarno dengan mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian membuat barisan santri dan masa penduduk Surabaya berduyun duyun tanpa rasa takut melawan sekutu pada Surabaya. Gema resolusi jihad yg didukung sang semangat spiritual keagamaan membuat Indonesia berani meninggal.
Di Jombang, Sarinah membantu barisan santri wanita merawat korban perang dan mempersiapkan ransum. Barisan laskar santri pergi pada beberapa truk ke Tebuireng. KH Hasyim Asyari menyambut kedatangan santri- santrinya yg gagah berani, namun air mata mengambang di matanya yg nanar.
0 comments:
Post a Comment