Pakubuwono X dinilai menjadi sosok membingungkan. Selama memerintah Keraton Surakarta di bawah Pemerintah Hindia Belanda, ia sanggup tampil sebagai ?Sahabat? Pemerintah kolonial, tetapi
kewibawaannya sebagai raja Jawa pada mata masyarakat tidak luntur. Tatkala pelbagai daerah di nusantara mengibarkan bendera Belanda, Surakarta malah menjadi satu-satunya daerah di Hindia Belanda yg bebas mengibarkan bendera merah putih, yg saat itu menerima sebutan bendera Gula Kelapa. Hal itu tentu saja nir tanggal dari upaya lobi Pakubuwono X. Ia memang dikenal setia pada pemerintah, pada surat perjanjian pengangkatannya, terdapat kondisi yg berkata bahwa Pakubowono X rela dicopot apabila ia nir loyal pada Belanda. Akan namun, oleh Sunan punya peran vital pada pergerakan nasional.
Pakubuwana X lahir 29 November 1866 dengan nama Raden Mas Malikul Kusno. Sang putra mahkota Solo tersebut diangkat menjadi Raja Surakarta pada 30 Maret 1893, menggantikan ayahnya
yg meninggal dua minggu sebelumnya. Permaisuri Pakubuwana X merupakan putri Sultan Hamengkubuwono VII, Ratu Hemas. Sejalan menggunakan perubahan iklim politik di Hindia Belanda waktu itu, kraton pun mengalami era transisi menuju modernisasi. Masa pemerintahan Pakubuwono berlangsung pada 1893 hingga 1939, yakni era Pergerakan Nasional. Di era tadi banyak bermunculan organisasi-organisasi kemanusiaan pula politik.
Dari situlah kiprah Pakubono X terhadap usaha kemerdekaan sanggup dipandang. Ia memberikan kebebasan berorganisasi & penerbitan media massa pada wilayah Surakarta. Meski menerima
tekanan, namun lantaran sikapnya yg kooperatif dan pandai membawa diri, pemerintah kolonialpun nir bisa berbuat banyak. Ia membantu organisasi Budi Utomo & pendirian organisasi Serikat
Islam. Ia pula mengizinkan Surakarta menjadi loka Kongres Bahasa Indonesia I pada 1938. Dalam hal integrasi nasional, Pakubuwono X kerap mengunjungi dan melakukan hubungan baik menggunakan
pelbagai lapisan warga pada Maluku, Nusa Tenggara Barat, Bali, Madura, Banjarmasin, Makassar, Lampung, Palembang, Riau, dan Medan. Dalam setiap kunjungannya, dia tidak lupa membangkitkan
semangat kebangsaan serta menekankan arti penting kesadaran multikulturalisme, toleransi, & kebersamaan.
Infrastruktur moderen kota Surakarta poly dibangun pada masa pemerintahannya, seperti bangunan Pasar Gede Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Solo-Kota (Sangkrah), Stadion Sriwedari, Kebun Binatang Jurug, jembatan Jurug yang melintasi Bengawan Solo pada timur kota, Taman Balekambang, gapura-gapura pada batas Kota Surakarta, rumah mutilasi fauna ternak di Jagalan, rumah singgah bagi tunawisma, & tempat tinggal perabuan (pembakaran jenazah) bagi masyarakat Tionghoa. Di bidang pendidikan, ia menciptakan sekolah umum, madrasah Mambaul Ulum, dan Jamsaren buat menghapus buta aksara dan kebodohan. Beasiswa dipersiapkan bagi anak-anak
berprestasi, agar kelak mampu mengisi kemerdekaan Indonesia.
Pelbagai penghargaan ia dapat berdasarkan negara asing, antara lain Bintang Grootkruis koninglijke Orde berdasarkan Raja Kamboja, Bintang Emas dari Raja Wilhelm II berdasarkan Pruisen, Bintang Commander Met de
ster berdasarkan Raja Hongaria, Bintang Orde Van Leopold menurut Raja Belgia, & Bintang Grootkruis Oranye Nassau menurut Ratu Belanda. Pakubuwono X mangkat pada Surakarta dalam 1 Februari 1939 dan dimakamkan di pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta. Tahun 2011, beliau mendapat gelar Pahlawan Nasional. Dua tahun sebelumnya, Pemerintah Republik Indonesa juga menganugerahkannya Bintang Mahaputera Adipradana kepadanya.
Bourbon
0 comments:
Post a Comment