Batavia 1681: Picture of VOC Heeren?S and Vrouwen?S Grandeur and Cruelty in the Javanese Land
Harian Sejarah -Replika Kapal Batavia yang menggambarkan kapal kongsi dagang Belanda (VOC) yang berlayar pada abad 17 –mengingatkan kita pada masa-masa awal masuknya kolonialisme di Nusantara.
Mungkin cukup naif apabila menyebut bahwa Indonesia sudah dijajah selama kurang lebih tiga 1/2 abad dan hal itu, tampaknya nir sahih. Kunjungan pertama kongsi dagang Belanda yg terkesan arogan dalam sekitaran abad ke-16 dan ke-17 nir dapat diakui sebagai kekuasaan penuh dalam daerah-wilayah Nusantara.
Kunjungan mereka yang hanya mencapai Banten nir mungkin diartikan sebagai penguasaan jua terhadap Maluku & kepulauan rempah-rempah lainnya. Kendati demikian, kekejaman orang-orang yang tergabung pada kongsi dagang Hindia Timur Belanda itu ternyata telah menampakkan wujudnya pada sekitaran abad ke-17 ?Saat mereka telah memiliki Batavia menjadi sentra kamar dagang mereka.
VOC –menurut register-register mereka, ingin membuat Batavia seperti kota-kota mereka di daratan Eropa. Untuk membuatnya stabil dari luapan banjir dan menjadi kota yang sehat, pembangunan hadir di mana-mana. Beberapa tahun saja sejak mereka mendapatkan Batavia, kota itu sudah berubah menjadi kota dagang megah yang berisi pejabat-pejabat kongsi dagang dan budak-budaknya. Pada sekitaran 1681, kunjungan Jean Baptise Tavernier –seorang Prancis, menunjukkan pada kita tentang bagaimana orang-orang kaya baru Belanda itu berkelakuan di pusat dagang baru mereka.
Menurut Tavernier, kekayaan berlimpah-limpah yg datang dari dominasi baru mereka di tanah Jawa dan hubungan dagang mereka yg sering disertai intervensi politik pada daerah-daerah penghasil rempah menciptakan para pejabat ini sukses meraup laba . Kesuksesan yang luar biasa pada waktu singkat itu kemudian diikuti oleh sifat tamak & kesombongan yang mengalahkan para aristokrat pada Negeri Belanda sendiri.
Hal-hal ini secara tidak langsung didukung dan dikuatkan oleh negeri induk dengan memberikan jenderal-jenderal Hindia mereka harta dan pasukan untuk menjamin kemegahan armada-armada ‘dagang’ Belanda. Kendati mengirimkan modal dan dukungan yang luar biasa, jarang ada pejabat di Negeri Belanda yang mengetahui tindak kesewenang-wenangan dan kengerian luar biasa yang terjadi di Batavia serta sepanjang perjalanan menuju ke sana.
Dimulai dari perjalanan megah berdasarkan pelabuhan-pelabuhan sebelah barat Amsterdam, kapal-kapal Hindia mengarungi samudera & menambatkan talinya pada pelabuhan utara Batavia. Ketika sampai di Batavia ini, kekejaman dimulai. Serdadu-serdadu yg baru tiba akan diminta bertarung satu sama lain sang Mayor Batavia, hal ini demi mengetahui kekuatan prajurit. Mereka yang menang akan tinggal di Batavia sebagai ajudan-ajudan jenderal, namun mereka yg kalah akan dikirim jauh ke pulau-pulau berbenteng yg kondisinya kentara jauh sekali dari Batavia. Batavia yang dipenuhi kekayaan & kuda-kuda Arab dan Persia yg senantiasa mengawal pejabat-pejabat itu ke mana-mana.
Tavernier sendiri menyaksikan dengan mata kepalanya tentang bagaimana kemegahan dan kekayaan yang dipamerkan oleh para heeren (Bahasa Belanda: tuan-tuan) dan vrouwen (Bahasa Belanda: nyonya-nyonya) Batavia itu. Kereta yang membawa mereka keluar rumah ditarik oleh paling tidak enam ekor kuda dan enam prajurit tombak dengan pakaian yang bagus.
Belum lagi iring-iringan yang mengekor di belakang mereka terdiri berdasarkan sepasukan infantri & lain-lainnya. Kemegahan ini memang berguna bagi mereka buat menerima posisi bagus dalam perundingan dagang, namun jua terkadang menaruh kesan membuang sia-sia kekayaan kongsi dagang.
Salah satu kisah kekejaman tuan-tuan Belanda itu malahan datang dari gubernur jenderalnya sendiri –Heer Maetsuyker. Gubernur jenderal itu tidak memiliki anak dari perkawinannya selama bertahun-tahun dengan istrinya sehingga membuatnya ingin mendatangkan keponakannya dari Negeri Belanda. Karena kekuasannya yang besar, dikirimlah pesan pada mayor kota tempat keponakan gadisnya itu tinggal untuk kemudian memintanya datang ke Hindia. Setelah pencarian sulit yang dilakukan, ditemukanlah gadis sederhana penjual kubis itu dan disuruhlah pergi ke Hindia menumpang sebuah kapal yang dipimpin seorang laksamana muda.
Mengetahui betapa berharganya gadis yg menumpang kapalnya itu, laksamana muda menjaganya menggunakan sepenuh hati demi mendapatkan hatinya dan posisi rupawan pada samping gubernur jenderal Hindia. Dikarenakan mudahnya gadis itu terkena mabuk laut, laksamana muda tidak pernah meninggalkan kamar gadis itu dan terus menungguinya di samping ranjang. Pun demikian, nir ada yang tahu bahwa laksamana muda itu pula menemaninya di atas ranjang. Hingga sebelum hingga pada Hindia, hamil jugalah gadis itu.
Sesampainya di Batavia, keponakan wanita itu disambut dengan pawai dan dielu-elukan. Namun demikian, kekecewaan pun tiba juga saat Heer Maetsuyker mengetahui bahwa kehamilan keponakannya merupakan akibat hubungannya dengan laksamana belia. Menyayangkan bahwa dia sudah hamil, pernikahan pun dilaksanakan dan anak itu pun dilahirkan.
Tetapi, seminggu lalu, datanglah obat racun berdasarkan istana gubernur jenderal buat keponakan perempuan itu hingga membuatnya tewas. Hal ini dilakukan buat menjaga kehormatan gubernur jendral itu agar tidak mempunyai menantu dari kelas rendahan.
Beda dengan cerita-cerita berdasarkan istana gubernur jendral, kisah nyonya-nyonya Batavia lebih mengerikan lagi. Nyonya-nyonya itu dari berdasarkan kelas rendahan di Negeri Belanda yg dikirim ke Batavia buat menerima pasangan. Setelah menikah menggunakan pejabat-pejabat VOC yg kaya raya dengan budak-budaknya yang banyak, nyonya-nyonya itu kesombongannya bahkan melebihi putri-putri kerajaan.
Lebih-lebih lagi, nyonya-nyonya itu merasa sangat pintar sehingga menerka bahwa nafsu-nafsu terlarang & perselingkuhan mereka nir dapat terbongkar ?Kecuali menggunakan kekuatan supranatural & Tuhan. Tetapi sayang, nafsu mereka itu kadang juga tidak bisa dijaga dengan baik sampai membuat mereka memakai kekuasaan mereka buat berselingkuh dan memuaskan diri.
Perselingkuhan yg tak jarang kali terjadi bukan antara nyonya-nyonya itu dan perwira belia yg berkulit putih & tampan, namun yg lebih sering adalah menggunakan budak-budak belian mereka yang kekar dan berkulit gelap.
Tavernier mengisahkan bahwa pada perjalannya itu dia menyaksikan perselingkuhan seorang istri sekretaris rumah sakit Batavia yang sebenarnya benar-benar tampan. Karena tidak menerima keturunan berdasarkan suaminya, nyonya sekretaris itu pun berselingkuh menggunakan seseorang budaknya yang kekar tetapi berkulit amat gelap.
Perselingkuhan itu menjadikan kehamilan yang nantinya justru akan membahayakan rahasianya. Awalnya, sekretaris rumah sakit itu amat bahagia sehingga mempersiapkan kelahiran menggunakan amat mewah. Namun, waktu datang ketika kelahiran, kegembiraan itu berubah seketika sebagai kedukaan ?Ternyata anaknya itu amat gelap kulitnya. Hanya berkat mulut para budak perempuan sekretaris itulah perselingkuhan ini lalu terbongkar. Akhir ceritanya, hanya karena intervensi gubernur jenderal saja, maka masalah ini bisa diatasi dengan sanksi seumur hidup dalam budak laki-laki yang menghamili nyonya sekretaris itu.
Kekejaman yang dilakukan para nyonya Batavia jua tertuju pada budak perempuan mereka. Pernah suatu kali seorang nyonya mendapati budak wanitanya tersenyum pada tuannya. Hal ini sebenarnya berawal menurut tugas yg diberikan nyonya itu kepada budak wanitanya buat membantu memakaikan jubah waktu suaminya hendak keluar rumah. Tanpa sengaja, mata suami & budak perempuan itu lalu bertemu & budak wanita itu pun tersenyum. Melihat hal ini, nyonya itu menjadi sangat murka & berpikir bahwa suaminya telah berselingkuh menggunakan budak itu.
Setelah suaminya pulang, diikatnya budak perempuan itu pada meja makan dan dipotong-potonglah tubuh budak itu sampai nir berdayalah beliau. Setelah kehilangan banyak darah, nyonya itu bahkan punya pikiran buat memasak daging budak itu dan menyajikannya ke suaminya.
Hanya karena ancaman budak wanita yg lain saja, pemikiran mengerikan itu diurungkan. Budak lainnya mengancam akan melaporkan hal ini ke mayor. Beberapa saat setelahnya, meninggalah budak perempuan yang sudah berdarah-darah itu dan masalah ini pun nir terbongkar sampai saat yg lama . Setelah terbongkar pun tidak terdapat teguran bagi si majikan perempuan .
Di rumah-rumah yg lain, seorang nyonya akan menghukum budak wanitanya dengan menenggelamkan wajahnya ke baskom penuh air mendidih bila budak wanita itu bergurau menggunakan pria yg bekerja pada rumah itu. Hukuman-sanksi yang dilakukan para majikan ini sudah biasa terlihat pada rumah-tempat tinggal Batavia pada masa itu.
Hal yg mencengangkan juga terlihat saat seorang budak kehilangan barang pribadinya (umumnya kain selimut) dan justru dihukum karena itu. Demikianlah, pejabat & orang-orang yg tinggal di Batavia ini mendapat kekuasaan & dominasi atas budak mereka sebagai akibatnya bahkan orang-orang negeri induk yg datang ke sana menaruh komentar mengenai betapa mengagumkannya penghormatan yang diberikan sang orang-orang pribumi terhadap para heer dan vrouw yg tinggal pada Hindia.
Demikian itu adalah citra kengerian yg terjadi pada kembali kemegahan Batavia. Kota Batavia merupakan kota ajaib yang sanggup mengangkat derajat sosial orang-orang buangan Negeri Belanda. Hal-hal yg demikian ini tak jarang terjadi di luar pengetahuan negeri induk. Tidak mungkin hal yang demikian dikirimkan menjadi laporan resmi seseorang gubernur jenderal. Hanya melalui asal lain misalnya surat-surat & catatan Tavernier ini saja lah kita mampu melihat kengerian Batavia pada tahun 1681.
Penulis : C.Reinhart dapat dihubungi di christopher.reinhart@ui.ac.id.
Editor: Imam Maulana
Referensi
Djoened, Marwati dan Nugroho Notosusanto (ed.). 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3. Jakarta: Balai Pustaka.
Dorléans, Bernard. 2016. Orang Indonesia & Orang Prancis dari Abad XVI sampai dengan abad XX. Jakarta: KPG.
Tavernier, Jean Baptiste. 1681. Kisah Perilaku Orang Belanda di Asia terhadap Rakyat Mereka maupun Orang Asing guna Mendukung Perdagangan. Tanpa kota: Tanpa penerbit.
_______. 1681. Fin pitoyable d’un riche marchand de Hambourg qui dans sa disgrace s’etait enrole pour simple soldat au service de la Compagnie. Tanpa kota: Tanpa penerbit.
Vlekke, H. M. 2016. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG.
0 comments:
Post a Comment