Satu , 2 , cuma ini istilah yang kupunya
Suaramu bersah beserta elegi rindu
Menahbiskan surya sebagai nahkoda, tentu takkan bisa
Karena dia bahkan tidak punya mata buat melihat dan seuta istilah buat diretas
Tiga , empat saya berhitung sekali lagi
Menunggu ketika berkeraan di ujung pintu
Menukar cerita dengan tawa
Bahagia , keramahan di lantai malam
Lalu kita bersama , tak seatap tapi bernyawa , manunggal dalam detak raga
Lima, enam angka semakin sedikit tersisa
Tinggal saya kau dan hamparan manusia , berjuta pada antara kita di ujung pelanduk pagi
Berbisik bersama dahan paling setia, menunggu embun kala jam 5
Bagaimana akhirnya jika kita tidak tersisa?
Hilang terambil riap-riap pencabut nafas terdalam
Tujuh , delapan , aku masih belum sanggup masuk menuju rumah pelangi
Tertahan tembok memalukan , bisu , gelisah & bersalah
Lengkap sudah, tapi yang tersisa tinggal tarikan bintang bersama damar remang penghias malam
semua jadi satu, bercampur melesat tepat menuju langkah esok yang terarah
Sembilan , kemudian kembali lagi ke nol
Dari paripurna kembali lagi ke tiada
Sebab kita insan , zat abstrak yang tak bisa merengkuh ke alam keadaan kekal
Sebab kita tidak mampu , takkan pernah sanggup membaca aksara yg belum pernah ada!
0 comments:
Post a Comment