Saat udara dingin mencekit masuk ke rongga-rongga hidungku, mendatangkan beribu rasa dingin yang menyergap masuk melalui pori-pori kulit yang telah usang tak tersentuh rasa rindu.
Apapun itu, mengatakan tentang hati misalnya balik pada sebuah rantai yang saling terikat, mengait sangat kuat, setiap kali kucoba untuk melapskannya semakin sakit rasa permukaan telapak tanganku, serumit itukah setiap rasa cinta yg kurasa? Selalu berakhir dalam sebuah rasa yg membuat hatiku sakit & balik memar?
Adakah persepsi yg lebih baik selain cinta itu buta? Rasanya aku muak jika harus menggubris persepsi itu, adapun yang singgah dalam hati hanyalah angin lalu yg begitu cepat buat pulang, adakah yg lebih latif menurut sebuah berharap?
Saat kutampik setiap rasa yang singgah, waktu itulah aku sadar begitu sulitnya untuk jadi yang dicinta. Terlalu curam cita rasanya melihat sosok yang jadi "pemeran utamadanquot; dalam persandiwaraan hatimu memilih hati yg lain buat singgah
Sempat tiba membawa sisa kenangan masa kemudian, mengemasnya dengan sebuah klise yg begitu apik disetiap memori yg belum terusik
Mengajakku masuk dalam dunia khayal akan masa silam dan masa yg akan tiba, membuatku sempat berfikir akan sebagai tokoh utama pada khayalan itu kelak, tapi terlalu jauh, terlalu jauh aku berharap. Karena posisi tokoh primer sudah terisi
Haruskah aku percaya bahwa cinta itu buta? Dan haruskah aku percaya bahwa cinta mendatangkan kebahagiaan?
Jenuh.
Kejenuhan mulai singgah dalam tiap-tiap bagian dalam pikiranku, mulai mempertanyakan mengapa,bagaimana,& kapan. Pertanyaan itu menyergapku buat bisa menjawabnya, entah semenjak kapan jiwaku mulai berontak, padahal selama ini yg ku memahami semuanya selalu serentak. Tapi sekarang? Seperti di interogasi pada diri sendiri, entah.. Aku tak berbicara akan tetapi seperti terdapat yang selalu bertanya di benakku, & aku tidak bisa menjawabnya.
Haruskah? Haruskah saya mulai terbuai dengan istilah-istilah latif itu lagi? Haruskah ku buka pulang pintu yg masih ku tutup kedap ini?
Dan...
Tidak...
Sepertinya belum ada frekuwensi.. Belum ada yang mengetuk pintu ini, aku tidak mau membukanya buat sembarang orang
Biarlah semua rasa rindu yg bersemayam pada kalbu menjadi kisah masa kemudian
Ketuklah terlebih dulu, biar ku lihat dibalik jendela. Siapakah dirimu..
Di waktu petang yg masih menunggu sesosok datang membawa segenggam harapan buat masa depan.
Penulis : Shinta Melinda - Mahasiswa Sejarah UI
Hubungi di : storiashins
0 comments:
Post a Comment