Sebagai negara netral yang berbatasan menggunakan Jerman, Swiss mudah dijangkau pengungsi berdasarkan Jerman. Namun, undang-undang pengungsi Swiss, terutama berkenaan menggunakan orang-orang Yahudi yang melarikan diri berdasarkan Jerman, sangat ketat dan telah mengakibatkan kontroversi sejak akhir Perang Dunia II. Sejak tahun 1933 sampai 1944 suaka untuk pengungsi hanya bisa diberikan pada mereka yg berada di bawah ancaman pribadi karena aktivitas politik mereka saja; tidak termasuk orang-orang yg menerima ancaman karena ras, agama atau etnisitas.
Atas dasar definisi ini, Swiss menaruh suaka pada hanya 644 orang antara tahun 1933 & 1945; Dari jumlah tadi, 252 perkara diterima selama perang. Semua pengungsi lainnya dirawat di masing-masing wilayah dan diberi izin yg tidak sinkron, termasuk "izin toleransi" yg memungkinkan mereka tinggal di wilayah tetapi nir bekerja. Selama perang, Swiss menginternasikan 300.000 pengungsi. Dari jumlah tersebut, 104.000 adalah tentara asing yg diasingkan sinkron menggunakan Hak & Kewajiban Kekuasaan Netral yg digariskan pada Konvensi Den Haag. Sisanya adalah warga sipil asing & diasingkan atau diberi toleransi atau izin tinggal oleh otoritas daerah. Pengungsi tidak diizinkan buat memegang pekerjaan. Dari pengungsi tersebut, 60.000 masyarakat sipil melarikan diri dari penganiayaan oleh Jerman. Dari jumlah tersebut, 26.000-27.000 adalah orang Yahudi. Antara 10.000 & 24.000 pengungsi sipil Yahudi ditolak masuk.
Meskipun Swiss menampung lebih poly pengungsi Yahudi daripada negara lain, para pengungsi ini ditolak masuk menggunakan alasan persediaan yang semakin berkurang. Dari mereka yang menolak masuk, perwakilan pemerintah Swiss menyampaikan, "Sekoci kecil kami penuh." Pada awal perang, Swiss memiliki populasi Yahudi antara 18.000 dan 28.000 & jumlah penduduk sekitar 4 juta. Pada akhir perang, ada lebih berdasarkan 115.000 pengungsi menurut semua kategori pada Swiss, mewakili jumlah maksimum pengungsi dalam satu ketika.
~Juutilainen
Sumber: OA 20th Century History
Bourbon
0 comments:
Post a Comment