Konstelasi politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017 kian memanas. Hal tadi yg saya nilai demikian. Akan namun terdapat beberapa hal yang aku lihat mencuak disparitas antara Pilkada Jakarta dengan Pilkada pada wilayah lain. Kira-kira apa ? Kalau anda berpikir bahwa isu-info Pilkada serasa Pilpres dengan menganalogikan dukungan tiga negarawan akbar pada kembali ketiga pasang calon, yaitu Prabowo dengan Anies-Sandi, SBY dengan Agus-Silvie, dan Megawati menggunakan Basuki-Djarot. Saya rasa anda tidaklah galat, lantaran memang itu benar.
Akan tetapi kali ini aku mempunyai pandangan politis yg tidak sama, aku menganalogikan politik yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta kali ini seperti gaya politik negara besar dunia pada masa Perang Dunia II. Emmm? Sepertinya aku harus ceritakan dulu bagaiman politik dalam Perang Dunia II tersebut, tentunya ringkas saja deh, agar para pembaca paham.
***
Pasca Perang Dunia I, persaingan ideologi antara liberlisme dan komunisme semakin mencuat. Hal tersebut dikarenakan berhasilnya Vladimir Lenin memimpin revolusi Bolshevik (1917) di Rusia yang membawa ideologi marxisme berkembang menjadi komunisme. Hal tersebut membuat Rusia menjadi negara komunis, hingga akhirnya dapat mempengaruhi negara-negara slavia lainnya untuk bergabung menjadi suatu kesatuan Uni Soviet Sosial Republik (USSR) atau lebih dikenal menjadi Uni Soviet. Jadi jika ada yang bilang bahwa persaingan Liberalisme dan Komunisme terjadi pada pasca Perang Dunia II atau Perang Dingin (cold war) tentu tidak salah, namun melupakan sesuatu hal. Hehe
Kemudian meletuslah perang sang Jerman kepada Polandia yang ditandai sang invasi Jerman terhadap Polandia (1939). Bukan hanya Polandia, Jerman pun menyerang negara-negara liberalis misalnya Inggris & Prancis, kemudian menyerang negara Uni Soviet yang notabene negara komunis.
Melihat hal tersebut, akhirnya terdapat beberapa perundingan antara negara liberal dan komunis yang menghasilkan kesepakatan untuk berhenti menyerang satu sama lain terlebih dahulu untuk menyerang musuh yang amat kuat yaitu Jerman sebagai simbol Fasisme yang anti liberal dan komunis. Hingga perjalanan Perang Dunia II (1939-1945) antara negara liberal yang diketuai Amerika Serikat dan negara komunis yang dipimpin Uni Soviet cenderung akur dan saling menolong untuk menjatuhkan Jerman, melupakan segala sesuatu bahwa mereka pun sebenarnya musuh. Tetapi semua itu dikorbankan untuk menjatuhkan musuh yang lebih kuat terlebih dahulu yaitu Fasisme Jerman, di Uni Soviet Amerika dikenal dengan " Sahabat Barat Jauh", dan di barat pemimpin komunis Soviet yaitu Josep Stalin disapa dengan panggilan Uncle Joe yang seolah menyelaraskannya dengan Uncle Sam.
Hingga akhirnya Jerman mampu tumbang dengan serang militer dan tudingan-tudingan yang dibesar-besarkan soal Kemanusiaan. Setelah itu perselisihan balik dimulai menggunakan Perang Dingin 1945-1999 yg adalah permasalahan antara liberalisme dan komunisme pulang mencuat hingga akhirnya kekalahan komunisme menggunakan runtuhya Uni Soviet 1999.
Lalu bagaimana dengan Pilkada DKI Jakarta 2017 ?
Saya melihat adanya persamaan dengan syarat sejarah tadi, bahwa secara garis besar kini ini pasangan nomer urut 2 menerima agresi bertubi-tubi berdasarkan ke 2 pasangan lainnya. Dimana yg terlihat bahwa ke 2 pasangan yg tersebut nomer urut 1 dan 3 cenderung tidak menyerang satu sama lain dan mengarahkan sasaran primer pada calon nomor urut dua dengan minimnya konflik mereka tetapi keduanya malah menyerang secara masif pada angka urut dua.
Hal tersebut bisa terlihat jua pada debat Timses ke 3 pasangan calon diberbagai stasiun TV nasional. Timses nomor urut 1 & 3 cenderung bekerja sama buat menyerang timses nomor urut 2. Timses angka urut 1 lebih cenderung membawa gosip penistaan agama buat menyerang, sedangkan timses nomor urut tiga cenderung membawa berita bahwa Basuki dilindungi oleh pemerintahan Jokowi & gosip pencitraan, sertaa segala macamnya.
Kemudian apabila pasangan angka urut dua telah tumbang dengan kasus penistaan agama yg mungkin menyingkirkannya pada persaingan Pilkada 2017. Akankah dimulainya persaingan antara angka urut 1 & 3 setelah menghancurkan kekuatan besar pada nomor urut dua ? Silahkan anda menilai sendiri? Hehe..
Ini hanya opini saya & aku kolaborasikan dengan pengetahuan sejarah dan aku nir bermaksud menyandingkan pasangan calon pilgub dengan tokoh-tokoh liberal, komunisme, dan fasisme tersebut. Bahwa yang kita lihat merupakan strategi politiknya, bukan posisi pasangan calon dengan ideologi yang aku ceritakan tadi. Terakhir aku utarakan bahwa aku bukan timses ya hehe.
Semoga pikiran kita tidak hanya kotor menggunakan politik, namun lues misalnya ilmu pengetahuan. Hehehe? Share dan komen dong hehe.. :)
0 comments:
Post a Comment