"Tulisan Bung Karno ini ditulis sebelumnya di Panji Islam Tahun 1940. Dimuat kembali dalam buku Soekarno: Islam Sontoloyoterbitan SEGA ARSY (2008)."
Artikel saya yg sekarang ini haruslah dipercaya sang pembaca menjadi bahan-pertimbangan sahaja ditentang soal baik-buruknya, sahih?-salahnya, kepercayaan dipisahkan dari negara. Dalam ?Panji Islam? No. 13, bagian ke-III berdasarkan saya punya uraian mengenai ?Memudakan Pengertian Islam?, saya telah ajak pembaca-pembaca meninjau sementara waktu ke negeri Turki itu. Sesudah P.I. No. 13 itu melayang kekalangan publik, maka aku menurut sana-sini, antaranya menurut seorang sahabat karib pada kota Jakarta, saya menerima permintaan akan menulis lebih poly mengenai soal kepercayaan & negara pada negeri Turki itu & goresan pena aku yg kini ini haruslah dianggap menjadi memenuhi permintaan-permintaan itu. Sudah barang tentu saya punya sumbangan bahan ini hanya mengenai pokok-pokoknya sahaja, karena saya musti jangan lupa, bahwa ruangan P.I. Yang disediakan buat saya adalah terbatas, &? Aku tidak boleh menjemukan pembaca.
Memang sebenarnya siapa yang ingin mengetahui hal ini lebih luas, haruslah ia membaca buku-buku tentang Turki-modern itu banyak-banyak: pidato-pidato di majelis perwakilan, pidato-pidatonya Kamal Ataturk, biographinya-biographinya Kamal Ataturk, kitab-kitab tulisannya Halide Edib Hanoum, tulisan-tulisannya Zia Keuk Alp, bukunya Stephen Ronart “Turkey today”, bukunya Klinghardt “Angora Konstantinoper, Frances Woodsman “Moslem women enter a new world”, Harold Armstrong “Turkey in travail”, dan lain-lain sebagainya. Pada penutupnya kitab Halide Edib Hanoum “Turkey faces west” adalah disebutkan nama 41 buah kitab, yang oleh beliau sendiri sangat dipujikan membacanya.
Hanya dengan baca poly-poly kitab yg tersebut di atas inilah kita, yang nir terdapat kesempatan tiba sendiri pada negeri Turki untuk menga?Dakan penyelidikan yg dalam, bisa menyusun satu ?Gambar? Yg adil tentang hal-hal yg mengenai agama & negara pada sana itu. Sayang aku sendiri tiada relatif kondisi-kondisi buat membeli seluruh kitab -kitab yg terpenting, & perpustakaanpun di Bengkulu nir ada. Siapakah di antara pemuda-pemuda Indonesia di Jakarta, yg saban hari mampu ke?Luar masuk perpustakaan di Gedung Gajah itu, senang memperkaya per?Pustakaan Indonesia dengan sebuah verhandeling obyektif tentang hal ini?
Sebab, sebenarnya, orang yang nir datang mengusut sendiri keadaan pada Turki itu, atau nir membuat studi sendiri yang luas dan dalam berdasarkan kitab -buku yg mengenai Turki itu, nir mempunyailah hak buat mengungkapkan soal Turki itu pada muka umum. Dan lebih dari itu: ia tidak mempunyai hak buat menjatuhkan vonnis atas negeri Turki itu pada muka umum. Saya sendiripun, yang di pada prive-bibliotheek saya, jikalau aku jumlah-jumlahkan, nir ada lebih berdasarkan duapuluh buku yg dapat mem?Beli bahan kepada aku atas Turki-modern itu, merasa jua tidak memiliki hak buat mengemukakan aku punya pendapat mengenai Turki? Terkini itu. Apa yg aku sajikan di sini pada pembaca, sang karena?Nya, tali lebihlah daripada ?Sumbangan materiaal?, ?Sumbangan bahan buat difikirkan? Sahaja.
Sebab, – o, begitu mudah orang jatuh kepada fitnah terhadap kepada Turki-muda itu. Orang maki-makikan dia, orang kutuk-kutukkan dia, orang tuduh-tuduhkan dia barang yang bukan-bukan, zonder (bahasa belanda: "tanpa") melihat keadaan dengan mata sendiri, zonder mempelajari lebih dulu kitab-kitab yang beraneka warna, zonder pengetahuan dari segala keadaan-keadaan di Turki-muda itu. Orang mengatakan ia menghapuskan agama, padahal ia tidak menghapuskan agama. Orang mengatakan pemimpin-pemimpin Turki-muda semuanya benci, mereka tak sedia mengorbankan jiwanya buat membela kepentingan agama.
Orang berkata Islam pada Turki sekarang semakin mangkat , padahal beberapa penyelidik yg obyektif, seperti Captain Armstrong, mengatakan, bahwa Islam pada Turki sekarang menun?Jukkan beberapa ?Sifat-sifat yang segar?.
Orang mengungkapkan bahwa Turki kini anti Islam, padahal seseorang misalnya Frances Woodsman, yang telah memeriksa Turki kini itu, menyampaikan: ?Turki terbaru adalah anti-ndeso, anti soal-soal lahir dalam hal ibadat, namun tidak anti agama. Islam menjadi kepercayaan persoon tidaklah dihapuskan, sembahyang-sembahyang di mesjid nir diberhentikan, aturan-anggaran agamapun nir dihapuskan.?
Orang menyampaikan bahwa Turki ini nir mau menyokong agama, karena memisahkan agama itu dari sokongannya negara, padahal Halide Edib Hanoum, menjadi dulu sudah pernah aku sitir, adalah menyampaikan bahwa agama itu perlu dimer?Dekakan berdasarkan asuhannya negara, agar menjadi fertile. ?Kalau Islam terancam bahaya kehilangan pengaruhnya di atas warga Turki, maka itu bukanlah lantaran tidak diurus sang pemerintah, tetapi artinya justru karena diurus sang pemerintah. Ummat Islam terikat kaki-tangannya menggunakan rantai pada politiknya pemerintah. Hak ini adalah satu halangan yg besar sekali buat kesuburan Islam di Turki. Dan bukan sahaja di Turki, namun pada mana-mana sahaja, di mana pemerintah campur tangan di pada urusan agama, pada situ menjadilah dia satu halangan-akbar yang tidak bisa dinyahkan.?
Begitu pula saya sudah mensitir perkataan menteri kehakiman Mahmud Essad Bey, yg menyampaikan agama itu perlu dimerdekakan berdasarkan belenggunya pemerintah, agar sebagai fertile: ?Manakala kepercayaan digunakan buat memerintah, ia selalu dipakai sebagai indera penghukum di tangannya raja-raja, orang-orang zalim & orang-orang tangan besi. Manakala zaman modern memisahkan urusan global daripada urusan spirituil, maka dia adalah menyelamatkan dunia berdasarkan poly kebencanaan, & ia mem?Berikan pada kepercayaan itu satu singgasana yg maha-bertenaga pada dalam :kalbu?Nya kaum yg percaya.? Dan bukan lain dari Kamal Ataturk sendirilah yang mengatakan:
?Saya merdekakan Islam dari ikatannya negara, agar supaya , agama Islam bukan tinggal kepercayaan memutarkan tasbih di pada mesjid saha?Ja, tetapi menjadilah satu gerakan yang membawa pada per?Joangan.?
Ya, memang barangkali telah bolehkah dikatakan secara adil, bahwa maksud-maksud pemimpin-pemimpin Turki-muda itu, bukanlah maksud-?Maksud-dursila akan menindas agama Islam, merugikan kepercayaan Islam, mendurhakai kepercayaan Islam, ? Tetapi ialah justru akan menyuburkan kepercayaan Islam itu, atau setidak-tidaknya memerdekakan agama Islam itu menurut ikatan-ikatan yg menghalangi ia punya kesuburan, yakni ikatan?Ikatannya negara, ikatan-ikatannya pemerintah, ikatan-ikatannya pemegang kekuasaan yang zalim dan sempit fikiran.
Dan sebaliknyapun, maka ke?Merdekaan kepercayaan menurut ikatan negara itu berarti juga kemerdekaan negara lari ikatan anggapan-anggapan kepercayaan yg jumud, yakni kemerdekaan negara menurut aturan-hukum tradisi & faham-faham-Islam-kurang pandai yg se?5enarnya bertentangan dengan jiwanya Islam sejati, tetapi konkret selalu menjadi rintangan bagi mobilitas-geriknya negara ke arah kemajuan & kemoderenan. Islam dipisahkan dari negara, supaya supaja Islam sebagai merdeka, & negarapun menjadi merdeka. Agar agar Islam berjalan sendiri. Agar supaya Islam fertile, & negarapun fertile juga.
Pada waktu yang tewas-hidupnya bangsa Turki tergantung kepada kekuatan negara, maka Kamal Ataturk tidak mau sesuatu tindakan negara yg amat perlu, nir dapat dijalankan sang karena ulama-ulama atau Sheik-ul-Islam berkata makruh, atau haram, atau bagaimanapun pula. Pada ketika yang bangsa Turki itu hendak dihantam hancur-lebur) sang musuh-musuhnya, manakala dia nir mempunyai alat kenegaraan yg maha-bertenaga dan senjata yang maha-terbaru, maka dia tidak mau beliau punya usaha ?Mengharimaukan? Negara itu dihalang-halangi sang faham-faham Islam, dalam hal sebenarnya bukan faham-Islam.
Pada ketika yang mangkat -?Hidupnya bangsa Turki itu tergantung kepada satu benang sutera, tergan?Tung pada cepatnya bisnis memperkokohkan dan mempersenjatakan negara, maka beliau nir mau mendapat pengalaman seperti pengalaman Ibnu Saud, yg nir dapat mendirikan tiang radio atau mengadakan elek?Trifikasi, karena rintangan-rintangan kaum jumud, yg selalu mencap makruh kepada , seluruh barang-barang-dunia yang baru, mencap haram pada seluruh barang-barang yg belum tentu haram.
?Saya merdekakan Islam menurut negara, supaya Islam bisa kuat, dan saya merdekakan negara menurut kepercayaan , supaya negara sanggup kuat?, ? Inilah di pada satu-dua patah kata sahaja sarinya tindakan Kamal Ataturk itu. Sebagai saya katakan di dalam P.I. No. 13 itu, maka sebenarnya hanya sejarah sa?Hajalah di kelak kemudian hari bisa mengambarkan sahih atau salahnya tindakan Kamal Ataturk itu.
Kita boleh memperdebatkan hal ini sampai merah kita punya muka, kita boleh mendatangkan alasan satu gudang banyaknya bahwa Kamal Ataturk menyimpang menurut Islam atau tidak me?Nyimpang berdasarkan Islam, kita boleh bongkar semua sejarah Islam buat mem?Buktikan kedurhakaan Kamal atau kebijaksanaan Kamal, boleh pro, boleh kontra, boleh mengutuk, boleh memuji, boleh murka , boleh ber?Sukacita,- tetapi hanya sejarahlah sahaja yang nanti dapat sebagai hakim yang sebenar-benarnya pada pada soal ini. Tidak bedanya hal ini dengan misalnya soal siapakah yang sahih: Stalin-kah atau Trotsky-kah?
Stalin-kah, yang beranggapan bahwa buat keperluan komunisme-sedunia perlu diperkokoh lebih dulu satu-satunya benteng komunisme yang telah ada, yakni Sovyet Rusia? Ataukah Trotsky, yg berkata, bahwa buat keperluan komunisme-sedunia itu, perlu berdasarkan kini dikerjakan dan diikhtiarkan revolusi dunia. Di pada hal Stalin-Trotsky inipun kaum komunis boleh berdebat-debatan satu sama lain hingga pecah mereka punya urat-urat-muka, tetapi hanya sejarahlah nanti yang dengan warta?-berita dapat menunjukkan, siapa yg sahih, siapa yang galat, siapa yang durhaka, siapa yg setia pada warisan Leninisme.
Selengkapnya dapat dibaca di buku Soekarno: Islam Sontoloyo terbitan SEGA ARSY (2008)