Ia memang seseorang tentara professional. Seorang anggota KNIL dari suku Jawa. Seorang yg disegani pada tubuh tentara Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Dalam hiruk-pikuk menjelang proklamasi, dia memang absen menurut dunia militer dan memilih menepi di lereng Merapi. Akan namun, sejak Indonesia merdeka dan pemerintah terbentuk, namanya diingat dan segera dicari. Pengalamannya diharapkan buat menciptakan tentara Indonesia. Bagaimanapun negara yang baru berdiri butuh tentara, seperti pungkasnya sendiri ?Aneh, suatu negara zonder [tanpa] tentara?.
Awalnya lelaki asli Purworejo ini tidak ingin menjadi tentara. Sejak remaja ia mungkin hanya ingin jadi pegawai pemerintah. Selepas sekolah dasar di daerah kelahirannya, ia pergi ke Magelang dan sekolah di OSVIA, sekolah pamong pemerintah Hindia. Akan tetapi, di Magelang, yang juga terkenal dengan kota militer, ia justru berubah pikiran, ingin jadi tentara. Maka Selepas menyelesaikan sekolahnya, ia berangkat ke Batavia dan masuk pendidikan Islandsche Officier di Jatinegara selama tiga tahun [1911-1914]. Selepas lulus ia berpangkat letnan dua, mulai menjalani dinas pertamanya sebagai anggota KNIL [tentara Hindia Belanda]. Perhatiannya terhadap kaum pribumi begitu besar. Sering kali ia mengeluarkan protes mengenai perlakuan yang tidak adil terhadap orang-orang Indonesia. Ia bertugas di beberapa tempat di Kalimantan dan di Padangpanjang,
Pada 1938, ia sudah berpangkat mayor KNIL dan bertugas pada Purworejo, dia bersikap tegas, mengundurkan diri dari dinas militer sebagai protes terhadap perlakuan yang tidak adil terhadap dirinya waktu dipindahkan ke Gombong. Setelah PD II meletus, pemerintah Hindia Belanda mengumumkan mobilisasi. Ia mendaftarkan balik & diserahi tugas memimpin depo Cimahi. Tahun 1942 semua tentara Belanda ditawan Jepang, termasuk dirinya. Setelah Oerip dibebaskan, Jepang menunjukkan jabatan menjadi komandan polisi tetapi dia menolaknya. Ia lebih menentukan menyepi di desa Gentan di lereng gunung Merapi, di utara Yogyakarta. Sumatra Barat selama beberapa tahun lamanya.
Akan namun, sesudah republik Indonesia berdiri, beberapa tokoh tentara bekas KNIL yang berada dalam pemerintahan Indonesia segera mencarinya. Ia dibutuhkan karena pengalamannya yg matang pada militer. Ia seseorang tentara senior yg saat itu berumur 52 tahun. Ia kemudian diserahi tugas menurut pemerintah buat segera membentuk tentara Indonesia. Lalu lahirlah Tentara Keamanan Rakyat, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Umum menggunakan pangkat Letnan Jenderal. Dua bulan lalu barulah pemerintah mengangkat Jenderal Sudirman menjadi Panglima Besar. Untuk
penyempurnaan lebih lanjut dibentuk Panitia Besar Reorganisasi Tentara. Oerip duduk menjadi anggota. Di sini butir pikirannya poly digunakan. Hasil kerja panitia itu disetujui pemerintah, untuk ke 2 kalinya dalam 20 Mei 1946, Letjen Oerip dikukuhkan menjadi Kepala Staf Umum tentara Indonesia. Dengan segala kesulitan yg dihadapi, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo bekerja keras menyempurnakan organisasi tentara Indonesia. Untuk melahirkan militer profesional, dia memrakarsai pembentukan Akademi Militer yang lalu disetujui pemerintah.
Saat pemerintah Indonesia menerima Persetujuan Renville pasa Januari 1948, Oerip Soemohardjo mengundurkan diri menurut jabatan Kepala Staf Angkatan Perang, sebab dia nir sepakat menggunakan politik kompromi dengan Belanda. Akan namun, beliau masih diangkat menjadi penasihat militer Presiden Soekarno. Lalu, selepas 2 bulan insiden ?Madiun Affair? Yg menciptakan pemerintah & tentara harus berjuang memadamkan pemberontakan kaum kiri di Madiun, Oerip tiba-tiba terkena agresi jantung. Ia mangkat pada usia 55 tahun & Jenazahnya segera dimakamkan pada Taman Makam
Pahlawan Semaki [Kusumanegara] Yogyakarta. Atas jasa-jasanya pada menciptakan tentara Indonesia yang begitu akbar & pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan, pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 1964.