Wahid Hasyim merupakan seorang cendekiawan Islam. Ia adalah putra dari Hasyim Asyari pendiri Nadlatul Ulama. Sebagai anak kyai, Wahid Hasyim kecil hidup di lingkungan pesantren Jombang. Ia mengenyam pendidikan di bangku Madrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng. Setamat dari madrasah beberapa kali masuk nyantri di pesantren. Wahid Hasyim tidak pernah belajar di sekolah binaan pemerintah Hindia Belanda, tetapi ia mahir berbahasa Inggris dan Belanda. Kemampuan itu ia pelajari secara otodidak dengan membaca majalah dari luar negeri. Wahid Hasim pernah dikirim ke Mekah pada tahun 1932 sampai 1934. Selain menunaikan ibadah Haji, perjalanan ke tanah suci juga untuk memperdalam ilmu agama. Beberapa tahun sekembalinya dari Mekah ia memutuskan masuk ke dalam organisasi NU.
Ia menciptakan ?Gebrakan? Baru dalam global pendidikan di lingkungan pesantren menggunakan memadukan pola pengajaran pesantren (berbasis kepercayaan ) dan pelajaran ilmu umum. Selain Bahasa Arab, siswa para murid pun dibekali Bahasa Inggris jua Belanda. Wahid Hasyim memasukkan unsur terbaru karena ia menilai beberapa hal dalam pendidikan pesantren tidak lagi sinkron dengan tuntutan & perkembangan zaman. Perubahan metode pedagogi diimbangi jua dengan adanya perpustakaan. Pada ketika itu, perpustakaan adalah suatu kemajuan luar biasa pada lingkup pesantren. Wahid Hasyim mendambakan keluarnya sebuah proses belajar mengajar yang dialogis. Posisi pengajar ditempatkan bukan lagi sebagai satu-satunya asal belajar. Proses belajar mengajar berorientasi dalam anak didik sebagai akibatnya potensi yg dimiliki akan terwujud dan dia akan sebagai dirinya sendiri.
Dalam karier politik, Wahid Hasim pernah menjabat sebagai ketua PBNU, Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), keliru satu anggota Badan Penyelidik Usaha-bisnis Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), & Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia juga tercatat menjadi Menteri Agama pada tiga periode pemerintahan: Kabinet RIS (Desember 1949-Desember 1950), Kabinet Mohammad Natsir (September 1950- April 1951), dan Kabinet Sukiman (April 1951-April 1952).
Wahid Hasim memiliki sumbangsih pada pembentukan dasar Negara Republik Indonesia. Sewaktu sebagai anggota BPUPKI, dia dan beberapa mitra berhasil merumuskan dasar Negara yg lalu dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan dalam 22 Juni 1945, di salah satu alinea, antara lain tercantum istilah-kata ? ?. Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya?. Akan tetapi, rumusan ini diperdebatkan pada sidang BPUPKI berikutnya. Wongsonegoro, misalnya, menduga bahwa anak kalimat itu sanggup menyebabkan fanatisme lantaran seolah-olah memaksa umat Islam menjalankan syariatnya. Akan tetapi, berdasarkan Wahid Hasyim, kalimat tersebut nir akan berakibat sejauh itu. Ia pula mengingatkan bahwa segala perselisihan yg muncul sanggup diselesaikan secara musyawarah.
Pemikiran lain Wahid Hasim pula sempat mewarnai rancangan pertama UUD. Ia pernah mengusulkan agar pada Pasal 4 ayat dua rancangan UUD disebutkan bahwa yang dapat menjadi Presiden dan wakilnya adalah orang Indonesia orisinil dan beragama Islam. Selain itu, pada Pasal 29, Wahid Hasyim menginginkan rumusan sebagai berikut: ?Agama Negara merupakan Islam dengan mengklaim kemerdekaan bagi orang-orang yang beragama lain buat beribadah menurut
agamanya masing-masing.? Alasannya apabila presidennya Islam, perintahnya akan menggunakan gampang dipatuhi warga yang secara umum dikuasai muslim. Selain itu, Islam menjadi kepercayaan negara mendorong umat Islam berjuang membela negaranya. Dengan alasan itulah akhirnya, gagasan mantan Ketua Masyumi itu diterima.
Wahid Hasim meninggal pada lepas 19 April 1953, dampak kecelakaan yang terjadi sehari sebelumnya pada wilayah CimahiBandung. K. H. Ir. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) mengenangnya, ?Kiai Wahid adalah seseorang tokoh NU berdasarkan jenis yg nir banyak kita temukan, yaitu pemimpin organisatoris, jenis ?Pekerja? Bukan ?Pembicara?. Kiai Wahid dikenal jua menjadi man of action bukan jenis man of ideas. Ia pula tidak hanya pandai melontarkan gagasan,
namun mampu mewujudkannya?
0 comments:
Post a Comment