Subuh 1 Oktober 1965, aksi klandestin dilancarkan oleh grup ?Gerakan 30 September?. Saat itu, Karel Satsuit Tubun sedang bertugas mengawal rumah kediaman Wakil Perdana Leimena yang berdekatan menggunakan rumah Jenderal Abdul Haris Nasution. Saat gerombolan nir dikenal mendekat ke tempat tinggal Jenderal Nasution, beberapa di antara mereka jua memasuki tempat tinggal Leimena. Sebagai seorang pengawal, Tubun berusaha keras melawan kelompok. Pergulatan terjadi, senjata Satsuit Tubun dirampas dan dia tertembak. Ia mati sebagai patriot yang mengamankan pimpinannya.
Karel Satsuit Tubun yg berasal menurut Tual Maluku Tenggara menempuh pendidikan generik hanya hingga SD & tamat tahun 1941. Karena tertarik buat mengabdikan diri pada bidang Kepolisian, dia mengikuti pendidikan pada Sekolah Polisi Negara pada Ambon dalam 1951. Ia kemudian dilantik menjadi agen Polisi Tingkat II & ditugaskan dalam kesatuan Brigade Mobil [Brimob] di Ambon. Dari Ambon beliau dipindahkan ke Jakarta & ditempatkan dalam kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara. Pada tahun 1955 ia dipindahkan ke Sumatra Utara. Tiga tahun lalu dia dipindahkan ke Sulawesi
Pada waktu terjadi pemberontakan PRRI/Permesta, Satsuit Tubun bertugas di Sumatra Barat selama enam bulan. Sesudah itu dipindahkan ke Dobo, Ia tetap berada di sana pada waktu Pemerintah Indonesia menjalankan politik konfrontasi terhadap Belanda dalam rangka membebaskan wilayah Irian Barat dari penjajahan Belanda. Tubun ikut berjuang dalam konfrontasi itu. Pangkatnya lalu dinaikkan menjadi Brigadir Polisi pada tahun 1963.
Dalam pangkat terakhir ini beliau tewas global dampak aksi ?Gerakan 30 September? Yang dilancarkan pada Jakarta. Jenazahnya dimakamkan pada Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Hanya berselang 4 hari selepas kematiannya, pemerintah Indonesia meningkatkan pangkatnya menjadi Ajun Inspektur Polisi [AIP] dan memberi gelar Pahlawan Revolusi dalam Karel Satsuit Tubun.
0 comments:
Post a Comment