Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menetapkan almarhum Kiai Raden As'ad Syamsul Arifin sebagai pahlawan nasional. Kiai As'ad, yang merupakan pemuka kepercayaan menurut Jawa Timur, ditetapkan menjadi pahlawan nasional dari Keputusan Presiden RI Nomor 90/TK/Tahun 2016 tertanggal tiga November 2016.
Upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan di Istana Negara menggunakan dihadiri pribadi sang Presiden Jokowi. Keppres pahlawan nasional diserahkan Presiden pada perwakilan dari pakar waris famili, Kiai Haji Raden Ahmad Azaim Ibrahimy.
Tokoh
As'ad Samsul Arifin atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Raden As'ad Samsul Arifin (lahir dalam tahun 1897 pada Mekah - mati 4 Agustus 1990 pada Situbondo pada umur 93 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah pada Desa Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo.
Ia merupakan ulama akbar sekaligus tokoh menurut Nahdlatul Ulama dengan jabatan terakhir menjadi Dewan Penasihat (Musytasar) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga akhir hayatnya. Ia adalah penyampai pesan (Isyarah) yg berupa tongkat disertai ayat al-Qur'an menurut K.H. Kholil Bangkalan buat K.H. Hasyim Asy'ari, yg merupakan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama.
Sebagai anak seorang ulama, semenjak kecil Kiai As'ad telah mendapat pendidikan kepercayaan yang diajarkan langsung oleh ayahnya. Setelah bergerak remaja, beliau dikirim ayahnya untuk belajar di Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, sebuah pesantren tua yg didirikan sang K.H. Itsbat Hasan dalam tahun 1785 Di Pondok Pesantren tersebut, Kiai As'ad diasuh oleh K.H. Abdul Majid & K.H. Abdul Hamid, keturunan menurut K.H. Itsbat.
Setelah 3 tahun belajar di Pesantren Banyuanyar (1910-1913), dia lalu dikirimkan ayahnya ke Mekah buat menunaikan ibadah haji dan melanjutkan belajarnya di sana. Di Mekah, dia masuk ke Madrasah Shalatiyah, sebuah madrasah yang sebagian akbar siswa & guru-gurunya dari berdasarkan al-Jawi (Melayu).[1] Ia belajar ilmu-ilmu keislaman kepada ulama-ulama populer, baik yang asal dari al-Jawi (Melayu) maupun dari Timur Tengah.
Di antara pengajar-guru Kiai As'ad saat belajar di Mekah antara lain:
- Syeikh Abbas al-Maliki
- Syeikh Hasan al-Yamani
- Syeikh Muhammad Amin al-Quthbi
- Syeikh Hasan al-Massad
- Syeikh Bakir (K.H. Bakir asal Yogyakarta)
- Syeikh Syarif as-Sinqithi
Setelah beberapa tahun belajar pada Mekah, Kiai As'ad lalu pergi ke Indonesia.[1] Setelah hingga di kampungnya, ia nir langsung mengajar pada pesantren ayahnya, Kiai As'ad tetapkan buat memperdalam ilmunya & melanjutkan belajarnya. Ia pulang ke berbagai pesantren & singgah berdasarkan pesantren satu ke pesantren lain, baik untuk belajar juga hanya buat ngalaf barakah (mengharap berkah) menurut para kiai.
Membina Pesantren
Pada tahun 1908, sesudah pindah ke Situbondo, Kiai As'ad & ayahnya beserta para santri yang ikut datang dari Madura membabat alas (menebang hutan) di Dusun Sukorejo buat didirikan pesantren dan perkampungan. Pemilihan tempat tadi atas saran 2 ulama terkemuka berasal Semarang, Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah.
Usaha Kiai As'ad dan ayahnya tersebut akhirnya terwujud. Sebuah pesantren mini yang hanya terdiri dari beberapa gubuk mini , mushala, dan asrama santri yang ketika itu masih dihuni beberapa orang saja.
Dari tahun 1914, pesantren tersebut berkembang bersamaan dengan datangnya para santri menurut banyak sekali daerah sekitar. Pesantren tersebutlah yang akhirnya dikenal menggunakan nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah.
Setelah K.H. Samsul Arifin meninggal pada tahun 1951, pondok pesantren tadi ganti diasuh sang Kiai As'ad. Di bawah kepemimpinan Kiai As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah berkembang semakin pesat, dengan bertambahnya santri hingga mencapai ribuan. Kemudian, forum pendidikan dari pesantren tersebut akhirnya semakin diperluas, tanpa meninggalkan sistem lama yang menerangkan ciri spesial pesantren. Pesantren tersebut mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah, lalu didirikan juga sekolah generik misalnya SMP, Sekolah Menengah Atas, dan SMEA.
Wasiat
Meskipun Kiai As'ad telah mati, namun dawuh (petuah ) maupun perkataannya masih inheren dan diikuti sang para santri & pecintanya. Di antara wasiat (pesan) Kiai As'ad yang pernah dia sampaikan pada para santrinya merupakan:
- Santri Sukorejo yang keluar dari NU (Nahdlatul Ulama), jangan berharap berkumpul dengan saya di akhirat.
- Santri saya yang pendiriannya tidak dengan saya, saya tidak bertanggung jawab di hadirat Allah SWT (Subhanahu Wa Ta'ala).
- Santri saya yang pulang atau berhenti harus ikut mengurusi dan memikirkan paling tidak salah satu dari tiga hal, yakni: Pendidikan Islam, dakwah melalui NU dan ekonomi masyarakat.
- Istiqamah (terus menerus) membaca Ratibul Haddad.
- Santri saya sebenarnya umum, anak siapa saja, dalam keadaan bagaimana saja, pasti selamat dan jaya asal jujur, giat dan ikhlas.
H.M. Bibit Suprapto (2009). Ensiklopedi Ulama Nusantara. Gelegar Media Indonesia
Syamsul A. Hasan (2003). Kharisma Kiai As'ad di Mata Umat. PT LKiS Pelangi Aksara
0 comments:
Post a Comment