Pada tahun 1920 hingga 1933, Amerika Serikat menyatakan perang pada minuman beralkohol. Pemerintah melarang semua penjualan minuman beralkohol. Masa itu dikenal sebagai era Prohibition atau Pelarangan.
Era Pelarangan dimulai Desember 1917, saat Senat AS mengusulkan Amandemen Kedelapanbelas pada 18 Desember 1917. Amandemen tersebut bernama Undang-Undang Volstead yang merupakan Undang-Undang Pelarangan Nasional.
Undang-undang ini disahkan melalui Kongres dengan veto Presiden Woodrow Wilson pada 28 Oktober 1919 dan menetapkan definisi hukum terhadap minuman keras memabukkan disertai hukuman bagi siapapun yang memproduksinya. Amandemen akhirnya diketok pada 1919 dan resmi diberlakukan pertengahan Januari 1920.
Sejak saat itu, semua penjualan minuman beralkohol dilarang. Amandemen dianggap bisa mengurangi dampak buruk minuman beralkohol, seperti kekerasan, kecelakaan, ataupun tindakan kriminal.
Namun, pemerintah AS ternyata tidak sepenuhnya menyadari dampak buruk pelarangannya. Seperti saja maraknya minuman beralkohol ilegal, penyelundupan, hingga hancurnya cukai.
Untuk menyiasati hal tersebut, biasanya alkohol dijual di apotek. Istilah-istilah seperti "Medicinal Whiskey" merupakan istilah yang merujuk pada Whiskey yang disamarkan sebagai stimulan. Jika ada orang yang membeli minuman beralkohol ini, apoteker biasanya akan memberikan resep dokter palsu.
Selain diselundupkan melalui apotek, minuman beralkohol juga kerap dijual di bar-bar ilegal yang disebut Speakeasy bar. Karena aktivitas penjualan alkohol terlarang pada zaman Probihition, bar speakeasy memiliki peraturan masuk yang ketat. Karena pintu masuknya yang tidak terlihat seperti pintu masuk bar.
Bahkan patron harus mengetahui kode masuk bar untuk masuk. Kode bisa berupa jumlah ketukan pintu, kata kunci, atau cara berjabat tangan.
Katalisator bisnis speakeasy dengan cara mulut ke mulut. Sebagian speakeasy memperbolehkan pengunjung masuk apabila orang tersebut mengenal seseorang. Bahasa gaul di masa itu untuk menyebut minuman beralkohol adalah "Giggle Water".
Namun, seiring berkembangnya popularitas speakeasy dan penegak hukum yang semakin waspada, speakeasy pun mengadopsi kartu anggota untuk verifikasi.
Era Pelarangan juga dikenal sebagai era perang antar gangster, terutama di wilayah Chicago. Mereka berebut pasar minuman beralkohol ilegal. Puncaknya terjadi “Pembantaian di Hari Valentine (Valentine's Day Massacre)” yang sekaligus mengukuhkan Al Capone sebagai penguasa dunia bawah tanah di Chicago. Pada masa jayanya, Al Capone diperkirakan memiliki kekayaan hingga USD 100 juta yang berasal dari penyelundupan minuman keras, perjudian, dan prostitusi.
Pelarangan minuman beralkohol ternyata juga tidak terbukti mengurangi angka kriminalitas. Berdasarkan riset Charles Hanson Towne pada 1923, selama 1920 hingga 1921, tingkat kriminalitas justru melonjak sebanyak 24 persen. Pencurian dan perampokan meningkat 9 persen, pembunuhan meningkat 12 persen, dan pengeluaran kepolisian melonjak 11,4 persen.
Dampak lain yang tak kalah buruk, korban berjatuhan akibat keracunan minuman beralkohol oplosan. Banyak orang yang coba-coba meracik minuman beralkohol. Dengan asal buat dan yang penting bisa mabuk. Minuman beralkohol oplosan kemudian mulai dijual sembunyi-sembunyi. Akibatnya, sekitar 10 ribu tewas menenggak oplosan.
Selain itu, pemerintah AS juga dibuat pusing karena kehilangan pendapatan dari cukai legal. Sebelum pelarangan, industri minuman beralkohol menyumbang cukai USD 3 miliar per tahun.
Melihat dampak buruk semakin parah, apalagi AS dihantam badai resesi, era Pelarangan dihentikan. Pemerintah mulai mencari cara mengatur peredaran minuman beralkohol, antara lain menetapkan batasan umur pembeli.
sumber: OA Historypedia Line
penulis: Hurrem Sultan
Bourbon
0 comments:
Post a Comment