Sejarah Berdirinya Kerajaan Bone
source: flickr.Com
Mencari tahu tentang sejarah berdirinya kerajaan Bone hampir tidak ada bukti isik yang dapat ditelusuri sebagai penentu kapan sejarah awal Kerajaan Bone didirikan, sejarah kerajaan Bone ditelusuri dengan mengandalkan tulisantulisan kuno yang terdapat dalam lontara’. Tetapi hanya sedikit informasi yang didapatkan dari penggalian sejarah melalui lontara’ yang dianggap sebagai sebuah fakta, bahkan mengenai asal-usul Manurung-é (mnuruGE) disinyalir sebagai mitos yang berkembang atau sebuah dongeng yang bersumber dari “suré La Galigo“ (suer l gligo) dan budaya tutur masyarakat Bone. Namun, setelah era kepemimpinan Manurung-é kesadaran akan perlunya pencatatan sejarah kerajaan Bone sepertinya mulai mendapat perhatian khusus yang ditandai dengan keinginan pihak kerajaan maupun masyarakat luas melakukan penulisan silsilah dan keturunan raja-raja, hal ini terbukti dengan adanya lontara’ yang ditulis dengan cermat sehingga kesahihannya dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai cross check untuk menentukan tahun kapan berdiri kerajaan Bone dari lontara’, maka perlu juga melihat singkronya peristiwa-peristiwa alam yang tertulis dalam pararaton atau prasasti di bekas reruntuhan kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan kejadian yang terjadi di kerajaan Bone. Hal ini setidaknya memberikan gambaran untuk membuat sejumlah asumsi untuk mengungkap masa awal kerajaan Bone.
Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330. Kerajaan Bone mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke- 17. Raja Bone pertama yang masuk Islam adalah raja Bone ke-XI yang bernama Latenri Rawe Bongkang. Setelah masuk Islam beliau bergelar Sultan Adam. Sejarah masuk Islamnya raja Bone diawali dari telah didahuluinya kerajaan Gowa dalam memeluk agama Islam. Saat raja Bone belum masuk Islam kerajaan Bone belum dianggap sederajat oleh kerajaan Gowa yang tak lain adalah kerajaan tetangga di daerah Sulawesi. Maka untuk menyikapi sikap demikian diutuslah seorang menteri dari Bone untuk menyampaikan hal tersebut kepada rajanya bahwa kerajaan Bone tidak dianggap setara oleh kerajaan Gowa yang telah memeluk Islam dan mengajak kerajaan Bone untuk ikut bersama memeluk agama Islam. Raja Bone dengan tegas menolak ajakan dari raja Gowa. Penolakan tersebut akhirnya berujung pada peperangan antara kerajaan Bone dan Gowa. Peperangan ini menurut pandangan raja Gowa adalah peperangan antara Islam dan kaum Kair. Dalam peperangan itu kerajaan Bone menyerah kalah karena tak mampu menghadapi serangan dari kerajan Gowa, selanjutnya raja Bone memeluk Islam yang diikuti oleh rakyatnya.
Perkembangan Ajaran Islam di Bone
Raja Bone terhitung sangat ulet mengajak rakyatnya untuk memeluk Islam bahkan sampai penduduk di pelosok desa pun. Raja-raja Bone yang telah masuk Islam populer keras pada melaksanakan agama Islam.
Dalam bidang politik dan tata kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi nilai demokrasi atau kedaulatan rakyat. Sistem demokrasi ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut dengan “Ade Pitue” atau tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh Ade Pitue dan hasil keputusan musyawarah tersebut kemudian disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan. Ade Pitue ini pada masa sekarang seperti halnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain itu pada pada penyelanggaraan pemerintahan kerajaan sangat mengedepankan azas kemanusiaan & musyawarah. Prinsip ini dari dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia di kerajaan Bone yang hidup dalam tahun 1507-1586, pesan Kajaolaliddong pernah disampaikan kepada Raja Bone seperti yg dikemukakan sang Wiwiek P . Yoesoep (1982 : 10) bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan suatu kerajaan yaitu:
1. Seuwani, Temmatinroi matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE = Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan.
2. Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ = Raja harus pintar menjawab kata-kata.
3. Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ = Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban.
4. Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng = Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar.
Pesan Kajaolaliddong ini mempunyai makna yg mendalam bagi seorang raja, bahwa betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat buat dipahami dan disikapi menggunakan baik oleh seseorang pemimpin atau raja.
Kerjaan Bone dalam pandangan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi dianggap sebagai bagian penting dalam usaha untuk membangun kebesaran negeri agar menjadi lebih baik. Pengaplikasian terhadap pandangan tentang kerjasama ini terlihat dari sejarah bahwa dulu kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng melakukan perjanjian dan ikrar bersama yang dikenal sebagai Tellum Poccoe atau dengan istilah lain “LaMumpatue Ri Timurung” yang bertujuan untuk memperkuat posisi kerajaan-kerajaan tersebut dalam menghadapi tantangan dari luar Sulawesi.
Kerajaan Bone juga poly memetik sari pati ajaran Islam pada menghadapi kehidupan, menjawab tantangan pembangunan & pada menghadapi perubahan-perubahan yg semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone bisa menjawab perkembangan zaman menggunakan segala bentuk perubahan dan dinamikanya.
Perkembangan Dan Masa Keemasan
Kerajaan Bone mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17, pada masa pemerintahannya kerajaan Bone yang mempunyai potensi yang besar dapat memanfaatkannya bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Dengan potensi yang beragam seperti pada bidang pertanian, perkebunan, kelautan kerajaan Bone berhasil memakmurkan rakyatnya ditambah menggunakan kekuatan militer yg semakin bertenaga sesudah belajar berdasarkan lemahnya pertahanan saat kalah menghadapi kerajaan Gowa.
Pergolakan Dan Runtuhnya Kerajaan
Kesultanan Bone menjadi yang terkuat pada seantero Sulawesi sehabis jatuhnya Kesultanan Gowa, dengan syarat yg demikian kerajaan Bone balik ketujuan awal ingin menjadi kerajaan yg & menyebarkan impak ke semua Sulawesi, akhirnya kerajaan Bone berhasil mengajak Kesultanan Luwu, Kesultanan Soppeng dan sejumlah negara kecil lain buat bersekutu menggunakan Bone. Setelah peralihan kekuasaan berdasarkan Inggris ke Belanda, suasana masih tetap hening, namun keadaan ini berubah waktu Sultan Bone mangkat dalam tahun 1823, dan digantikan oleh saudarinya Aru Datu yang bergelar I-Maneng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din,
Pada masa pemerintahan Aru Datu kerajaan Bone mencoba merevisi Perjanjian Bongaya. GubJend. G.A.G.Ph. Van der Capellen antara lepas 8 Maret hingga 21 September 1824 mengadakan tandang ke Sulawesi & Kepulauan Maluku, seluruh penguasa tiba memberikan penghormatan juga termasuk perwakilan Ratu Bone, kecuali penguasa Suppa & Tanete. Van der Capellen melihat bahwa negosiasi menggunakan negaranegara tadi tidak akan membawa keuntungan apapun & menetapkan buat pulang ke Batavia, sekembalinya ke Batavia, sebuah ekspedisi dipersiapkan buat menghukum Bone menggunakan kurang lebih 500 prajurit diberangkatkan membawa 4 meriam, 2 howitzer, beserta 600 prajurit pembantu berdasarkan pribumi.
Letnan kolonel Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers kala itu menjadi pimpinan pasukan yang dikirim untuk menghukum Bone, Meskipun pasukan tersebut telah mendekati kerajaan, pasukan tersebut masih saja gagal ketika akan mendarat karena adanya gerakan perlawanan dari Tanete dengan harapan dapat memukul mundur sebelum penyerbuan ke ibukota dilakukan oleh pasukan Belanda, Hubert de Stuers akhirnya berhasil menduduki kerajaan dengan susah payah, karena kalah dalam pertempuran Aru Datu kemudian menyerahkan diri dan diasingkan dipedalaman oleh Belanda. Meskipun demikian Aru Datu tetap melancarkan aksi serangan walau dalam pengasingan walau akhirnya serangan –serangan yang dibangun selalu dapat ditumpaskan oleh pasukan Belanda.
Bourbon