Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah raja Kerajaan Mataram periode 1613-1645. Ia mempunyai rencana akbar yakni mempersatukan seluruh Pulau Jawa pada bawah panji Kerajaan Mataram. Saat dia memerintah, saingan kerajaan lokal terbesar merupakan Surabaya dan Banten, sedangkan dari luar adalah Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Surabaya berhasil dikalahkan dan menjadi bagian dari wilayah Mataram pada tahun 1625. Kekuasaan Mataram kini meluas yakni seluruh Jawa Timur hingga Madura, seluruh Jawa Tengah, sebagian Jawa Barat, dan daerah Sukadana di Pulau Kalimantan. Paska penaklukan Surabaya, ia berniat menggempur wilayah Banten. Akan tetapi, karena VOC sudah terlebih dahulu menduduki Batavia sejak 1619, mau tidak mau Sultan Agung harus menyingkirkan orangorang Belanda tersebut terlebih dahulu. Posisi Batavia berada di tengah-tengah wilayah kekuasaan Kerajaan Banten dan Mataram.
Bulan April 1628, Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia guna menyampaikan tawaran tenang bersyarat menurut Mataram. Lantaran tawaran tersebut ditolak, Sultan Agung tetapkan menyatakan perang terhadap VOC. Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Bupati Kendal Tumenggung Bahureksa datang pada perbatasan Batavia. Disusul pasukan kedua pada bulan Oktober yg dikomando Pangeran Mandurareja. Total pasukan Mataran waktu itu mencapai ribuan orang. Perang akbar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram kalah lantaran kurang perbekalan, dampak kekalahan tersebut Tumenggung Bahureksa dieksekusi penggal.
Serangan pertama gagal tak menyurutkan niat Sultan Agung untuk kembali menggempur Batavia. Untuk kali kedua Mataram mengirim pasukan di bawah pimpinan Adipati Ukur yang berangkat pada bulan Mei 1629. Ditambah pasukan bawahan Adipati Juminah yang berangkat bulan Juni. Total semua prajurit sekitar 14.000- an orang. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC tidak kalah cerdik, mereka berhasil membakar gudang pangan pasukan Mataram. Serangan kedua Mataram kembali tidak menuai hasil. Akan tetapi, bentrokan prajurit Mataram dan VOC di Batavia mengakibatkan sebagian wilayah Batavia poranda. Sekembalinya pasukan Mataram meninggalkan kekotoran di Sungai Ciliwung yang menimbulkan wabah penyakit kolera. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal akibat wabah tersebut. Dua kali serangan gagal tak berbuah hasil tersebut membuat Sultan Agung kapok, ia kemudian berkonsentrasi untuk membangun Kerajaan Mataram. Paska serangan ke Batavia, selama Sultan Agung memerintah Mataram, VOC memilih diam dan menjejakkan kuasa di bumi Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kerajaan Mataram mengalami masa keemasan pada bidang kebudayaan, kesenian, dan kesusasteraan maju dengan pesat. Banyak unsur-unsur kebudayaan lama yang disesuaikan menggunakan agama Islam di antaranya: Perayaan Garebeg diadaptasi dengan hari-hari raya Islam (Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad saw), Sekaten diadaptasi menggunakan hari Maulid Nabi Muhammad saw, tahun Saka yg dipakai diadaptasi menggunakan Tahun Hijriah atau Tahun Islam. Tahun 1645 Sultan Agung Hanyakrakusuma meninggal & dimakamkan di Imogiri. Sesuai wasiatnya, kekuasaan tahta Mataram lalu dipegang sang putranya yang bernama Mas Sayidin menggunakan gelar Amangkurat I. Karena kiprahnya pada masa hidupnya, menjadi pejuang jua budayawan, Sultan Agung ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia dalam tanggal tiga November 1975.
Sumber: Ensiklopedi Sejarah Nasional