Kala tentara Belanda menyerbu ibu kota Yogyakarta dalam doorstoot ke 2 19 Desember 1948, Supeno ikut berjuang bergerilya ke arah timur. Beberapa bulan setelahnya, saat ia berada pada sebuah pancuran air di Ganter Nganjuk, tentara Belanda menyergapnya. Supeno dan rombongannya sedang mandi. Tentara Belanda segera menginterograsinya. ?Sapa Kowe?? Gertak Belanda. ?Penduduk sini,? Jawab Soepeno tanpa takut. Belanda tidak percaya lantaran Supeno tidak misalnya orang desa. Ia terus didesak bicara, akan tetapi beliau tetap bungkam. Segera seseorang serdadu Belanda menempelkan ujung pistolnya dipelipisnya. Ia tetap nir mau bicara. Sikapnya teguh, sama sekali nir ada rasa takut. Dan ?Dor!? Pistol menyalak. Supeno terbunuh sang pasukan Belanda.
Supeno saat itu masih menjabat sebagai menteri Pembangunan dan Pemuda. Ia merupakan anak seorang pegawai stasiun kereta api Tegal. Setelah lulus dari AMS di Semarang, ia melanjutkan studi di THS [Technische Hogeschool] Bandung. Hanya dua tahun, ia menuntut ilmu teknik kemudian ia pindah ke Recht Hogeschool [Sekolah Tinggi Hukum] di Batavia. Dari sanalah, ia ikut pergerakan pemuda. Ia tinggal di asrama Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia [PPPI] di jalan Cikini Raya 71. Di sana, ia jadi ketua asrama.
Karier politiknya berawal waktu bergabung dalam grup Amir Syarifuddin. Ia terlibat dalam kabinet Amir Syarifuddin II [3 Juli 1947-19 Januari 1948] yg tidak bertahan lama selepas negosiasi Renville. Pasca jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin & lantaran perbedaan politik menggunakan Amir Syarifuddin, Supeno memisahkan diri. Ia lalu bergabung menggunakan kabinet yg dipimpin oleh wapres/Perdana Menteri Mohammad Hatta & sebagai menteri Pembangunan dan Pemuda. Supeno duduk dalam kabinet Hatta lantaran kesadaran politiknya yang mandiri & menyokong acara kabinet buat aplikasi persetujuan Renville, rasionalisasi, serta pembangunan negara.
Akan tetapi, keamanan negara terancam di akhir tahun 1948. Perundingan-perundingan yang diadakan oleh kedua belah pihak [Indonesia-Belanda] dan diawasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] mengalami kegagalan. Belanda menyerang dan menduduki Yogyakarta. Beberapa orang pimpinan negara tertangkap dan diasingkan ke luar Jawa. Supeno saat itu mengikuti jalan militer Indonesia untuk gerilya, melakukan perang semesta hingga akhirnya terbunuh oleh Belanda di Nganjuk.
Supeno merupakan pejuang yg gigih pada mempertahankan republik Indonesia. Ia tokoh sipil yang berani merogoh perilaku tegas ikut berperang melawan Belanda meski penuh risiko. Ia nir punya pengalaman militer, namun tetap ikut bergerilya. Setahun selepas kematiannya, 24 Februari 1950, makam Supeno segera dipindahkan menurut Nganjuk ke taman makam pahlawan Semaki Yogyakarta. Atas jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, presiden Soeharto memberikan gelar Pahlawan Nasional, 21 tahun selepas kepergian Supeno.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional Oleh Kuncoro Hadi & Sustianingsih