Seperti yg diutarakan dalam bagian pendahuluan, Batavia semenjak awal merupakan kota langganan banjir. Setidaknya catatan tentang banjir di Batavia terjadi pada akhir abad 19 dalam tahun 1892 hujan turun di Batavia mencapai 286 milimeter akibat hujan yg tinggi beberapa daerah di Weltevreden mengalami banjir. Setahun kemudian dalam 1893 banjir yg terjadi Mengganggu jalan-jalan & mengganggu perekonomian kawasan seperti Kampung Kepu, Bendungan, Nyonya Wetan dan Kemayoran mengalami kebanjiran.
Banjir yang terjadi mengakibatkan kapal nelayan di Marunda terbalik di muara Peca sehingga hasil tangkapannya lenyap dan banjir yang terjadi juga mengakibatkan wabah kolera. Setelah itu Batavia terus dilanda banjir, pada 1909 hujan deras yang mengguyur Batavia kembali menyebabkan banjir hingga surat kabar De Locomotief menulis berita ‘Batavia Onder Water’ yang bila disingkat menjadi BOW (Burgerlijke den Openbare Werken) yang merupakan kantor yang menangani sarana dan prasarana pengairan. Banjir 1909 bahkan membuat trem tidak dapat beroperasi.
Bencana banjir juga menaruh dampak pada rakyat Batavia yakni keluarnya perilaku kedermawanan (filantropis) hal ini terjadi ketika Batavia dilanda banjir pada 1918, dalam tahun tersebut penduduk Batavia disibukkan menggunakan naiknya harga kebutuhan utama dan pada keadaan ini penderitaan warga Batavia ditimpa bencana banjir.
Peta Banjir 1918.
Penyebab banjir ketika itu merupakan tidak mampunya selokan menampung debit air sebagai akibatnya air tidak bisa lewat dan meluap. Banjir menyebabkan jalanan pada perkampungan Tionghoa rusak parah. Pembangunan Jembatan Harmoni pula turut sebagai penyebab banjir yakni belum selesainya jembatan tadi menyebabkan tertutupnya jalan air.
Sikap senang memberi yang timbul saat banjir terlihat saat Khouw Kim An memborong nasi dari warung nasi dan membagikannya dalam para penduduk yg mengungsi selain itu polisi berdasarkan pos Penjaringan jua membuka pos untuk menolong dan membagikan nasi & ikan asin. Perkumpulan Eng ho Hwa di pasar Senen menjalankan kotak amal sumbangan yang uangnya buat memberi bantuan penduduk Tionghoa yg kebanjiran sementara Tuan Tio Tek kang menyediakan rumahnya buat loka pengungsian rakyat kampung Mangga Besar.
Sumber:
- Yusuf, Y. (2005). Anatomi Banjir Kota Pantai: Perspektif Geografi. Surakarta: Pustaka Cakra.
- Gunawan, R. (2008). Kala Air Tidak Lagi Menjadi Sahabat: Banjir dan Pengendaliannya di Jakarta tahun 1911-1985, Desertasi. Depok: Universitas Indonesia.
Bourbon
0 comments:
Post a Comment