Jika anda seorang yang ingin bercita-cita menjadi politisi ataupun anda dalam hal ini sekarang seorang politisi, alangkah baiknya anda membaca nasihat-nasihat dari Machiavelli. Saya akui memang nasihat ini terkesan amoral,bahkan otoritas gereja pun menentang pemikiran seorang Machiavelli. Namun anda perlu tau bahwasannya politik itu memang kejam. Bahkan saya yakin pembunuhan-pembunuhan manusia secara masal dari lampau hingga sekarang, disebabkan karena politik. "Apakah selamanya politik itu kejam?" ucap bang Iwan fals.
Saya akan menjawab "Yah realitanya politik kejam, bahkan hubungan keluarga bisa rusak karena politik". tidak ada kawan abadi dan musuh abadi dalam politik. Oke tidak perlu lama saya akan menjelaskan nasihat Machiavelli dikutip dari bukunya The Prince(Sang Pangeran).
BukuThe Prince, atau Sang Pangeran menguraikan tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seorang seseorang untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Machiavelli dalam pemikirannya memberikan suatu pemikiran bahwa kekuasaan seorang penguasa harus dipertahankan apapun cara yang harus dilakukan.
Hal ini karena kekuasaan herbi prestise seorang penguasa terhadap rakyatnya. Seorang Penguasa yg longgar pada mempertahankan kekuasaannya akan dinilai rendah oleh rakyatnya. Seorang raja atau pangeran boleh mempergunakan cara yang lembut pada menenangkan pergolakan, tetapi jika pergolakan itu memicu terjadinya pemberontakan besar ? Maka Raja berhak bersifat otoriter bahkan mengerahkan militer untuk menumpas pemberontakan. Hal ini pulang lagi dalam petuah Machiavelli bahwa kekuasaan adalah simbol berdasarkan martabat seseorang penguasa (raja ataupun pangeran), sang karena itu martabat tadi wajib dipertahankan menggunakan cara papun (atau menghalalkan segala cara.
Citra Machiavelli yang menentang kekuasaan gereja juga terlihat pada buku the Discourse yang secara kentara menyatakan bahwa bahwa Kristianitas konvensional melemahkan manusia menurut kekuatan yg diharapkan buat menjadi masyarakat sipil yg aktif. Dalam the Prince pula terdapat penghinaan, disamping penghormatan, terhadap syarat gereja & kepausan dalam ketika itu.
Machiavelli merupakan seorang filsuf dan sejarawan yang hidup pada masa renaisance. Dalam pemikirannya ia menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh melemah dalam ikatan Kristianitas tetapi harus terikat pada masyarakat sipil. Dalam the Prince, Machiavelli mengungkapkan penghinaan, disamping penghormatan, terhadap kondisi gereja dan kepausan pada saat itu. Dan kekuasaan harus terbebas dari doktrinasi gereja-geraja. Hal tersebut karena seorang penguasa harus memiliki kekuasaan secara bebas, bukan diikat oleh dogma-dogma agama yang memperkecil kekuasaannya.
Metode-Metode
Dalam pemikiran seorang Machiavelli, ia sadar bahwa terdapat macam-macam bentuk pemerintahan. Ia kemudian membuat suatu metode-metode yang menurutnya efektif untuk menjalankan kebijakan sesuai dengan bentuk pemerintahan. Buku the Prince dikenal sebagai pegangan untuk menjalankan Pemerintahan Diktator, namun sebenarnya apa yang diungkapkan Machiavelli adalah bentuk pemerintahan Republik yang tersentralisasi.
Menurutnya buat mencapai kesuksesan, seseorang penguasa haruslah dilingkupi dengan mentri-mentri yg (1) setia, (2) sanggup, dan (3) kompetitif. Ia memperingatkan bahwa penguasa harus menjauhi diri dari penjilat & memimnta pendapat terhadapnya. Hal ini karena penjilat bukan menaruh solusi, namun hanya memaklumi kesalahan yang dibuat sang penguasa tanpa memberikan jalan. Hal ini berbahaya karena penguasa justru akan larut pada kesalahan yg akan membuat pemerintahannya rapuh.
Seorang penguasa yg cermat wajib mempekerjakan menteri yang mempu memberikan solusi & jalan atas kepentingannya. Bukam sama-sama putusan bulat dalam jalan yang salah .
Machiavelli menekankan pada atas segala-galanya yg terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan tentara yg diwajibkan dari masyarakat negara itu sendiri yg mampu dianggap; negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara berdasarkan negeri lain adalah lemah & berbahaya.
Sang Pangeran(penguasa) pada pemerintahannya haruslah menerima dukungan menurut rakyat. Lantaran jika nir, beliau nir punya sumber menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seseorang penguasa baru, buat memperkokoh kekuasaannya, wajib berbuat sesuatu buat mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yg nir menyenangkan warganya.
Bahkan ia berkata, “Seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan”.
Dari seluruh itu kita merogoh konklusi bahwa Machiavelli dalam pemikirannya menekankan dalam penguatan secara politik. Seorang penguasa haruslah menggunakan segala cara buat mempertahankan kekuasaan politiknya. Kekuasaan politik tadi dipertahankan bukan hanya buat menjaga wibawa pada rakyatnya. Tetapi buat negara-negara kurang lebih (mitra maupun versus). Hal ini didasari bahwa menggunakan kekuatan politik yang bertenaga ke pada, maka sebuah kerajaan akan memiliki kekuatan politik yg kuat jua ke luar. Sehingga kerajaan itu akan dipandang akbar oleh negara lain & mengantisipasi akan serangan dari luar dan pada.
Dalam perkembangannya nama Machiavelli, kemudian diasosiasikan oleh orang-orang Eropa dengan hal yang buruk, untuk menghalalkan cara untuk mencapai tujuan. Orang yang melakukan tindakan seperti ini disebut makiavelis. Hal ini karena pemikiran Machiavelli justru dipraktekan oleh penguasa yang menganut pahamnya untuk bersifat otoriter.- Harian Sejarah
Bourbon
0 comments:
Post a Comment