Suprapto yang dari dari Purwokerto semasa belia menempuh pendidikan formal pada MULO dan AMS Bagian B di Yogyakarta yg diselesaikannya dalam 1941. Setelahnya, beliau memulai pendidikan militernya. Ia memasuki pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie Bandung. Pendidikan ini tidak sanggup diselesaikannya hingga tamat lantaran pasukan Jepang sudah tiba pada Hindia Belanda pada 1942. Oleh tentara Jepang, dia ditawan & dipenjarakan, namun lalu dia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya menurut penjara, ia mengisi waktunya menggunakan mengikutikursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan [barisan pembantu polisi], seinendan [barisan pemuda], & syuisyintai [barisan pelopor]. Setelah itu, dia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat.
Saat revolusi kemerdekaan berkecamuk dimana-mana, ia terlibat pelucutan senjata pasukan Jepang pada Cilacap. Ia kemudian masuk sebagai anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara Indonesia. Selama bergabung menggunakan TKR, beliau ikut dalam pertempuran pada Ambarawa melawan tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya dipimpin eksklusif oleh Panglima Besar Soedirman. Ia sebagai keliru satu ajudan Panglima Besar.
Selepas Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia sering berpindah tugas. Pertama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat, kemudian ke Kementerian Pertahanan. Setelah pemberontakan PRRI/Permesta padam, ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatra yang bermarkas di Medan. Selama di Medan tugasnya sangat berat sebab harus menjaga agar pemberontakan seperti sebelumnya tidak terulang lagi.
Saat itu pangkat Suprapto adalah Mayor Jenderal dan akibat aksi klandestin sekelompok tentara yang menyebut diri G30 S pada 1 Oktober 1965. Atau pada masa itu disebut dengan Gestok, Suprapto harus mengakhiri kiprah dan pengabdiannya di Angkatan Darat untuk selamanya. Perwira senior ini terbunuh di Lubang Buaya dalam usia 45 tahun. Jenazahnya kemudian dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dalam upacara militer. Pemerintah segera menaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi letnan jenderal dan empat hari selepas kematiannya, ia diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.
0 comments:
Post a Comment