Harian Sejarah -Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang. Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung. Seorang stigmatis, yaitu orang yang menderita akibat stigmata, dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu. Stigmata dapat kelihatan, dapat pula tidak kelihatan; dapat permanen, dapat pula sementara waktu saja.
Sebagian orang yg nir percaya, akan menghubungkan pertanda luka-luka yang demikian, yang timbul atas diri seorang, dengan suatu penyakit atau bahkan menggunakan suatu syarat psikologis tanpa memikirkan gagasan adikodrati. Tentu saja, Gereja jua pertama-tama berusaha memastikan bahwa luka-luka tersebut bukan asal dari karena-sebab alamiah, dan mencari bukti adikodrati guna menandakan bahwa stigmata tersebut sungguh merupakan suatu tanda dari Tuhan. Gereja pula hendak memastikan bahwa stigmata tersebut bukanlah suatu indikasi berdasarkan setan guna membangkitkan suatu kegemparan rohani yang menyesatkan orang poly.
Oleh sebab itu, karena stigmata merupakan suatu indikasi persatuan dengan Tuhan kita yg tersalib, seorang yg benar-benar stigmatis haruslah hayati dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan dengan gagah berani, tabah dalam menanggung penderitaan baik fisik maupun jiwa, dan hampir senantiasa mencapai tingkat persatuan ekstasis dengan-Nya dalam doa.
Tanda luka-luka berdasarkan stigmata yang benar itu sendiri juga berbeda menurut luka-luka yang muncul dampak penyakit: Stigmata yang sahih, sinkron dengan luka-luka Tuhan kita, sedangkan luka-luka yang muncul dampak penyakit akan timbul secara rambang dalam tubuh. Stigmata yang sahih, mencucurkan darah teristimewa pada hari-hari di mana dikenangkan Sengsara Yesus (contohnya dalam hari Jumat & Jumat Agung), ad interim luka-luka yg timbul akibat penyakit tidak demikian.
Stigmata yg sahih, memancarkan darah yang higienis dan murni, sedangkan yang ada akibat penyakit memancarkan darah yg disertai nanah. Darah yang memancar menurut stigmata yang sahih, sekali waktu bisa terpancar dalam jumlah akbar tanpa mencelakakan oleh stigmatis, sedangkan yg asal berdasarkan penyakit akan melemahkan orang secara serius hingga diperlukan transfusi darah. Stigmata yang sahih, tidak dapat disembuhkan baik melalui medis ataupun perawatan lainnya, sedangkan yang timbul dampak penyakit bisa disembuhkan. Yang terakhir, stigmata yg benar, ada secara tiba-datang, sedangkan yg muncul akibat penyakit timbul perlahan-huma seturut periode waktu dan bisa dihubungkan dengan penyebab psikologis dan fisik yg utama.
Para stigmatis yg benar, mengalami keterkejutan atas munculnya stigmata. Tanda ini bukanlah sesuatu yg mereka ?Mohon dalam doa?. Terlebih lagi, pada kerendahan hati, tak jarang mereka berusaha menyembunyikannya supaya tak menarik perhatian orang terhadap dirinya.
Stigmatis pertama ?Yg dinyatakan sah? Merupakan St Fransiskus berdasarkan Assisi (1181 - 1226). Pada bulan Agustus tahun 1224, ia dan beberapa biarawan Fransiskan lainnya mengadakan perjalanan ke Mount Alvernia di Umbria, dekat Assisi, buat berdoa. Di sana, St Fransiskus memohon buat diperkenankan ikut ambil bagian pada sengsara Kristus. Pada Pesta Salib Suci, 14 September 1224, St Fransiskus menerima penglihatan: ia dipeluk oleh Yesus yg tersalib. Sengsara berdasarkan Jumat Agung yg pertama tercurah atas dirinya, & ia mendapat stigmata.
St Fransiskus berusaha menyembunyikan pertanda karunia yang kuasa ini berdasarkan yang lainnya, menggunakan membalut ke 2 tangannya menggunakan jubahnya dan mengenakan sepatu serta kaus kaki (yg tidak biasa ia lakukan). Lama-kelamaan, rekan-rekan biarawan memperhatikan perubahan pada cara berpakaian St Fransiskus dan juga sengsara fisiknya, maka terungkaplah rahasia stigmatanya. Pada akhirnya, atas nasehat para rekan biarawan, St Fransiskus mulai membiarkan stigmatanya terlihat orang lain. St Fransiskus mengatakan, ?Tak suatupun yang memberiku penghiburan begitu besar selain menurut merenungkan hidup & sengsara Tuhan kita. Andai saya hayati hingga akhir jaman, saya tak akan membutuhkan buku lain.? Sudah tentu, kasih St Fransiskus pada Tuhan kita yg tersalib, yang diungkapkannya melalui perhatiannya pada mereka yang malang dan menderita, mendatangkan karunia stigmata baginya.
St Katarina menurut Sienna (1347-1380), yg dianugerahi pengalaman-pengalaman mistik & penglihatan-penglihatan semenjak ia masih berusia enam tahun, juga dianugerahi stigmata. Pada bulan Februari 1375, saat mengunjungi Pisa, beliau ikut ambil bagian dalam Misa pada Gereja St Kristina. Setelah menyambut Komuni Kudus, dia karam dalam meditasi mendalam, ad interim matanya menatap lekat dalam salib. Sekonyong-konyong, dari salib datanglah 5 berkas sinar berwarna merah darah yg menembusi ke 2 tangan, kaki & lambungnya, menyebabkan rasa sakit yang luar biasa hebat hingga dia jatuh tak sadarkan diri. St Katarina dari Sienna mendapat stigmata, yang hanya tampak olehnya saja, hingga sesudah akhir hayatnya.
Mungkin stigmatis yang paling termasyhur adalah St Padre Pio. Ia dilahirkan pada tahun 1887, dianugerahi penglihatan-penglihatan semenjak umurnya masih lima tahun, dan sejak usia dini sudah menetapkan buat mengabdikan hidupnya bagi Tuhan. Padre Pio masuk biara Kapusin Fransiskan pada tahun 1903 & ditahbiskan sebagai imam dalam tahun 1910. Katanya, ?Aku terbakar habis sang kasih kepada Tuhan dan sang kasih pada sesamaku.?
Pada lepas 5 Agustus 1918, Padre Pio mendapat penglihatan di mana dia merasa dirinya ditikam dengan sebilah tombak; sesudahnya luka akibat tikaman tombak itu tinggal pada tubuhnya. Kemudian, pada tanggal 20 September 1918, ketika ia memanjatkan syukur sesudah perayaan Misa, beliau jua mendapat luka-luka Tuhan kita pada kedua kaki dan tangannya. Setiap hari, Padre Pio kehilangan kurang lebih satu cangkir darah; luka-luka itu nir pernah menutup ataupun bertambah parah. Pula, bukannya bau darah, melainkan bau harum yg semerbak terpancar berdasarkan luka-lukanya.
Sepanjang hidupnya, Padre Pio memahami sahih kedahsyatan sengsara Juruselamat kita akibat tangan-tangan mereka yg berada di dalam maupun di luar Gereja, jua akibat setan. Walau demikian, Padre Pio menyampaikan, ?Aku ini hanyalah suatu indera dalam tangan Tuhan. Aku bermanfaat hanya apabila dikendalikan sang Penggerak Ilahi.? Stigmata tinggal dalam tubuh Padre Pio sampai akhir hayatnya. Paus Paulus VI berkata tentangnya, ?Lihat, betapa masyhurnya dia, betapa semua dunia berkumpul sekelilingnya! Namun mengapa? Apakah mungkin karena dia seseorang filsuf? Lantaran beliau bijak? Lantaran beliau cakap pada pelayanan? Karena beliau mempersembahkan Misa menggunakan rendah hati, mendengarkan pengakuan dosa menurut fajar sampai gelap dan - tidak gampang mengatakannya - beliau merupakan dia yang menyandang luka-luka Tuhan kita.?
Tak poly berdasarkan antara para kudus yang dianugerahi stigmata; & mereka yg dianugerahinya, misalnya St Fransiskus, St Katarina dan St Padre Pio, tahu secara mendalam sengsara Tuhan kita. Sementara stigmata mungkin membangkitkan rasa takjub kita, tanda itu sendiri & mereka yang menderitanya hendaknya sebagai inspirasi bagi kita dalam mengejar persatuan yg lebih mesra dengan Tuhan kita, teristimewa menggunakan seringkali mendapat Sakramen Tobat & menyambut Ekaristi Kudus.
Kisah Theresi Neumann
Foto: media.Bizarrepedia.Com
Kejadian Aneh Stigmata ini umumnya terjadi pada lingkungan Tradisi Iman Kristen Katolik yakni biarawan atau biarawati 'terpilih' lah yang mengalaminya. Aneh Tapi Nyata luka ini muncul secara tiba-tiba dan mengeluarkan darah baru yg segar tanpa meninggalkan infeksi bagi stigmatic, sebutan buat orang yg mengalami mukjizat aneh ini. Pernahkah anda menonton Film Stigmata yang dulu booming pada tahun 1999 misalnya itulah kira-kira gambaran bagi penderita stigmatic.
Salah satunya dialami sang wanita dengan nama panggilan Resl, Therese Neumann wanita dari Konnersreuth Bavaria Jerman ini dilahirkan dalam tahun 1898 dari sebuah keluarga Katolik yang terbilang miskin.
Suatu waktu ketika umurnya menginjak 20 tahun kobaran api melalap gudang Martin Neumann pamannya, pada mana Thresia bekerja. Saat membantu memadamkan barah itulah Resl mengalami kecelakaan. Ia jatuh ke tanah dengan rasa teramat nyeri di punggung. Ia tidak bisa berjalan dan harus dipapah pergi.
Kecelakaan ini membuatnya lumpuh sebagian di punggung & kejang-kejang hebat pada kedua kaki. Dokter tak dapat mendatangkan kesembuhan. Keadaan Resl semakin memburuk berdasarkan hari ke hari. Klimaks berdasarkan penderitaannya terjadi pada bulan Maret 1919 waktu dia menjadi sama sekali buta.
Resl, gadis yang dulu sangat aktif, kini harus terbaring pada loka tidur karena kebutaan, sawan, nyeri di punggung & ke 2 kaki dan borok-borok bernanah di punggung & kakinya. Ia kemudian menghabiskan hidupnya dengan berbaring di ranjang selama 6,5 tahun. Keluarganya selalu menghibur menggunakan membacakan bacaan-bacaan rohani.
Ajaib, beliau mengalami kesembuhan & sempurna 1 tahun lalu dia menerima stigmata di bagian jantung & ke 2 telapak tangannya. Saat itu juga ia berpuasa penuh selama 36 tahun sampai ajalnya, sebagai akibatnya kuliner dan minuman satu-satunya hanyalah 'Tubuh Kristus'.
Source: Romo William P. Saunders dan Dark Side of Dimension
0 comments:
Post a Comment