Saat itu usia Republik Indonesia belum genap setahun. Di Yogyakarta, ibu kota negara, suasana genting melanda. Sekelompok orang dari Persatuan Perjuangan menculik perdana menteri pada Jakarta & beberapa menteri kabinet. Keadaan darurat diberlakukan. Pada 3 Juli 1946, pelaku utama datang ke Istana negara membawa tuntutan pembubaran kabinet, tetapi presiden menolak dan segera menangkap orang-orang Persatuan Perjuangan, termasuk tokohtokoh intelektualnya. Inilah kudeta pertama di Indonesia yg gagal & tokoh-tokohnya segera diadili. Tugas berat mengadili ini jatuh pada Kusumah Atmaja. Ia harus mengadili teman-temannya sendiri yang terlibat kudeta. Satu ungkapan populer darinya, ?Meskipun bumi runtuh dan langit pun jatuh, keadilan wajib ditegakkan!?. Ia seseorang hakim yg tegas demi aturan tanpa pandang bulu.
Sang pengadil ini bernama lengkap Raden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja. Ia Ketua Mahkamah Agung RI pertama. Anak priyayi ini mengenyam pendidikan sekolah dasarnya pada kota kelahirannya. Selepas menamatkan ELS, beliau pergi ke Batavia buat studi hukum pada Rechtschool dalam 1919. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Universitas Leiden dan menyandang gelar doctor in de Rechtsgeleerdheid [doktor Ilmu Hukum] pada 1922.
Pulang ke Hindia Belanda, Kusumah Atmadja menjadi hakim di Raad Van Justitie [setingkat Pengadilan Tinggi] Batavia. Setahun lalu, dia diangkat sebagai Voor Zitter Landraad [Ketua Pengadilan Negeri] Indramayu. Setelahnya, ia pernah jua sebagai hakim pengadilan tinggi Padang, kepala pengadilan negeri Semarang, dan hakim pengadilan tinggi Semarang.
Pada masa pendudukan Jepang, Kusumah Atmaja permanen bekerja di bidang pengadilan, dan berusaha sebisa-bisanya untuk membela kepentingan masyarakat kecil. Pada 1942, ia menjabat menjadi kepala Tihoo Hooin [Pengadilan Negeri] di Semarang. Selain itu, ia jua diangkat sebagai Pemimpin Kehakiman Jawa Tengah pada 1944. Ia jua menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia [BPUPKI] dalam 1945.
Sesudah Indonesia merdeka, dia ditugasi menciptakan Mahkamah Agung & diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Ia bertugas pula sebagai guru akbar Sekolah Tinggi Kepolisian dan Universitas Gajah Mada. Dua kali dia diangkat sebagai penasihat delegasi Indonesia pada Perundingan Linggajati dan Konferensi Meja Bundar [KMB]. Saat kekacauan melanda, Belanda pernah membujuknya agar mau bekerjasama. Pada 1947, dia ditawari sebagai wali Negara Pasundan dan sebagai Ketua Mahkamah Agung bentukan Belanda. Kedudukan itu jelas tinggi & uang yang diterima juga pasti tinggi. Akan namun, ke 2 tawaran itu ditolaknya menggunakan tegas. Ia lebih memilih mendukung Republik Indonesia.
Saat terbentuk RIS [Republik Indonesia Serikat] pada 1949, Kusumah Atmaja tetap memegang jabatan Ketua Mahkamah Agung. Setelah terbentuk kembali Negara Kesatuan RI, ia juga masih memegang jabatan yang sama. Jabatan krusial ini terus dijalankan sampai beliau tewas dalam usia 53 tahun di Jakarta. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Atas jasa-jasanya dalam membangun tatanan hukum dan pengadilan Indonesia, pemerintah memberi hadiah gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional dalam 1965.