Ia memang dokter, akan tetapi jiwa mudanya menggelora ketika Belanda datang lagi ke Indonesia. Ia ikut bertempur melawan penjajah. Ia kerahkan orang-orangnya buat mengamankan lapangan Ikada, ketika akan diadakan proklamasi kemerdekaan, meski batal. Ia juga yg mengerahkan orang-orang barisan pelopor buat menjaga rumah presiden & wakil presiden pada Jakarta. Ia seorang dokter yang punya kiprah penting dalam insiden proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Muwardi yang lahir di Pati ini hijrah ke Batavia untuk studi kedokteran di STOVIA. Ia memperdalam pengetahuan sebagai spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan. Sewaktu di STOVIA, ia memasuki organisasi Jong Java. Ia pernah pula menjadi anggota. Indonesia Muda. Organisasi pramuka pun diikuti dan pernah menjadi pimpinan umum Pandu Kebangsaan yang kemudian berganti nama menjadi Kepanduan Bangsa Indonesia [KBI].
Pada masa pendudukan Jepang, Muwardi sebagai pemimpin Barisan Pelopor daerah Jakarta. Beberapa hari sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, beliau diangkat menjadi pemimpin Barisan Pelopor seluruh Jawa. Pada 16 Agustus 1945, anggota Barisan Pelopor dikerahkannya mengawal Lapangan Ikada, karena berdasarkan rencana di loka itulah Proklamasi Kemerdekaan akan diucapkan. Sesudah proklamasi diumumkan, Muwardi membentuk Barisan Pelopor spesial sebagai pengawal pribadi Presiden Sukarno. Saat Kabinet Presidensiil terbentuk, beliau diminta buat menjadi menteri pertahanan, tetapi ditolaknya sebab ingin terus praktik sebagai dokter.
Permulaan tahun 1946, pusat aktivitas Barisan Pelopor dipindahkan ke Solo. Namanya berganti menjadi Barisan Banteng. Cabang-cabang Barisan Banteng dibuat pada daerah-wilayah lain. Khusus untuk daerah Solo didirikan Divisi Laskar Banteng. Bersama anak buahnya, Muwardi turut bertempur melawan musuh. Ketika masih berada di Jakarta, beliau ikut dalam pertempuran melawan Inggris di Klender. Di samping itu, tugas menjadi dokter permanen dijalankannya. Bersama dokter-dokter lain, ia mendirikan Sekolah Kedokteran pada Jebres, Solo dan lalu pindah ke Klaten.
Selepas Perjanjian Renville, situasi politik di tanah air menjadi panas. Gesekan antar golongan terjadi. Orang-orang kiri yang merasa tidak puas berusaha membuat sabotase. Kota Solo yang dekat dengan ibu kota, dijadikan daerah percobaan. Laskar-laskar kiri dan orang-orang yang pro pemerintah saling serang, saling culik dan membunuh. Dalam situasi gawat seperti itu, dr. Muwardi mendirikan Gerakan Rakyat Revolusioner. Sementara itu, praktik sebagai dokter tetap ia jalankan. Peristiwa yang berujung pada “Madiun affair” itu membahayakan nyawa Muwardi dan itu benar-benar terjadi.
Pada 13 September 1948, anggota staf Barisan Banteng melarangnya pulang ke rumah sakit, namun dia nir mengindahkan. Ia tiba tempat tinggal sakit Jebres buat melakukan operasi terhadap seseorang pasien. Sewaktu menjalankan tugas sebagai dokter itulah, beliau diculik sang sekelompok orang menurut golongan kiri dan kemudian dibunuh. Atas jasa-jasanya dalam mendukung kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah menetapkannya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dalam tahun 1964.
0 comments:
Post a Comment