.....Refleksi terhadap Konflik & Melihat Masa Depan menggunakan Damai: Budhhisme Melihat Masa Kini
Buddhisme telah menapakkan kaki ke bumi Nusantara berselingan dengan Hinduisme jauh sebelum sistem kerajaan dikenal oleh masyarakat Nusantara. Penemuan mutakhir menyebutkan bahwa pengaruh Buddhisme di Nusantara sama tuanya dengan perkembangan Hellenisme di imperium kekuasaan Alexander yang Agung. Namun, bukti yang paling pertama ini tidak membawa angin kesombongan merasuk dalam masyarakat Buddhist modern. Kita bersama tentu berharap bahwa kondisi ini akan terus terpelihara dan tidak berubah menjadi sebuah kesombongan.
Dengan bepergian yang panjang Buddhisme di Nusantara, terciptalah banyak sekali imbas yang menciptakan sistem sosial dan politik Nusantara. Kerajaan bercorak Buddhisme Mahayana & Tantrayana tercipta sepanjang Sumatra dan Jawa, namun nir pula menutup kemungkinan para arkeolog yg bersemangat buat menemukan jejak lain di daerah Indonesia Timur & Tengah. Pengaruh bertenaga ini tentu saja menciptakan Kerajaan yg bercorak Buddhist meninggalkan banyak sekali artefak yang tertinggal dari peradaban mereka. Mulai berdasarkan bangunan, batu bertulis sampai patung-patung suci ditinggalkan. Beberapa berdasarkan peninggalan itu masih dapat kita jumpai berkat jasa arkeolog yg sungguh ahli.
Di antara peninggalan yg banyak itu, batu bertulis adalah asal yang sangat berguna bagi pengetahuan. Namun, bagi warga Buddhist, bangunan kudus dan patung junjungan barangkali lebih bermakna. Batu bertulis tentu berguna pula, namun bangunan kudus dan patung adalah hal yang berharga secara religius. Penghargaan terhadap jasa arkeolog membuat warga Buddhist modern tentu tidak melakukan klaim terhadap benda-benda bermakna itu. Demi pengabdian terhadap pengetahuan dan penghormatan atas warisan kebudayaan kuno, benda-benda yg berharga secara religius disimpan pada museum-museum dan sentra studi pada Indonesia.
Namun, apakah toleransi yg akbar & penghormatan atas pengetahuan itu dibayar dengan setimpal? Jawablah sendiri dengan hati & pandangan Anda. Menurut pengalaman yg sudah dilihat penulis, warga di luar Buddhisme kurang dapat menghargai warisan religius yang telah direlakan masyarakat Buddhist supaya menjadi objek penelitian itu. Mulai dari perilaku nir bertanggung jawab mencorat-coret, Mengganggu & berbuat tidak sopan pada benda-benda peninggalan, hingga pencurian & penghancuran dapat kita lihat sepanjang waktu. Sungguh mengiris hati saat patung-patung junjungan yg sangat berharga secara religius diinjak menggunakan kaki & difoto, serta foto itu diunggah pada halaman daring. Lebih mengiris hati ketika patung maupun bangunan kudus semacam Borobudur dirusak dan batu-batunya dicuri atau diberi tulisan-goresan pena yang tak bertanggung jawab. Pertanyaan selanjutnya yg dapat kita berikan: apakah ini bukan suatu bentuk penistaan agama? Anda silahkan menjawab dengan terlebih dahulu merefleksi diri dan belajar lebih dalam mengenai hukum yang berlaku pada Indonesia.
Bolehlah rakyat Budhhist berbangga, saat hal itu dilakukan, dengan mempertimbangkan kedamaian dan sadar akan masa damai, tidak ada yg mempermasalahkan penghinaan yang mengerikan ini. Bukan karena tidak berani, atau juga bukan tidak sadar agamanya dihina, lebih berani aku katakan: karena masyarakat Buddhist terbaru sadar bahwa kita terdapat dalam masa damai. Merefleksi juga mengenai apa yang akan dilakukan Buddha Siddharta Gautama waktu dia dihina, tidak akan ia melawan dan mempermasalahkan hal itu. Tentu saja, akan sangat membuat malu Sang Buddha waktu Buddhisme menjadi produsen pertarungan pada masa akhir Dharma ini. Kedewasaan yang demikian tentu akan lebih memperkuat Indonesia masa sekarang. Berbanggalah Sang Buddha dalam Parinirvananya waktu Buddhisme membawa kedamaian & bukan perseteruan.
Terlepas dari itu, melihat penghinaan yang telah dilakukan oknum tak bertanggung jawab kepada peninggalan bermakna Buddhisme yang terus terjadi. Jika masyarakat Buddhist modern tidak bercermin pada kondisi modern pula, tentu dunia akan jatuh pada kondisi chaos. Kondisi masa kini adalah kondisi yang mengharuskan kita bersatu untuk menghadapi tantangan global yang sudah ada di depan mata. Apakah kita sadar akan masa damai yang berlangsung? Apakah kita akan mempermasalahkan penghinaan terhadap simbol dan peninggalan bermakna religius itu? Atau kita harus merangkul mereka yang melakukan penghinaan itu dengan ilmu pengetahuan? Atau kita harus menghukum mereka dengan hukum yang berlaku?
Saya yakin masyarakat Buddhist modern akan menyadari masa damai ini dan memilih jalan terbaik agar Buddhisme tetap membawa kedamaian di masa akhir Dharma. Giliran Anda insan akademis, Buddhist atau bukan, untuk memilih sadar akan masa damai atau memilih yang lain. - Harian Sejarah
Penulis : C. Reinhart | Pemerhati Buddhisme Tantrayana dan Sejarah
0 comments:
Post a Comment