Di paruh pertama abad ke 20, seluruh percaya bahwa beliau tokoh akbar. Ribuan orang akan berdesak-friksi menyaksikan beliau naik podium. Ia jago berorasi, menyebar propaganda, membakar emosi massa. Ia sanggup mempengaruhi massa menggunakan bunyi baritonnya. Ribuan pengikutnya menduga ia oleh Erucokro [Ratu Adil] yg akan membebaskan penderitaan pribumi. Akan tetapi, dia menolak anggapan itu. Dia merasa bukan Ratu Adil, hanya beliau memang pemimpin yg berusaha membebaskan pribumi berdasarkan pengisapan kaum kolonial Belanda. Ia lantang bersuara, ?Kita diberi makan bukan karena kita diharapkan susunya?. Ia menganggap kolonial Belanda hanya mengakibatkan kaum pribumi sebagai sapi perahan. Ia lawan penindasan itu dengan menyadarkan ribuan masyarakat. Begitu takutnya sampai orang-orang kolonial menganggapnya oleh ?Raja Jawa? Meski tidak memakai mahkota layaknya sunan atau sultan vorstenlanden.
Cokroaminoto yg lahir di desa Bakur sewaktu mini terkenal nakal dan senang berkelahi. Sering kali beliau berpindah-pindah sekolah, namun pada 1902, dia berhasil menamatkan OSVIA [Sekolah Pamongpraja] di Magelang. Setelah bekerja selama tiga tahun menjadi juru tulis di Ngawi, dia pindah ke Surabaya dan bekerja dalam perusahaan dagang. Di kota itu, beliau memasuki Serikat Dagang Islam (SDI). Atas sarannya, dalam 10 September 1912 secara resmi nama SDI diubah menjadi Serikat Islam [SI]. Cokroaminoto diangkat menjadi komisaris SI & kemudian menjadi ketua pada 1915. Di bawah pimpinannya, SI berkembang menggunakan pesat & tumbuh sebagai partai massa sehingga mencemaskan pemerintah Belanda.
Sebagai wakil SI pada Volksraad, pada 25 Nopember 1918, ia mengajukan mosi yang dikenal menggunakan Mosi Cokroaminoto. Melalui mosi itu Pemerintah Belanda dituntut agar menciptakan parlemen yang anggota-anggotanya dipilih berdasarkan masyarakat & sang masyarakat. Dituntut juga supaya pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen.
Cokroaminoto mengecam pengambilan tanah buat dijadikan perkebunan milik orang-orang Eropa. Ia mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah masyarakat di Gunung Seminung [tepi Danau Ranau, Sumatera Selatan]. Dituntutnya juga supaya kedudukan dokter-dokter pribumi disamakan menggunakan dokter-dokter Belanda. Pada 1920, dengan tuduhan menyiapkan pemberontakan untuk menggulingkan Pemerintah Belanda, ia dimasukkan ke penjara. Selepas bebas, beliau diminta lagi buat duduk pada Volksraad. Permintaan itu ditolaknya, sebab beliau nir mau lagi berafiliasi dengan Pemerintah Belanda.
Cokroaminoto nir hanya bergiat dibidang politik, ia poly pula menulis artikel di pelbagai surat liputan. Tulisan-tulisannya seringkali dimuat Oetoesan Hindia, Fadjar Asia, & Bendera Islam. Namun tidak usang dia mengelola Koran Bendera Islam, Cokroaminoto mengembuskan napas pungkasannya pada umur 52 tahun. Jenazahnya segera dimakamkan di pemakaman Pakuncen Yogyakarta. Atas jasa-jasanya dalam bidang pergerakan nasional, Cokroaminoto dijadikan Pahlawan Kemerdekaan Nasional dalam 1961.