Tanggal 29 bulan Juli 1947, di langit desa Ngoto Bantul, tampak pesawat Dakota VT CLA akan mendarat di Bandara Maguwo Yogyakarta. Pesawat yang kembali dari India tersebut mengangkut obat-obatan sumbangan dari Palang Merah Internasional. Tiba-tiba dari arah lain muncul dua pesawat pemburu P-40 Kittyhawk milik Belanda disertai tembakan penyerangan. Tak selang lama, Dakota pun jatuh menabrak pohon lalu terbakar, Marsekal Muda Agustinus Adisucipto gugur.
Agustinus Adisutjipto lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada 3 Juli 1916. Pemegang brevet dari Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati Jawa Barat ini merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia juga dikenang sebagai Bapak Penerbangan Indonesia. Kariernya bermula dari Skuadron Pengintai Udara. Di era kemerdekaan 1945, ia masuk Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan menjadi Kepala Staf di bawah Suryadi Suryadarma. Pada tanggal 15 November 1945, ia mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo.
Adisutjipto sempat “mengudara” menjadi sopir bus di Salatiga pada masa pendudukan Jepang, saat itu tidak satu pun orang Indonesia yang diperbolehkan menerbangkan pesawat. Hingga pada awal September 1945, ia mendapat panggilan dari Suryadi Suryadarma yang diberi mandat oleh Presiden Soekarno untuk membentuk AURI. Adisutjipto berhasil menerbangkan pesawat Nishikoren dari Cibereum ke Maguwo, pada 10 Oktober 1945. Peristiwa ini tercatat sebagai penerbangan pertama oleh awak Indonesia di wilayah Republik setelah merdeka.
Bersama Suryadi Suryadarma, Adisucipto ikut merintis pembentukan AURI dan diangkat Kepala Staf AURI. Kala itu, AURI dihadapkan pada persoalan sumber daya manusia juga peralatan. AURI tidak memiliki pesawat terbang yang mumpuni, kalau pun ada sudah rongsokan. Teknisi-teknisi Indonesia berusaha memperbaiki pesawat tersebut dan tanggal 27 Oktober 1945, Adisutjipto kembali mencatat sejarah dengan berhasil menerbangkan sebuah pesawat Cureng bertanda merah putih. Penerbangan ini adalah penerbangan berbendera merah putih pertama di tanah air.
Tatkala Belanda melancarkan Agresi Militer pertamanya pada tanggal 21 Juni 1947, dunia internasional bersimpati–mendukung Indonesia dan berupaya memberikan bantuan. Pada bulan Juli 1947, pesawat Dakota VT CLA menerobos blokade udara keamanan udara Belanda dan terbang menuju India guna merespons bantuan dari Palang Merah Internasional. Pesawat tersebut membawa Sembilan penumpang: Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, AN Constantine (pilot), R Hazelhurst (ko-pilot), Adisumarmo Wiryokusumo (engineer), Bhida Ram, Nyonya Constantine, Zainal Arifn (wakil dagang Republik Indonesia), dan F.A. Gani. Pada tanggal 29 Juli 1948 kembali berhasil memasuki kembali ke wilayah udara Indonesia dengan mengangkut obat-obatan sumbangan Palang Merah Internasional. Sampai di wilayah Ngoto Bantul, pesawat Dakota ditembak oleh pesawat pemburu Belanda P-40 Kittyhawk hingga jatuh. Pesawat tersebut terbakar, semua penumpangnya tewas kecuali F.A. Gani.
Adisutjipto meninggal dan dimakamkan di Pemakaman Umum Kuncen. Pada tanggal 14 Juli 2000, jasadnya dipindahkan ke desa Ngoto, Bantul. Untuk mengenang perjuangannya, ia diberi gelar Pahlawan Nasional tanggal 9 November 1974. Bandara Maguwo pun diganti nama menjadi Bandara Adisucipto. Selain itu, tempat jatuhnya pesawat Dakota VT CLA dibangunkan sebuah monumen.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional
0 comments:
Post a Comment