Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah terhadap Jepang menggunakan menandatangani Perjanjian Kalijati. Sebenarnya bukan masa awal penjajahan Jepang yang ingin dibahas pada sini, melainkan membahas mengenai Hindia-Belanda yang menghadapi krisis, yang dalam beberapa bulan saja mengakibatkan dia runtuh buat selama-lamanya.
Menurut Ong Hok Ham, Hindia-Belanda adalah negara pejabat (beamstaat), yang kaku mengatasi masalah warga . Hal ini mengakibatkan renggangnya hubungan antara negara & rakyat yg dikuasainya. Malahan bisa muncul kesan penindasan dari negara pada masyarakat, lantaran birokrasi yg nir berakar pada realitas rakyat. Bahkan tidak ada bisnis buat berbagi hubungan yang baik menurut pemerintah dan rakyat Indonesia. Semua permintaan-permintaan pun ditolak.
Setelah Jepang memulai invasinya, & berhasil menduduki koloni Prancis, yaitu Indocina (1940). Hindia-Belanda mencicipi serangan Jepang yang mengancam mereka. Tetapi, Hindia-Belanda juga menolak diplomasi ofensif berdasarkan Jepang ketika itu.
Mosi di Volksraad (Dewan Rakyat) buat Indonesia berparlemen tidak dikabulkan. Mosi buat menggantikan nama ?Hindia-Belanda? Atau ?Inlander? Menjadi ?Indonesia? Jua dibantah. Bahkan mosi dominan keanggotaan Indonesia pun ditolak. Padahal pemeritah mempunyai kesempatan buat menyebarkan interaksi baiknya dengan rakyat Indonesia. Pada ketika Belanda diduduki Jerman, ada banyak simpati terhadap nasib Ratu & keluarga kerajaan. Tokoh-tokoh nasional pun misalnya Hatta, Cipto Mangunkusumo, & lain-lain menyatakan keprihatinan mereka.
Tidak ada tanggapan dari pihak pihak Belanda atas ucapan keperihatinan ini, sebagai akibatnya rasa simpati terhadap Ratu juga hilang. Pada bulan Januari 1941 Pemerintah Hindia-Belanda menangkap Thamrin, karena menjalin interaksi menggunakan Jepang sehingga ia dianggap membahayakan.
Pemerintah Hindia-Belanda sebenarnya telah membuat undang-undang milisi terbatas buat memperbesar kekuatan militernya, hanya segelintir orang Indonesia yang diperbolehkan ikut milisi umum. Hanya lima.000 sampai 6.000 orang Indonesia yg akhirnya ikut, itu jua lantaran para bupati daerah yang mendaftarkan mereka. Jumlah ini tentu sangat sedikit apabila dibandingkan dengan milisi Inggris di India.
Belanda juga mencatat bahwa hanya kurang lebih 300.000 ? 500.000 orang yang ikut dalam organisasi pergerakan nasional dan tergolong menjadi Staatsgevaarlijken (anti pemerintah), sedangkan sebagian akbar warga apatis. Golongan apatislah yang sebenarnya sebagai rintangan tersulit bagi pemerintah Hindia-Belanda.
Selain itu, lemahnya alutsista dan infrastruktur yg antik sebagai penyebab mudahnya Hindia-Belanda buat jatuh ke tangan Jepang. Tetapi, seandainya apabila warga Indonesia mayoritas memihak pada Belanda & berpartisipasi melawan Jepang secara sukarela. Ada kemungkinan Hindia-Belanda dapat bertahan lebih usang. Ini akan memberikan waktu yang lebih buat Sekutu buat melakukan membalas agresi Jepang. Tentu pendudukan Jepang di Indonesia menjadi sesuatu yg mahal bagi Jepang.
Source: OA Historypedia Line
Herman Willem Daendels