Sejak berakhirnya Perang Yom Kippur, telah beredar desas-desus bahwa Israel nyaris menggunakan senjata nuklir untuk menangkis serangan Arab di harihari pertama perang yang mengancam kedudukan negeri Yahudi itu. Majalah Time adalah pihak pertama yang mengangkat desas-desus ini ke tingkat klaim yang dipublikasikan. Menurut sebuah cerita yang tidak jelas sumbernya pada tanggal 12 April 1979, pada tahap awal peperangan tersebut Perdana Menteri Israel Golda Meir telah memerintahkan perakitan dan pelengkapan 13 bom nuklir. Artikel tersebut memberi kesan bahwa kemungkinan pecahnya perang nuklir inilah yang membuat Menteri Luar Negeri Henry Kissinger bertindak tegas dan cepat untuk mengerahkan jembatan udara terbesar dalam sejarah yang membawa persenjataan guna membantu Israel.
Mengikuti jejak artikel majalah tersebut, sejumlah sejarawan militer kemudian menulis tema mengenai ”pemerasan dengan ancaman penggunaan senjata nuklir” yang digunakan oleh Israel untuk memaksa pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan militer secara besar-besaran guna menopang militer Israel yang kewalahan menghadapi serangan Mesir-Suriah. Namun, sebagaimana majalah Time, sebagian besar sumber penulisan mereka didasarkan pada desas-desus yang beredar.
Desas-desus itu sendiri dari menurut kecemasan Menteri Pertahanan Israel Moshe Dayan, yg mengkhawatirkan kehancuran Israel sehabis memperoleh laporan bala kekalahan yang diderita Tzahal, terutama dari front Suriah. Untuk menghadapi kemungkinan fatal tadi, pada hari keempat perang Dayan meminta izin berdasarkan Golda Meir pada sebuah rendezvous kabinet buat memasang hulu ledak nuklir di pesawat-pesawat terbang & rudal-rudal Israel. Permintaan itu sangat mengejutkan lantaran sebelumnya tidak pernah terdapat pemimpin Israel yang meminta diaktifkannya senjata nuklir sebagai alat gertak. Tetapi Dayan, yang umumnya optimis dan berpikiran jernih, sahih-benar menganggap bahwa nasib Israel dipertaruhkan & suatu akhir menurut keberadaan negara Yahudi itu sedang mendekat menggunakan cepat.
Namun, bahkan di hari-hari terkelam Perang Yom Kippur, waktu cengkeraman Israel atas Dataran Tinggi Golan kelihatannya akan berakhir dan negeri itu terbuka buat diserang di utara, para pemimpin Israel, terutama Golda Meir, tidak bersedia sedikit pun untuk membahas saran yg paling remeh sekalipun untuk bertindak & mempersiapkan senjata hari kiamat negeri itu se bagai sebuah indera gertak sambal. Didukung oleh para anggota kabinet perangnya yg lain, Nyonya Meir menolak buat terpengaruh sang retorika yang suram & menghancurkan menurut Dayan. Sebagai gantinya, perdana menteri Israel itu bermaksud terbang secara misteri ke Washington &, sebagaimana yg lalu ditulis sang Henry Kissinger, ?Meminta belas kasihan menurut Presiden Nixon.?
Kissinger menolak mentah-mentah permintaan tersebut, lantaran kunjungan misalnya itu ?Seperti seperti tindakan histeris ataupun pemerasan.? Sebagai gantinya, dia mulai mengatur pengiriman senjata ke Israel, dan dalam ketika 3 hari Amerika Serikat mulai melakukan operasi jembatan udara ke Israel. Pada ketika itu sendiri, arah peperangan sudah berbalik menguntungkan Israel, yg lalu berhasil maju ke pinggiran Damaskus sendiri dan mengepung Satuan Darat ke-3 Mesir.
Seperti John F. Kennedy satu dekade sebelumnya waktu menghadapi Krisis Kuba, Golda Meir sudah berhadapan menggunakan kemungkinan terjadinya suatu bala nuklir & berhasil mempertahankan nalar sehatnya. Keputusan perdana menteri Israel itu buat nir menelan bulat-bundar sikap pesimis Dayan bukan hanya mencegah suatu bencana nuklir, namun pula menerangkan bahwa negerinya bersikap hati-hati & bertanggung jawab atas senjata nuklir yang dimilikinya. Pada akhirnya, sikapnya itu memberikan pengakuan bahwa senjata nuklir nir sama menggunakan senjata ciptaan manusia lainnya & dalam keadaan apa pun nir boleh dipakai.
Sumber: Perang Demi Perdamaian Kisah Perang Yom Kippur 1973 sang Nino Oktorino
Jangan lupa untuk membeli bukunya
Bourbon