Ia ikut ambil bagian pada saat penyusunan naskah proklamasi dan memegang peranan sangat penting dalam memperbaiki butir pertama berdasarkan Piagam Jakarta yg kemudian menjadi Pancasila. Ia yg menyarankan agar butir pertama pancasila berbunyi, ?Ketuhanan Yang Maha Esa?.
Putra pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jero Ratna Kusuma ini berhasil merampungkan kuliah di bidang hukum dan meraih gelar Meester in de Rechten menurut Rechts Hoge School, Batavia. Selepas itu, dia mulai mengabdikan diri pada tempat kerja Residen Bali dan Lombok pada Singaraja.
Pada 7 Agustus 1945, Pemerintah Jepang yang berkedudukan pada Jakarta membangun Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia [PPKI] yg beranggotakan 27 orang. I Gusti Ketut Pudja lalu terpilih sebagai keliru satu anggota PPKI mewakili Sunda Kecil [Bali dan Nusa Tenggara]. PPKI bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, telah berdiri BPUPKI. Selanjutnya dalam 16 Agustus sampai 17 Agustus 1945 dinihari, Pudja turut hadir pada perumusan naskah proklamasi pada tempat tinggal Laksamana Maeda yg berlokasi di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta Pusat. Pudja jua menyaksikan momen bersejarah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Sehari sesudah proklamasi, PPKI mengadakan kedap guna membahas Piagam Jakarta [Jakarta Charter] yang merupakan output kompromi tentang dasar negara Indonesia. Piagam tadi adalah output rumusan Panitia Sembilan yakni panitia kecil yang dibentuk sang BPUPKI. Di dalam Piagam yang disetujui pada 22 Juni 1945 itu berbunyi, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi semua masyarakat Indonesia.
Pudja mengusulkan perubahan butir pertama & menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan ini diterima. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan & kesatuan bangsa. Setelah buah pertama diganti, dalam sidang kedua yang beragendakan penyusunan UUD, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah [preambule]. Bersamaan menggunakan penetapan rancangan pembukaan dan btg tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I, 18 Agustus 1945, Pancasila pun ditetapkan menjadi dasar negara Indonesia. Pudja selalu hadir pada proses-proses krusial itu.
Pada 22 Agustus 1945, presiden lalu mengangkat Pudja sebagai Gubernur Sunda Kecil yang waktu itu diklaim Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia Sunda Kecil. Keesokan harinya, Pudja datang di kampung halamannya, Bali, menggunakan membawa mandat pengangkatannya menjadi Gubernur & eksklusif memulai tugasnya.
Hal pertama yg dilakukannya adalah menyebarluaskan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai ke desa-desa terpencil pada Bali. Pudja mengungkapkan latar belakang proklamasi & struktur pemerintahan Republik Indonesia dan membicarakan bahwa ia adalah Gubernur Sunda Kecil output pemilihan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yg disahkan sang Presiden RI. Pudja pula mulai mengadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali menjadi daerah Sunda Kecil dengan mak kotanya Singaraja.
Pudja juga pernah mendapat amanat dari presiden buat sebagai pejabat pada Departemen Dalam Negeri. Jabatan lain yang pernah diembannya adalah sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan [BPK] hingga beliau memasuki masa purnabakti pada tahun 1968.
I Gusti Ketut Pudja mangkat dunia usia 68 tahun. Pada 1977, I Gusti Ketut Pudja ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasanya dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Bourbon