Politik luar negeri adalah perpanjangan tangan berdasarkan politik dalam negeri. Kebijakan politik luar negeri dicetuskan menurut kepentingan politik dalam negeri. Tetapi, kebijakan tadi tentunya menerima pengaruh berdasarkan konstelasi perpolitikan internasional. Setiap negara wajib Independen dalam menjaga keamanan & kedaulatan negaranya berdasarkan ancaman negara luar. Pada dasarnya, sama misalnya halnya individu, negara-negara hidup pada global yg dilanda ketakutan, ketidak percayaan, kewaspadaan, dan kecurigaan satu menggunakan yang lainnya.
Terlebih waktu Masa perang dingin, yang dimulai pada Tahun 1950-an. Dua negara pemenang perang Dunia II yang bersinggungan ideologi ingin menyebarkan hegemoninya di Dunia. Lantas dunia terbagi antara blok barat (Amerika Serikat) yang berideologi Liberal-Kapitalis & blok timur (Uni Soviet) yang berideologi komunis. Mereka menyebarkan Ideologi masing-masing diseluruh dunia, negara-negara baru merdeka atau negara global ketiga pun jadi sasarannya, termasuk negara-negara pada Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Selain membuatkan Ideologi tentunya ada hal lain yang mereka ingin kuasai, yaitu asal ekonomi. Kekayaan alam Indonesia menciptakan mereka berlomba-lomba buat mendapatkan bahan mentah dan juga pasar produksi. Oleh karenanya, RI senantiasa berjaga-jaga atas maksud ke 2 negara tersebut.
Ketegangan global atas perang dingin, menciptakan Indonesia menganut kebijakan politik luar negeri bebas aktif. Bebas dalam artian tidak memihak Blok Barat maupun Blok Timur. Aktif pada artian aktif untuk turut dan mendukung perdamaian Dunia, misalnya yg termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Itulah kurang lebihnya makna politik bebas aktif yg ditafsirkan para Nasionalis. Tetapi pada perkembangannya, tafsiran arti politik itu nir demikian.Masalah pembangunan ekonomi dan keamanan dan kelemahan-kelemahan yg dialami Indonesia dalam tahun 1951 menciptakan Kabinet Sukiman dilema. Pemberontakan DI/TII yg membebani pemerintah dan biaya buat penumpasan, serta aneka macam macam kasus ekonomi negara, menciptakan pemerintah terpesona dengan donasi Barat. Akhirnya Soebarjo selaku menteri luar negeri melakukan pertukaran nota diplomatik berisi perjanjian MSA (Mutual Security Act) menggunakan Amerika Serkat.
Mutual Security Act merupakan produk Undang-Undang Amerika yang ditanda tangani oleh Presiden Harry S.Truman pada 10 Oktober 1951. MSA merupakan program gabungan US AID ( Act International Development) dan DSA (Defence Asistance Act). MSA diberikan dalam lima Kawasan: Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia, dan Pasifik. Tujuan Amerika Serikat mengeluarkan bantuan ini adalah Untuk mempertahankan keamanan Amerika Serikat dan mengembangkan politik luar negeri Amerika Serikat. Bantuan tersebut berupa bantuan militer, ekonomi, atau teknis kepada negara sahabat. Dimana bantuan itu untuk memperkuat keamanan negara masing-masing, pertahanan kolektif dari dunia luar (terutama negara komunis), untuk mengembangkan sumber daya mereka demi kepentingan nasional Amerika Serikat, dan untuk memfasiltasi partispasi kolektif negara-negara tersebut dalam sistem keamanan kolektif Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Alasan pemilihan Indonesia merupakan dikarenakan Kekayaan sumber daya alam yg melimpah sangat menggiurkan bagi Amerika Serikat yg dalam ketika itu telah melakukan Industrialisasi. Selain itu, Trauma psikologis para pemimpin Indonesia terhadap kekuatan komunis yang ditandai dengan pembrontakan 1948. Apalagi pemerintah Kabinet Sukiman adalah pemerintahan yang Anti-Komunis, bahkan ketika Ia menjabat menjadi perdana menteri, simpatisan-simpatisan PKI banyak yang ditangkap & dihukum. Oleh karena itu, Amerika Serikat "senang ? Dengan pemerintahan ini.
Proses Pemberian donasi ini terkesan membisu-diam, lantaran Menteri luar negeri Soebardjo nir menyampaikan ini menggunakan parlemen.
Duta Besar AS, Merle H Cochran Melakukan pendekatan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Subardjo. Terjadi tukar menukar nota diplomatik yang diawalnya di prakarsai oleh Dubes AS 4 Januari 1952, Dubes menawarkan bantuan ekonomi. Jika hendak terus menerima bantuan ekonomi maka akan mendapatkan perlengkapan senjata AS. Tanggal 8 Januari Achmad Subardjo menyetujui hal itu, Tanpa sepengetahuan Kabinet dan Hanya diketahui oleh PM Soekiman. Tentunya hal ini mendapat reaksi keras dari kalangan politisi dalam negeri baik yang ada dalam pemerintahan, maupun pihak oposisi. Sorotan Kalangan politisi diantaranya adalah Prosedur yang ditempuh Soebardjo. Mereka tidak suka gaya politik luar negeri “rahasia” Soebardjo. Anggota parlemen marah karena Soebardjo mengambil keputusan ini secara sepihak. Mereka juga menilai bahwa jika Indonesia menyetujui Isi yang dikandung MSA maka Indonesia dinilai melepaskan politik bebas Aktif, dan menjadi pengikut Blok Barat. Kritik-kritik tersebut datang tiada henti. Para oposisi menyuarakan kritik pedasnya di berbagai media massa. Alhasil Kabinet Sukiman pun semakin tidak berdaya, yang kemudian pada tahun 1953, mengembalikan mandatnya ke Presiden.
Penulisa: Nana
www.Kitatulis.Com