I Gusti Made Agung dikenal menjadi Raja Badung VII. Ia menentang penjajahan Belanda melalui karya-karya sastranya yang membangkitkan semangat perjuangan. Di antara karya sastranya merupakan Geguritan Dharma Sasana, Geguritan Niti Raja Sasana, Geguritan Nengah Jimbaran, Kidung Loda, Kakawin Atlas, & Geguritan Hredaya Sastra.
Perjuangannya melawan penjajah menciptakan Pemerintah Bali mengabadikannya sebagai patung pada perempatan Jalan Veteran Denpasar-Jalan Pattimura, Denpasar. Lokasi ini dipilih karena berada paling dekat dengan Lapangan Puputan Badung, tempatnya gugur waktu bertempur pasukan penjajah.
Pada September 1906, Pemerintah Hindia Belanda menciptakan pasukan akbar pada bawah pimpinan Jenderal Mayor M. B. Rost van Tonningen karena blokade ekonomi tidak berhasil menghancurkan Kerajaan Badung. Pembentukan pasukan ini tidak menciptakan Raja Badung VII menyerah. Sebaliknya, beliau memilih buat berperang melawan pasukan Belanda tadi hingga gugur pada medan pertempuran pada 20 September 1906. Pertempuran ini lebih dikenal dengan nama Puputan Badung.
Dalam catatan sejarah, pertempuran Puputan Badung berlangsung 109 tahun lalu, saat itu I Gusti Ngurah Made Agung menjabat menjadi Raja Denpasar VII (1902-1906). Saat gugur, usianya masih 30 tahun & berstatus lajang. Dia lah yg memimpin perlawanan rakyat Badung melawan serangan militer Belanda yg ketika itu mendarat di Pabean Sanur, Denpasar Selatan.
Selang 109 tahun selesainya dia gugur di medan perang, I Gusti Ngurah Made Agung dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Penobatan ini wajib menunggu selama 7 tahun semenjak diusulkan pada 2008 silam.
0 comments:
Post a Comment