Pada masa pemerintahan Al-Watsiq, Mesir termasuk bagian daerah bangsa Turki yg melebarkan sayap dan memegang jabatan tertinggi. Mereka pun membagi-bagikan jabatan pada antara mereka sendiri. Mereka menentukan Ahmad bin Tulun, seseorang pemuda yang berpendidikan, sopan, berwibawa, cakap menjadi pemimpin, pintar membaca Al-Quran, serta bersuara latif. Ayahnya adalah budak berkebangsaan Turki yg dikirimkan Gubernur Seberang Sungai Amudaria pada AlMakmun/
Pada tahun 254 Hijriah, Ahmad bin Tulun menguasai Mesir dan memecat pejabat yang ditunjuk Khalifah Abbasiyah buat mengurus hasil Bumi. Ahmad mengangkat dirinya menjadi pejabat militer, sipil, dan bendahara sekaligus. Dia memimpin dengan baik, menumpas pemberontak, & membentuk perdamaian di tepi Sungai Nil.
Kesempatan itu beliau gunakan buat menyatakan diri menjadi penguasa tunggal di Mesir pada masa Khalifah Al-Mu?Tamid waktu beliau mengirimkan bantuan pada khalifah tersebut buat menumpas pemberontakan bangsa negro. Tetapi, Thalhah, saudara Al Mu?Tamid, curiga Ibnu Tulun melakukan korupsi, menakut-nakutinya, & mengancamnya. Ibnu Tulun pun membantah menggunakan keras dan kasar. Bahkan, beliau mengumumkan diri menjadi penguasa tunggal pada Mesir.
Ibnu Tulun kemudian berencana membuat sebuah ibu kota yang mirip dan akan menandingi Fustat. Dia lalu menamai sebuah tempat antara Sayidah Zainad dan Benteng dengan nama Qathai’. Di tempat itu dibangun sebuah masjid raya yang masih ada sampai sekarang. Selain sebagai tempat salat, masjid itu juga berfungsi sebagai pesantren ilmu-ilmu agama. Ibnu Tulun merupakan seorang lelaki yang saleh, berbakti, dan gemar bersedekah.
Melihat kekuatan besar yang dimilikinya, Khalifah Abbasiyah mendekati Ibnu Tulun agar mau membantunya dalam menghadapi bangsa Romawi yang masih menyerang wilayah Utara Suriah, yang disebut sebagai negeri perbatasan. Karena itu, Khalifah Abbasiyah mengangkat Ibnu Tulun sebagai penguasa wilayah perbatasan Suriah. Ibnu Tulun menerima tugas itu dan mampu ditunaikannya. Dia mengirimkan sebagian pasukan dan kapal perangnya untuk berjaga-jaga di sana dan mengamankan wilayah tersebut.
Melihat kekuatan Ibnu Tulun & usahanya buat menyatukan Mesir dan Suriah pada bawah kekuasaannya, para pejabat Romawi ketakutan. Mereka segera mengirimkan utusan untuk mengajak Ibnu Tulun melakukan gencatan senjata. Selain itu, sesuatu yang lebih hebat daripada hal itu terjadi. Khalifah Al-Mu?Tamid berencana meninggalkan Baghdad secara sembunyi-sembunyi karena takut menggunakan kekuatan saudaranya, al-Muwafaq Thalhah. Al Mu?Tamid lalu meminta perlindungan Ibnu Tulun, pemilik kekuatan baru di Mesir dan Suriah. Tetapi, Thalhah berhasil mengembalikan Al Mu?Tamid ke Baghdad.
Ibnu Tulun kemudian digantikan anaknya, Khumarawih. Thalhah, saudara Al Mu’tamid, berusaha mengembalikan Mesir dan Suriah ke dalam wilayah Abbasiyah. Khumarawaih pun segera menyiapkan pasukan perang yang dipimpinnya sendiri dan berhasil mengalahkan pasukan Thalhah di dekat Damaskus pada tahun 273 Hijriah/887 Masehi. Thalhah kemudian terpaksa mengadakan perjanjian damai. Abbasiyah setuju mengakui Khumarawaih dan anak-cucunya sebagai penguasa Mesir dan Suriah untuk tenggang waktu tiga puluh tahun.
Khumarawaih semakin dekat dengan Abbasiyah saat Al Mu?Tamid menikah dengan putri Khumarawaih yang bernama Abasah atau terkenal menggunakan nama ?Qathrun Nada?. Pesta pernikahan Sang Putri sahih-benar tidak terdapat duanya.
Khumarawaih sangat memerhatikan kepentingan generik, khususnya kasus inansial buat membantu orang-orang miskin & yg membutuhkan, di samping menciptakan gedunggedung tinggi pada ibu kota mendiang ayahnya, Qathai?.
Hampir sepuluh tahun Khumarawaih menjadi khalifah. Setelah itu, beliau terbunuh dalam tahun 282 Hijriah/895 Masehi.
Sepeninggal Khumarawaih, Mesir dipimpin anak-cucu Tulun yang nir mengikuti jejak pendahulunya. Mereka malah karam pada kenikmatan dan kesenangan. Rakyat pun membenci mereka sehingga terjadilah perpecahan.
Pada tahun 292 Hijriah/905 Masehi, pasukan Abbasiyah memasuki Qathai? Di bawah pimpinan Muhammad bin Sulaiman yg menangkap seluruh keluarga Tulun & memenjarakan mereka. Muhammad merampas harta benda mereka & mengirimkannya pada khalifah serta menyirnakan residu-sisa Dinasti Tuluniyah yang pernah berkuasa di Mesir & Suriah selama tiga puluh delapan tahun.