Tahun 1945-1950 dikenal dengan masa revolusi Indonesia . Sepenggal episode sejarah Indonesia dengan periode yang amat singkat karena berlangsung hanya dalam waktu lima tahun saja. Walaupun demikian, selama masa revolusi banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting berkenaan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, hal itu karena Belanda datang kembali menduduki Indonesia bersamaan dengan kedatangan Sekutu.
Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan cara mengangkat senjata maupun dengan jalan diplomasi. Berbagai pertempuran fisik yang sangat heroik diantaranya adalah Peristiwa 10 November di Surabaya, Bandung lautan api, serta Pertempuran Medan area. Perjuangan diplomasi pun tak kalah menguras tenaga dan fikiran. Berbagai perundingan yang dilakukan oleh para founding fathers Indonesia diantaranya; Perjanjian linggarjati , Renville, Roem Roejen, Konfrensi Inter Indonesia,dan Konfrensi Inter asia, namun perjanjian-perjanjian tersebut selalu dikhianati oleh pihak Belanda, baru pada Konfrensi Meja Bundar, 2 November 1949 Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Selain berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari Belanda, Indonesia juga melakukan berbagai macam diplomasi untuk memperoleh pengakuan kedaulatan. Karena secara de jure, negara baru dianggap sah jika mendapat pengakuan kedaulatan dari negara lain. Pada saat itu, Indonesia menggunakan berbagai taktik diplomasi untuk mendapat simpati negara lain. Salah satunya adalah melakukan diplomasi dengan Mesir. Indonesia memproklamirkan kemerdekannya tahun 1945, Mesir merupakan salah satu negara yang mengakui kemerdekaan negara Indonesia. Pada tahun 1947, Menteri Luar Negeri Agus Salim bertemu dengan Perdana Menteri Mesir Mahmoud Fahmy Pasha, dan diresmikanlah hubungan Diplomasi kedua negara tersebut.
Dalam perjalanannya, bangsa Indonesia menghadapi tantangan dan hambatan buat menerima pengakuan kemerdekaan. Pemerintah Belanda dan sekutunya berusaha menutup jalan diplomasi bangsa Indonesia. Perjalanan panjang misi diplomatik RI dengan negara-negara Arab, khususnya di Mesir, menerima tantangan berdasarkan pihak kedutaan akbar Belanda di negara Arab. Pemerintah Belanda berusaha merintangi jalan dan menghasut bahwa para diplomat RI merupakan kolaborator Jepang. Akan namun, bisnis Belanda bisa dipatahkan oleh Misi Diplomatik RI yg didukung sang para mahasiswa yg belajar di Universitas Al-Azhar sehingga bisa meyakinkan Pemerintah Mesir buat mendukung kemerdekaan & pengakuan kedaulatan RI.
Pemerintah Mesir memberi dukungan baik moril juga materil buat Indonesia. Dukungan tadi berupa pernyataan pengakuan kedaulatan menurut Pemerintah Mesir pada tahun 1947. Pengakuan Kedaulatan yang diperoleh berdasarkan Mesir ini sangat penting, karena merupakan landasan bertenaga Diplomasi RI pada lembaga internasional, yaitu liga Arab.
Tokoh Mesir yang berperan besar dalam kemerdekaan Indonesia adalah Abdurrahman Azzam Pasya, yang juga merupakan Sekertaris Jenderal Liga Arab. Diplomasi RI dengan Mesir memiliki arti penting karena kedudukan Mesir di Liga arab begitu dominan, sehingga dapat mempengaruhi negara-negara-negara arab untuk turut mengakui kedaulatan Indonesia. Lantas bagaimana diplomasi yang dijalankan oleh misi diplomatik RI sehingga bisa "meluluhkan" pemerintah mesir?
Jika dilihat dari segi historis, hubungan resmi Indonesia-Mesir terjadi pada tanggal 14 September 1923 ketika Pemerintah Mesir memberikan surat izin resmi kepada mahasiswa Indonesia untuk mendirikan sebuah perhimpunan yang bergerak di bidang sosial dan politik. Mahasiswa Mesir mendapat suntikan nasionalisme dari dinamika politik di Mesir, seperti gagasan Pan Islamisme yang dikumandangkan oleh Jamaludin Al-Afghani. Maka tak heran jika semangat perjuangan diplomasi Indonesia di Mesir tercermin dalam pergerakan pelajar dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Univeritas Al-Azhar, Mesir. Mereka berjuang baik dalam bentuk protes dan tentangan terhadap kebijakan Pemerintah Belanda mengenai Indonesia melalui kedutaannya di Mesir maupun tulisan kritis mereka tentang Indonesia yang disebarkan dalam surat kabar Mesir. Maka dapat dikatakan hubungan Mesir dan Indonesia sudah terjalin cukup lama.
Selain itu, keberhasilan misi diplomatik Indonesia pula tidak terlepas menurut delegasi RI, sosok yang sangat penting dalam diplomasi ini merupakan H. Agus Salim. Delegasi RI berhasil meyakinkan Raja Faruk buat mengakui kemerdekaan RI dan mengadakan perjanjian persahabatan RI menggunakan Mesir.
Raja Faruk memiliki Keinginan Pemerintah Mesir untuk menjadi negara terkemuka di kalangan negara-negara Arab yang mayoritas berpenduduk Muslim serta memiliki keinginan untuk menjadi khalifah kaum Muslimin. Tujuan tersebut merupakan salah satu latar belakang dukungan Mesir terhadap perjuangan kemerdekaan RI dan pencarian pengakuan kemerdekaan dari dunia internasional. Mesir ingin mengisi kekosongan kekhalifahan umat Islam setelah tumbangnya kekuasaan Turki yang pernah menjadi pemersatu umat Islam di negara-negara Arab. Selain itu, Mesir (bersama Liga Arab) juga ingin membantu semua negara yang mayoritas penduduknya Muslim agar dapat lepas dan merdeka dari kolonialisme dan imperialisme.
Selain itu, keberhasilan tadi didukung sang surat warta Arab yg menyuarakan kemerdekaan RI. Setelah mengadakan kongres di Iskandariyah, Mesir, dalam September 1944.
Hubungan Indonesia-Mesir dan negara-negara Arab bertambah luas dan terarah. Untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang berjumlah 70 juta jiwa dengan 90 persen lebih beragama Islam, Liga Arab sejak awal berdirinya telah dapat menerima permohonan mahasiswa Indonesia yang mengusulkan agar negara-negara Arab membantu perjuangan RI dalam memperoleh kemerdekaan. Selain itu, Tokoh Liga Arab yang berperan dalam menggalang negara-negara Arab untuk mendukung Indonesia, Abdurrahman Azzam berhasil mengajak negara arab lain untuk mengakui kedaulatan RI. Negara-negara Arab yang juga mendukung kemerdekaan Indonesia adalah Suriah, Yordania, Irak, Libanon, Saudi Arabia, dan Yaman.
Daftar Referensi:
1. Rahman Suranta. 2007. Diplomasi RI pada Mesir dan Negara-Negara Arab dalam Tahun 1947: Wacana, VOL. 9 NO. Dua, Oktober 2007 (154?172)
dua. Leifer, Michael. 1989. Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Tiga. Riclefs.M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
0 comments:
Post a Comment