Ia seseorang Indo, seorang peranakan Belanda. Akan namun, ia mendukung penuh usaha kaum bumi putra buat kemerdekaan. Ia selalu meneriakkan kata merdeka padahal darahnya mengandung darah Belanda, darah penjajah. Itulah kenapa dia dimaki sebagai pengkhianat, si produsen onar oleh kaum kolonial. Tapi bagi kaum pergerakan, ia adalah pejuang sejati. Dalam tulisannya, ia tanpa lelah selalu menyerukan, ?Indie los van Hollad?, Indonesia bebas berdasarkan Belanda. Dan pada sesama kaum pergerakan ia selalu menyeru, ?Kameraden, stokt de vuren!?, nyalakan Api, Kawan-mitra!. Ia tanpa henti selalu mengajak rakyat melawan pemerintah kolonial.
Nama lengkapnya Ernest Eugene Francois Douwes Dekker dan masih mempunyai hubungan kerabat dengan Eduard Douwes Dekker, si Multatuli yg menulis novel terkenal, Max Havelaar. Mungkin nama marga Douwes Dekker memang terlahir sebagai pembela kaum pribumi Hindia. Ia anak seorang pengusaha yang sanggup menjamin hidupnya. Sejak kecil, Nes?Sapaan Douwes Dekker, sekolah HBS pada Surabaya. Ia lalu pindah ke Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit
pada Batavia. Selepas lulus, Nes bekerja pada perkebunan kopi ?Soember Doeren? Di Malang Jawa Timur lalu berganti pada perkebunan tebu pada Kraksaan sebagai laboran. Ia tidak betah bekerja karena selalu perseteruan dengan petinggi perkebunan, perseteruan terjadi lantaran Nes membela kaum buruh pribumi.
Sesudah itu, beberapa tahun lamanya dia mengembara di luar negeri. Sebagai sukarelawan, dia turut dalam Perang Boer melawan Inggris di Afrika Selatan pada 1899. Ia ditawan Inggris & pada penjarakan pada Sri Lanka. Setelah bebas, beliau balik ke Hindia [Indonesia], lalu menjadi wartawan di De Locomotief & sebagai staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad. Rumahnya menjadi tempat berkumpul kaum pergerakan & segera mendirikan harian De Express yang banyak memuat karangan buat memperjuangkan kemerdekaan bagi Indonesia.
Pada tahun 1912, dia ikut mendirikan Indische Partij (IP), partai politik pertama yg lahir pada Indonesia. Douwes Dekker konfiden bahwa penjajahan dapat ditumbangkan menggunakan adanya aksi beserta antara semua golongan pada masyarakat. Golongan Indo dianjurkannya supaya manunggal dengan pribumi dan menganggap Hindia [Indonesia] menjadi tanah air mereka.
Kegiatan dalam Komite Bumi putera menyebabkan ia berhadapan dengan pengadilan kolonial dan dibuang ke Belanda pada 1913. Komite itu dibentuk untuk menentang maksud Pemerintah Belanda merayakan peringatan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Selama dibuang, Nes pergi ke Swiss untuk memperdalam ilmunya. Dikala kuliah di Universitas Zurich, Swiss, ia mendaftarkan diri sebagai orang Hindia [Indonesia], suku Jawa.
Setelah lima tahun berada pada pembuangan, ia kembali ke Hindia [Indonesia] & melanjutkan perjuangan di bidang pendidikan menggunakan mendirikan perguruan Kesatria Institut. Di perguruan ini terhadap murid ditanamkan rasa kebangsaan. Saat kecamuk perang dunia ke 2 dan ketika Jepang berancang-ancang masuk Hindia, Nes ditangkap lagi lantaran dituduh pro Jepang. Ia dibuang ke Suriname. Nes baru sanggup bebas pada 1946 & melalui petualangan yang panjang akhirnya sanggup tiba di Yogyakarta dalam dua Januari 1947. Di bunda kota, beliau disambut hangat pemimpin negara pada Gedung Agung. Mereka memeluknya seraya mengucap, ?Selamat datang Nes?.
Nes segera berganti nama pribumi, Danudirdja Setiabudhi, atas pemberian Soekarno. Ia menjabat menteri negara tanpa portofolio yg hanya bekerja dalam saat 9 bulan. Selanjutnya berturut-turut beliau menjadi anggota delegasi negosiasi menggunakan Belanda, anggota DPA, guru di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir menjadi ketua seksi penulisan sejarah (historiografi) di bawah Kementerian Penerangan. Pada class kedua, ia diciduk tentara Belanda dalam 21 Desember 1948 pada rumahnya di Kaliurang. Setelah interogasi, Nes dikirim ke Jakarta buat ditahan. Nes segera dibebaskan karena kondisi fisiknya yang sudah tua. Ia kemudian dibawa ke Bandung atas permintaannya dan tinggal pada jalan Lembang. Di Bandung, beliau kembali beraktivitas pada Kesatria Institut. Nes wafat dini hari pada usia 70 tahun & dimakamkan di TMP Cikutra Bandung. Atas jasa-jasanya yang luar biasa pada kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia memberi gelar pahlawan kemerdekaan Indonesia pada Douwes Dekker dalam 1961.