Monginsidi tak bergeming, ia tetap tegar pada detik-detik pelaksanaan hukuman tembak tertanggal 5 September 1949. Meski banyak orang menyarankan agar Monginsidi meminta pengampunan kepada Pemerintah Belanda, tetapi pemuda Manado ini menolaknya. Sebelum ajal menjemput, Mongonsidi sempat menulis sebuah kalimat terakhir “setia hingga terakhir dalam keyakinan”.
Robert Wolter Monginsidi lahir pada Manado dalam 14 Februari 1925. Ia pernah bersekolah pada HIS dan MULO. Ketika pendudukan Jepang, ia belajar bahasa Jepang dan lulus menggunakan sangat memuaskan. Karena prestasi tersebut, Monginsidi diangkat menjadi guru kursus bahasa Jepang di Minahasa, selanjutnya dipindah ke Luwuk, Sulawesi Tengah.
Tatkala Jepang menyerah kepada sekutu, Monginsidi berangkat ke Ujung Pandang buat bergabung menggunakan para pejuang kemerdekaan. Tanggal 27 Oktober 1945 seluruh kekuatan pemuda pejuang pada Ujung Pandang dipusatkan untuk mengadakan agresi generik dan merebut loka-loka yg strategis yang telah diduduki tentara Belanda. Ia bersama beberapa pemuda lain bertugas menyerbu Hotel Empres dan menciptakan barikade pada jalan-jalan. Dalam pertempuran tadi, pasukan Australia ikut campur menggunakan menyerbu markas pemuda. Banyak berdasarkan mereka gugur, Monginsidi tertangkap, namun beliau kemudian dibebaskan.
Pada 17 Juli 1946 diadakan konferensi pada Polongbangkeng. Dalam konferensi tadi, dibuat suatu induk organisasi kelaskaran LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi). Monginsidi terpilih menjadi Sekjen. Tanggal tiga Nopember 1946 terjadi pertempuran pada dekat kota Barombang. Monginsidi terluka dan terpaksa berdiam diri buat sementara. Perlawanan-perlawanan para laskar pemuda Sulawesi Selatan yg semakin menjadi paska terbentuknya LAPRIS, memaksa Belanda mempertinggi operasi-operasi militer & mendatangkan pasukan spesifik pada bawah komando Kapten Raymond Westerling pada Desember 1946. Kemudian, tanggal 21 Januari 1947, terjadi pertempuran pada Kassikassi. Mongondisi berhasil ditangkap pada tanggal 28 Februari 1947 saat berada Sekolah Menengah pertama Nasional Makassar.
Kira-kira satu setengah tahun hidup dalam penjara, tidak mengendorkan semangat juang Monginsidi. Semua kawankawannya berusaha keras untuk membebaskannya dari penjara. Dengan bersenjatakan granat yang diselundupkan melalui makanan, Monginsidi bersama Abdullah Hadade, HM Yoseph, dan Lewang Daeng Matari dapat meloloskan diri pada malam 17 Oktober 1948 melalui cerobong asap dapur. Akan tetapi, baru selang 10 hari Monginsidi kembali tertangkap. Tanggal 28 Oktober 1948, selagi Monginsidi berada di Klapperkan lorong 22A No.3 kampung Mricayya-Ujung Pandang, ia disergap oleh pasukan Belanda. Kemudian Monginsidi dimasukkan dalam penjara Polisi Militer Belanda dengan penjagaan ketat dan dipindahkan ke penjara Kis. Tanggal 26 Maret 1949 ia diajukan ke pengadilan kolonial Belanda dan dijatuhi hukuman mati pada 5 September 1949.
Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional sang Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973. Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana), dalam 10 November 1973. Ayahnya, Petrus, yg berusia 80 tahun pada ketika itu, menerima penghargaan tersebut. Bandara Wolter Monginsidi di Kendari, Sulawesi Tenggara dinamakan menjadi penghargaan pada Monginsidi, misalnya kapal Angkatan Darat Indonesia, KRI Wolter Monginsidi & Yonif 720/ Wolter Monginsidi.
Sumber: Ensiklopedi Pahlawan Nasional
0 comments:
Post a Comment