Pantuan Bosar Ompu Pulo Batu atau lebih dikenal menggunakan nama Sisingamangaraja XII didapuk sebagai raja dalam 1867 menggantikan ayahnya yg tewas dampak penyakit kolera. Di masa pemerintahannya, Pemerintah Hindia Belanda mulai memasuki daerah Tapanuli. Hal tersebut eksklusif direspons sang Sisingamangaraja XII dengan mengumpulkan raja-raja lebih kurang Tapanuli. Selain itu, para panglima berdasarkan wilayah Humbang, Toba, Samosir, dan Pakpak pula diajaknya manunggal guna melawan penjajah.
Belanda beberapa kali melobi Sisingamangaraja XII agar diperkenankan masuk ke wilayah Tapanuli. Tetapi hasilnya nihil, Sisingamangaraja XII mengetahui sebenarnya tujuan Belanda dan menciptakan situasi semakin memanas. Pada 19 Februari 1878 bentrok terjadi antara 2 belah pihak. Pasukan Sisingamangaraja XII beserta warga Tapanuli menyerbu pos pasukan Belanda di Bahal Batu, dekat Tarutung. Pertempuran tadi mengakibatkan tewasnya banyak penduduk. Pasukan Sisingamangaraja terdesak & mundur ke desa Butar. Pihak Belanda tidak tinggal diam, paska kemenangan di Bahal Batu mereka terus merangsek masuk desa mengejar. Pasukan Tapanuli terpaksa terus mundur ke Lobu Siregar, kemudian Tangga Batu, hingga Balige. Di desa terakhir ini Sisingamangaraja pulang menyusun kekuatan, Balige dijadikan basis pasukan. Di tengah pengejaran, Belanda seringkali kali membakar setiap desa dilampauinya. Hal tersebut dikarenakan warga bersama para pemimpin desa melakukan perlawanan. Pengejaran pasukan Belanda sampai ke Balige. Dan pertempuran Dahsyat pulang terjadi pada Balige. Dalam pertempuran itu Sisingamangaraja XII terkena tembakan di bagian atas lengan. Lagi-lagi ia dan pasukannya harus mundur karena Belanda berhasil menguasai Balige.
Sisingamangaraja kemudian menerapkan strategi gerilya, berpindah menurut Balige ke Bakkara kemudian ke Huta Paung pada Dolok Sanggul, lalu Lintong. Kadang pulang lagi ke Bakkara atau ke Lintong. Gerilya pasukan Sisingamangaraja menyulitkan pihak Belanda. Hingga pada 1989 Belanda mengetahui pasukan Sisingamangaraja XII menyingkir ke Lintong buat kali ke 2. Informasi tersebut nir disia-siakan, Belanda pun segera melancarkan serangan dadakan menggunakan indera terbaru. Mendapat agresi tadi, pasukan Sisingamangaraja kembali wajib menyingkir, mereka kemudian bertahan pada Dairi.
Paska bentrok pada Lintong, hampir selama 21 tahun nir terdapat agresi terbuka terhadap pasukan Belanda. Namun, pada kurun saat itu, Sisingamangaraja berusaha menjalin sekutu dengan cara melakukan kunjungan ke banyak sekali wilayah, hingga sampai ke Aceh. Ia juga menyambangi raja-raja kampung (huta) di Tapanuli. Hal tadi dilakukan supaya para raja permanen memiliki semangat melawan Belanda. Akibatnya, perlawanan sang raja-raja terhadap Belanda pun kerap terjadi. Pihak Belanda meyakini, bahwa perlawanan yg dilakukan sang raja-raja kampung tadi karena imbas Sisingamangaraja XII.
Pihak penjajah Belanda lalu berupaya melakukan diplomasi dengan memperlihatkan penobatan Sisingamangaraja sebagai Sultan Batak. Tawaran tadi ditolak, Pemerintah Hindia Belanda sebagai kesal lalu mengeluarkan perintah untuk menangkap mati atau hidup Sisingamangaraja XII. Dairi dikepung hampir selama tiga tahun sang pasukan Marsose Belanda di bawah komando Hans Christoff el. Pada 17 Juni 1907, agresi dilakukan sampai mengakibatkan tewasnya Sisingamangaraja XII. Keris Gaja Dompak?Pusaka Sisingamangaraja?Disita & dibawa ke Batavia, sedang pengikut bersama kerabatnya lalu ditawan Pemerintah kolonial.