Di tengah hiruk pikuk berkoar-koarnya para agamis dan politis yg saling melemparkan opini-opini mereka tentang dogma yang mereka anut. Semua perkataan mereka dianggap suci bagi yg sejalan dengan mereka, ya, sesuai dengan pemikiran masing-masing.
Maklum saja dunia sedang dibolak-balik oleh para penguasa maupun para ulama yg sedang mempermainkan warga . Agar dirinya yang sakit dipercaya waras & mereka yg waras dianggap sakit. Tidak ada kekacauan pada global tanpa ditimbulkan oleh cara berpikir yg saling bersebrangan itu. Dan rakyat kurang terlatih dalam pemikiran mereka sebagai akibatnya mereka mudah dimanipulasi oleh kekuasaan.
Seharusnya masyarakat kita mempelajari ilmu filsafat. Secara umum memang begitu muskil, tapi setidaknya ini mengajarkan kita untuk berpikir kritis. Terlebih lagi Indonesia terlalu banyak pemahaman dan doktrin menjuru kesesatan. Anehnya masyarakat kita mudah menerima dan terprovokasi dengan pemahaman yang ditafsir secara bebas ala habib dan syeikh yang belajar sanad tidak jelas. Tanpa bertanya, mereka langsung menganggukan kepala kemudian menyuarakan yang mereka dengar. Mungkin ini akibat dari sepatah kalimat “ ‘Sami’na wa atho’na ” yang artinya kami dengar, kami taat. Seharusnya di zaman yang sudah bisa dibilang gila dan penuh euforia dosa kalimat itu diganting dengan “ ‘Sami’na wa ‘ashoina” yang artinya kami dengar, tapi kami tidak menaatinya.
Kita harus bertanya, sekalipun itu sudah terlihat jelas. Bertanya adalah berpikir, tidak bertanya berarti tidak berpikir, bukan jawaban yang kita pelajari, tetapi berpikir mencari jawaban yang mesti kita lakukan. Menerima jawaban tanpa penalaran imaji sama dengan menerima sampah, seperti alunan lidah orang yang keluar dari kebodohan.
Keuntungan menilik filsafat menjadi cara cerdas bagi jiwa buat tetap waras & tumbuh berevolusi. Terutama saat dunia makin sakit & sistem nilai kian tergedrasi. Filsafat sendiri memampukan kita menyusun sendiri pegangan pada antara berbagai informasi dan pendapat yang membingungkan, serta mampu membuat benteng pertahanan berdasarkan pemahaman garis keras yg sekarang berkembang liar dan sombong.
Maka daripada itu, mempelajari filsafat sangat menguntungkan bagi masyarakat dalam berpikir lebih kritis lagi pada menghadapi dilema dalam biasanya. Dan tujuan menurut filosof sendiri nir hanya buat nilai akademis, akan tetapi filosof dibutuhkan sanggup menciptakan suatu pemikiran dalam memecahkan sebuah pertanyaan fundamental. Seperti ?Siapa engkau ?? Dan ?Menurut manakah datangnya dunia??
Mempelajari filsafat yg saya uraikan tadi, bukanlah sebuah saran yang sanggup dipertimbangkan penting dan fungsinya pada keseharian. Tapi menjadi suatu keharusan bagi yang ingin terlepas menurut doktrin dan pemahaman sesat. Dan mencari memahami lebih mendalam makna kajian hayati. (S.A./2016)
Kiriman dari :Adipati Prakash Setiawan
Anda dapat mengirimkan goresan pena anda melalui email ke hariansejarah@gmail.Com
0 comments:
Post a Comment