Armada Belanda pada abad ke-17. Foto: Public Domain
Harian Sejarah -VOC dalam menjalankan Imperialisme dan Kolonialisme di Nusantara tidaklah selalu berjalan dengan mudah. VOC kerap kali mendapatkan perlawanan dari daerah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai VOC. Perlawanan itu seringkali melibatkan kaum Bangsawan Kerajaan yang merasakan ketidakadilan di masyarakat atau mungkin sekedar ingin mendaatkan kekuasaan yang serupa. Dan hal itu menjadi hambatan dalam mencaapai tujuan dari VOC, yaitu :
- Menguasai pelabuhan penting.
- Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
- Melaksanakan monopoli perdagangan di Indonesia.
- Mengatasi persaingan antara Belanda dengan pedagang Eropa lainnya.
Persinggungan Dengan Kekuatan Politik Lokal
1. VOC vs Sultan Nuku ( Ambon 1660-1700)
Konflik terkait perseteruan monopoli dagang VOC di Ambon & penghilangan nyawa terhadap Sultan Babullah yang merupakan Sultan menurut Kerajaan Tidore, yg akhirnya menimbulkan perlawanan berdasarkan Anak Sultan Babullah,Sultan Nuku. Kemudina Sultan Nuku bersama masyarakat dibantu dengan Inggris melakukan perlawanan yang dapat mengusir VOC dari Tidore & menyatukan kekuatan menggunakan Tertante.
2. VOC vs Sultan Hanasudin ( Makasar 1666-1667)
Bersumber menurut cerita dalam syair Perang Makasar. Mengambarkan sebuah kondisi perebutan intervensi perdagangan dikawasan Nusantara bagian timur. Perebutan intervensi tadi melibatkan kekuatan VOC menggunakan Aru Palaka, Raja Kerajaan Bone melawan Sultan Hasanudin menurut Kerajaan Makasar (Goa-Tallo) yg dimenangkan sang koalisi VOC-Aru Palaka (1666-1700).
Hasil menurut perseteruan tadi merupakan terikatnya Kerajaan Makasar dengan Perjanjian Bongaya yang menaruh konsesi monopoli VOC terhadap pelabuhan dikawasan Nusantara Timur dan pengakuan makasar kepada Aru Palaka sebagai Raja Bone. Hal ini berdampak pada perginya pedagang muslim mencari pelabuhan lain ke Jawa, Kalimantan sampai Afrika
3. Penyerangan Batavia oleh Sultan Agung, Mataram (1628 dan 1629)
Suatu usaha oleh Sultan Agung untuk menaklukan Batavia yang dianggap sebagai factor yang meghambar dalam rangka penyatuan seluruh Jawa di bawah kekuasaan Mataram. Mataram melakukan serangan dengan membawa pasukan yang besar ( >100 ribu pasukan) untuk menaklukan Batavia yang pada saat itu hanya berpenduduk sekitar 2000 orang dari beragam etnik di dunia. Penyerangan terhadap Batavia dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso
- Penyerangan pertama dilakukan pada 1928 namun menuai kegagalan akibat kurangnya logistik, minimnya persentajaat serta diserati berkhianatnya bupati-bupati di daerah pesisir.
- Penyerangan kedua dilakukan pada 1929 setelah serangkaian pergantian bupati-bupati yang dinilai loyal terhadap sultan, serta membangun lubung padi di Karawang-Bekasi untuk pemenuhan logistik. Serangan ini pun gagal karena Belanda mengetahui adanya lubung beras tsb dan membakarnya, serta kekalahan Mataram dalam perang di laut.
4. Permasalahan menggunakan Pemukiman Cina (1740)
Suatu pembantaian terhadap etinis Cina yang dilakukan oleh Belanda yg sebelumnya mempercayai Orang Cina menjadi Collector Tax Tol (Penarik Pajak Pelabuhan) yang diawali sang permasalaan Pajak, dimana Belanda ingin menaikan Pajak terhadap orang Cina.
Selain itu lantaran ketakutan Belanda akan adanya perlawanan orang cina akibat Migrasi akbar-besaran orang Cina ke Nusantara lantaran pergolakan politik di Cina Daratan. Pada pembantaian ini sekira 40.000 orang cinta meninggal. Hal ini jua berujung nanti dalam Perang Cina ? Jawa (1743-1744) di semarang yang dapat diakhiri dengan restorasi oleh VOC (1744).
5. Konflik dengan Untung Suropati dan Pangeran Trumojoyo (Madura)
Suatu upaya kudeta oleh Pangeran Trumojoyo & Untung Suropati terhadap Amangkurat I yang dievaluasi membawa Mataram dalam persekutuan menggunakan VOC & membangun ketidakadilan. Sultan Amangkurat I berhasil terusir berdasarkan Mataram yg kemudian meminta bantuan pada VOC & melakukan penyerangan pulang. Penyerangan ini berbuah kemenangan di pihak VOC, namun Amangkurat I tewas pada perlawanan. Gelar Raja disematkan kepada Amangkurat II.
Perjanjian Giyanti dan Salatiga
Perjajian ini diprakarsai atas pertarungan yg terus berlaurut pada internal Istana Kerajaan Mataram. Untuk meredam konfil internal tersebut. VOC menetapkan buat melakukan pembagian kekuasaan atas beberapa wilayah di Mataram yang berujung pada pemecahan daerah.
- Perjanjian Giyanti 1755 : Memuat putusan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah : Surakarta (Solo) dan Yogyakarta
- Perjanjian Salatiga 1757 : Memuat putusan bahwa wilayah Surakarta dan Yogyakarta dipecah kembali:
- Surakarta menjadi Surakarta dan Mangkunegara (Bawahan Surakarta)
- Yogyakarta menjadi Yogyakarta dan Paku Alam (Bawahan Yogyakarta)
0 comments:
Post a Comment