Pada 31 Agustus 1940, ketika pemerintah kolonial merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina, seorang anggota Volkstraad nir mengibarkan bendera merah putih biru Belanda di depan rumahnya. Ini indikasi pembangkangan. Sekali ketika, waktu Jepang mulai unjuk gigi pada Asia Pasifik, ia jua mempelesetkan JINTAN, obat kumur Jepang, menjadi ?Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak Negeri?. Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi ?Koloni Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia?. Pemerintah segera menganggapnya sangat berbahaya karena tidak setia dengan Belanda dan main mata menggunakan pihak Jepang.
Sang pembangkang itulah Mohammad Husni Thamrin. Ia tokoh Betawi kelahiran Sawah Besar anak seseorang wedana bernama Tabri Th amrin pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Wijck. Selepas Husni Tamrin menamatkan sekolah Koning Williem II, ia yg fasih bahasa Belanda bekerja pada kantor kepatihan, lalu pada kantor Residen, & akhirnya pada perusahaan pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij [KPM].
Ia kemudian diangkat menjadi anggota Dewan Kota Batavia tahun 1919. Empat puluh tahun lalu ia mendirikan Persatuan Kaum Betawi yg bertujuan memajukan pendidikan, perdagangan, kerajinan, dan kesehatan buat penduduk Batavia.
Dalam Dewan Kota ia mempunyai pengaruh yang besar. Karena dianggap mampu, diangkat menjadi Wakil Wali Kota, tetapi hal itu tidak mencegahnya untuk mengecam tindakan Pemerintah Belanda yang menindas rakyat. Pada 1927 , Thamrin diangkat menjadi anggota Volksraad dan kemudian membentuk Fraksi Nasional untuk memperkuat kedudukan golongan nasionalis dalam dewan. Ia juga segera mengadakan peninjauan ke Sumatera Timur untuk menyelidiki nasib buruh perkebunan yang sangat menderita akibat adanya poenale sanctie.
Tindakan pengusaha perkebunan yang sewenang-wenang terhadap buruh, dibeberkan dalam pidatonya pada Volksraad. Pidato itu berpengaruh di luar negeri. Di Amerika Serikat ada kampanye buat nir membeli tembakau Deli. Akibatnya, poenale santie diperlunak dan akhirnya dihapuskan sama sekali.
Thamrin bergabung dengan Partai Indonesia Raya [Parindra] dan segera menjadi kepala selepas dr. Sutomo tewas dunia dalam Mei 1938.Sementara itu usaha dalam Volksraad permanen dilanjutkan. Tahun 1939 dia mengajukan mosi supaya kata Nederlands Indie, Nederland Indische & Inlander diganti menggunakan istilah Indonesia, Indonesisch, dan Indonesier. Mosi itu ditolak sang Pemerintah Belanda walaupun menerima dukungan sebagian akbar anggota Volksraad.
Sejak itu, rasa nir senangnya terhadap pemerintah jajahan semakin akbar. Akibatnya, pemerintah Belanda menyangsikan dan mengawasi tindak-tanduknya. Tanggal 6 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin dikenakan tahanan tempat tinggal dengan tuduhan bekerja sama menggunakan pihak Jepang. Itulah akhir menurut kiprah Thamrin pada ranah konvoi. Penahanan tempat tinggal yg dikenakan terhadapnya membuatnya jatuh sakit.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan demam karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya meminta polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan Th amrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong lagi, esok subuh 11 Januari 1941, ia meninggal. Segera ia dimakamkan di Pekuburan Karet, Batavia. Di saat pemakamannya, lebih dari 20.000 orang mengantarnya. 19 tahun selepas kepergiannya, presiden Soekarno yang pernah diberi uang 50 Gulden saat di penjara di Bandung oleh Thamrin memberikan gelar pahlawan kemerdekaan Indonesia pada pejuang dari Betawi itu.