SLBM (submarine-launched ballistic missile) pada dasarnya merupakan rudal balistik yg diluncurkan dari kapal selam. SLBM terbaru umumnya membawa beberapa hulu ledak yg disimpan dalam multiple independently targetable reentry vehicles (MIRVs), hal ini memungkinkan satu rudal menghantam lebih berdasarkan satu target. Sebagai catatan, SLBM mempunyai prosedur pengoperasian yang tidak sinkron dengan rudal jelajah yg diluncurkan berdasarkan kapal selam. SLBM terkini berkerabat dekat dengan rudal balistik antarbenua (ICBM) karena mempunyai jarak jelajah diatas lima,500 kilometer atau 3,000 mil laut, bahkan SLBM & ICBM bisa dikatakan sebagai satu jenis rudal yang sama. Seluruh SLBM milik Amerika Serikat menggunakan bahan bakar padat, sementara semua SLBM milik Uni Soviet dan Rusia memakai bahan bakar cair kecuali RSM-56 Bulava, yg mulai operasional dalam tahun 2014.
Kapal selam peluncur rudal balistik bertenaga nuklir (SSBN) pertama pada dunia merupakan USS George Washington (SSBN-598) yg membawa 16 butir rudal Polaris A-1, USS George Washington mulai masuk jajaran tugas dalam bulan Desember 1959 dan melaksanakan "SSBN deterrent patrol" pertama pada bulan November 1960 sampai Januari 1961. USS George Washington jua merupakan kapal selam pertama yg berhasil meluncurkan SLBM dari dalam bahari dalam lepas 20 Juli 1960 memakai rudal Polaris A-1. Sementara SSBN pertama milik Soviet yg dapat membawa 16 butir SLBM adalah Project 667A (kelas Yankee) yg mulai bertugas di tahun 1967, 32 buah SSBN kelas Yankee selesai dibangun pada tahun 1974. Ketika SSBN kelas Yankee masuk jajaran tugas, Amerika Serikat telah menciptakan 41 SSBN yg diklaim "41 for Freedom".
Bagaimana cara SLBM meluncur dari pada air? Untuk mempermudah, Admin hanya akan membahas mekanisme peluncuran rudal UGM-133 Trident II. Pertama, kapal selam wajib berada pada kedalam periskop (periscope depth). Saat komando peluncuran diberikan, rudal dilontarkan menurut tabung peluncuran memakai uap bertekanan tinggi yang dihasilkan dari ruang bakar berbahan bakar padat, gas yg memuai didalam tabung peluncuran menekan rudal keatas, dan keluar dari kapal selam. Dalam hitungan dtk, rudal menembus bagian atas air & subsistem thrust vector control (TVC) dalam stage pertama diaktifkan secara otomatis, pada saat itu rudal sudah berada kira-kira 10 meter (33 kaki) diatas kapal selam, hal ini memungkinkan aktuator hidrolik buat melekat pada nozzle stage pertama. Tak usang lalu, motor stage pertama menyala & terbakar selama 65 dtk hingga kehabisan bahan bakar, selain itu, aerospike yang terletak dalam nozzle dikembangkan sesaat sesudah stage pertama menyala buat membangun aliran udara yg diperlukan. Ketika motor stage pertama kehabisan bahan bakar, subsistem TVC dalam stage dua diaktifkan. Motor stage pertama dilepaskan berdasarkan rudal memakai peledak pada penghubung interstage. Setelah stage pertama dilepaskan, motor stage ke 2 menyala & terbakar selama 65 dtk. Nose fairing (bagian hidung roket) dilontarkan, berpisah menurut rudal. Saat nose fairing berpisah berdasarkan rudal, giliran subsistem TVC stage ketika yg aktif, & akhirnya peledak memisahkan motor stage kedua berdasarkan rudal. Lalu, motor stage ketiga dinyalakan, mendorong rudal selama 40 dtk. Ketika motor stage ketiga kehabisan bahan bakar, Post Boost Control System (PBCS) menyala, & motor stage ketiga dilepaskan.
Bagaimana cara SLBM mencapai target? UGM-133 Trident II memakai stellar-inertial atau astro-inertial navigation. Sistem navigasi ini menggunakan letak bintang buat menambah akurasi sistem pemandu inertial setelah peluncuran. Dikarenakan akurasi rudal bergantung pada pengetahuan sistem navigasi akan lokasi tepat rudal tadi ketika terbang, berita bahwa bintang adalah titik rujukan tetap buat memilih posisi rudal menciptakan sistem ini sangat efektif buat menambah akurasi. Pada rudal Trident, sistem ini bekerja dengan menggunakan satu kamera yang dibuat buat mencari satu bintang tertentu di lokasi yang telah diperkirakan. Jika rudal sedikit melenceng berdasarkan titik rujukan bintang tersebut, maka hal ini mengindikasikan bahwa sistem pedoman inertial nir berada sempurna dalam sasaran & koreksi dalam lintasan rudal wajib segera dilakukan.
Equipment section, bersamaan menggunakan MIRV, mengarahkan reentry vehicles (RV) menuju Bumi. RV kemudian dilepas menurut platform MIRV. Untuk mencegah daya dorong PBCS menggangu pelepasan RV, equipment section melakukan Plume Avoidance Maneuver (PAM). Jika RV terganggu sang daya dorong menurut nozzle PBCS, nozzle tadi akan dimatikan sampai RV sudah berada cukup jauh menurut MIRV. PAM hanya digunakan ketika nozzle menggangu area disekitar RV. PAM adalah fitur tambahan dalam Trident II yang dipasang buat menambah akurasi. Tingkat akurasi yg tinggi dalam Trident II hanya memungkinkan rudal ini buat melenceng sejauh 90 meter menurut target, menjadikan Trident II sebagai keliru satu SLBM paling akurat waktu ini. Sebagai perbandingan, RSM-56 Bulava milik Rusia dapat melenceng sejauh 350 meter, SLBM milik Rusia lainnya, R-29RMU Sineva dapat melenceng sejauh 500 meter. Meskipun ICBM RS-28 Sarmat yang sedang dikembangkan oleh Rusia memiliki akurasi sampai hanya mentolerir pelencengan sejauh 16 meter, rudal ini tidak dapat diluncurkan menurut kapal selam sehingga nir masuk kategori SLBM. Trident II sanggup mencapai kecepatan sampai Mach 24 pada terminal phase. SLBM milik Perancis, M51 bahkan bisa mencapai kecepatan Mach 25. Kini, beberapa SLBM Rusia yg sudah pensiun dikonversi menjadi roket peluncur satelit Volna & Shtil', baik buat diluncurkan menurut kapal selam maupun dari stasiun peluncuran pada darat.
Bourbon
0 comments:
Post a Comment