Traktat Nanjing yang ditandatangani pada 1842 mengakhiri perang antara Dinasti Qing & Inggris dalam Perang Opium Pertama. Tetapi Inggris masih belum puas output perjanjian tadi dan Inggris meminta Qing membuka seluruh pelabuhannya buat pedagang Inggris, menghapus pajak impor komoditas berdasarkan Inggris, & melegalkan perdagangan opium. Pihak Qing sendiri tidak eksklusif menuruti permintaan Inggris tadi.
Pada 8 Oktober 1856 kapal The Arrow yang berasal menurut Hong Kong ditangkap oleh pihak keamanan Qing lantaran tuduhan penyeludupan. Hal ini dimanfaatkan Inggris agar Qing segera menuruti permintaan Inggris. Pihak Inggris meminta Qing buat melepaskan awak kapal The Arrow yang ditahan namun pihak Qing menolak menggunakan alasan menegakkan hukum pada wilayah Qing. Penolakan tadi dibalas Inggris menggunakan membombardir benteng-benteng dan kapal-kapal Qing berdasarkan bulan Oktober hingga November 1856.
Dalam perang ini Inggris turut dibantu oleh Prancis. Prancis bergabung ke pada perang lantaran insiden pembunuhan seorang misionaris yang bernama August Chapdelaine oleh pihak Dinasti Qing pada bulan Februari 1856 atas tuduhan mengembangkan agama tanpa biar dan mendukung gerakan pemberontakan Kristen Taiping. Memasuki tahun 1857 pasukan Inggris-Prancis merebut beberapa benteng disekitar Canton. Sesudah itu giliran kota Canton yg berhasil dikuasai pasukan Inggris-Prancis.
Setelah menguasai Canton pasukan Inggris-Prancis berkecimpung menuju Tianjin dan pada bulan Mei 1858 benteng Taku yg berada di Tianjin berhasil diduduki pasukan Inggris-Prancis. Lantaran terus mengalami kekalahan maka pihak Qing menyerah kepada Inggris dan Prancis. Pada bulan Juni 1858 melaksanakan perundingan pada Tianjin. Hasil perundingan tersebut berisi Inggris, Prancis, Rusia, dan AS diperbolehkan mendirikan kantor kedutaan pada Beijing, membuka 11 pelabuhan bagi pedagang asing, memperbolehkan kapal asing buat berlayar di Sungai Yangtze, & Qing harus membayar ganti rugi perang sebanyak 8 juta tael perak (1 tael=37 gram).
Penguasa Dinasti Qing, Kaisar Xianfeng membatalkan isi Perjanjian Tianjin lantaran didesak oleh penasihatnya & keliru satu selirnya yg bernama Yi (nantinya dia dikenal menjadi Empress Dowager Cixi) yg memiliki sentimen anti-barat. Pada tahun 1860 babak baru perang antara Inggris-Prancis & Qing dimulai. Inggris & Prancis akhirnya mendaratkan pasukannya di Tianjin & segera berkiprah ke kediaman kaisar pada Beijing.
Sepanjang bepergian pasukan Inggris-Prancis sempat dicegat oleh pasukan Qing namun pasukan Qing bisa dikalahkan sang pasukan Inggris-Prancis. Sesampainya pada Beijing di bulan Oktober 1860 pasukan Inggris-Prancis memasuki komplek istana lalu membakarnya dan menjarah barang-barang berharga. Perang benar-sahih berakhir dalam 21 Oktober 1860.
Setelah peristiwa pembakaran dan penjarahan kompleks istana Qing pihak Qing, Inggris, dan Prancis mengadakan perundingan pada Beijing. Pihak Qing akhirnya mau menyetujui isi Perjanjian Tianjin ditambah poin-poin tambahan yaitu melegalkan perdagangan opium, menghentikan kekerasan terhadap misionaris, dan menyerahkan pesisir Kowloon yang berada di sebrang Hong Kong pada Inggris.
Berakhirnya Perang Opium menandai dimulainya periode "Century of Humiliationdanquot; atau masa-masa waktu terjadi intervensi bangsa asing terhadap politik di Cina yang membuat negara tersebut perlahan digerogoti oleh imperialisme bangsa asing & hal ini terjadi kurang lebih selama satu abad hingga tahun 1949. Selain itu kekalahan pada Perang Opium mengawali periode kemunduran Dinasti Qing yang berujung dalam digulingkannya Dinasti Qing menurut kekuasaan Cina dan digantikan menggunakan sistem republik pada tahun 1911.
Sumber: OA Historypedia Line
Penulis: Wellington
0 comments:
Post a Comment