Dalam Pemberontakan PRRI dan Permesta, Amerika Serikat (AS) ikut terlibat di dalamnya. Keterlibatan AS dalam permasalahan politik Indonesia, yaitu pada Pemberontakan PRRI dan Permesta ditandai melalui campur tangan Central Intelligence Agency (CIA) milik Pemerintah Amerika Serikat yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno. Salah satu bentuk dari keterlibatan AS, khususnya CIA di dalam Pemberontakan PRRI dan Permesta adalah infiltrasi senjata-senjata dan personil. Peter Dale Scott mengatakan bahwa di tahun 1957-1958, CIA telah menginfiltrasikan senjata-senjata dan personil untuk mendukung pemberontakan regional PRRI/PERMESTA yang ditujukan untuk melawan Sukarno. Pada bulan Januari 1958, merupakan hal yang sangat jelas bahwa Amerika Serikat akan melakukan segala upaya dalam rangka memperkuat gerakan anti-komunis di Indonesia. Operasi ini berada di bawah kepemimpinan Eisenhower sebagai Presiden Amerika Serikat, dan Allen Dulles, Director of Central Intelligent (DCI), di mana operasi ini kemudian disebut dengan istilah Operasi HAIK. Operasi HAIK ini sering kali disebut sebagai salah satu kesalahan terbesar CIA, dikarenakan propaganda yang dilakukan serta dukungan terhadap pembangkang Presiden Soekarno. Amerika Serikat dalam operasi ini telah menyisihkan dana sebesar US$ 7 juta.
Bukti fisik adanya bantuan berupa alat-alat militer & personilnya merupakan sebuah pesawat terbang militer Alaihi Salam yg ditembak jatuh pada Ambon dalam lepas 18 Mei 1958 sang Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) menggunakan menggunakan meriam. Pilot yg mengemudikan pesawat terbang militer tadi adalah seorang penerbang berkebangsaan Amerika, yaitu Allan Lawrence Pope yg kemudian ditangkap & diadili. Allan Pope merupakan penerbang Amerika yang disewa sang kaum pemberontak Permesta yg secara sah diberi izin oleh pemerintah AS untuk menerbangkan angkutan udara sipil. Pope berhak buat menggunakan lapangan terbang pada pangkalan militer Alaihi Salam di dekat Manila, Filipina.
Pope mempunyai kemampuan buat melakukan agresi yg sanggup membunuh 700 rakyat tak berdosa di Ambon dalam satu kali agresi.11 Serangan itu ditujukan ke sebuah Gereja hingga musnah dan seluruh umat pada pada kebaktian itu terbunuh. Selain itu, Pope jua berhasil menenggelamkan sebuah kapal milik Indonesia dan seluruh awak kapal ini mengalami nasib yg malang. Kesalahan dan segala dampak yang sudah diperbuat sang Pope ini kemudian diampuni oleh Presiden Soekarno menggunakan memakai hak prerogatifnya menjadi seorang presiden. Padahal Soekarno yakin Pope merupakan salah satu agen CIA. Dan memang Pope adalah salah satu agen CIA yg disewa sang kaum pemberontak Permesta.12 Kemurahan hati dari Soekarno ini sama sekali nir merubah kebijakan Alaihi Salam terhadap Indonesia.
Persidangan Allen Pope
source: merdeka.Com
Tidak hanya dukungan di angkatan udara, usaha-usaha CIA juga didukung oleh sebuah tugas kekuatan angkatan laut AS di lepas pantai, yaitu Armada ke-7 milik Pemerintah AS. Angkatan darat juga ikut diperbantukan dari CIA. Berdasarkan tulisan H. W. Brands dikatakan bahwa dalam pemberontakan PRRI, CIA membantu sekitar 300 serdadu yang terdiri dari orang Amerika, Filipina, dan Taiwan dan juga beberapa pesawat terbang. Segala bantuan ini dijalankan oleh CIA ini didasarkan pada kebijakan luar negeri AS yang dilakukan terhadap Indonesia. Kementerian Luar Negeri AS di pertengahan April 1958 memutuskan untuk menjaga komitmennya melalui bantuan pesawat-pesawat dan personil angkatan udara ke Sulawesi. Keputusan untuk mengirim Pesawat Tempur Mustang dan pesawat pembom jenis B-26 dilakukan oleh Menteri Luar Negeri John Foster Dulles sebagai pembuat kebijakan luar negeri pada masa pemerintahan Eisenhower. Bantuan militer dari AS ini dijadikan jalan untuk meningkatkan dan membenatu pemberontakan PRRI dan Permesta.Berdasarkan keputusan Eisenhower, Presiden AS pada masa itu, langkah yang diambil oleh AS adalah menggerakkan unit-unit angkatan laut dan melepaskan the Third Marine Division milik AS dari Filipina memasuki area Indonesia.15 Atas bantuan kekuatan udara dan kekuatan laut baru yang dimiliki oleh Permesta, Permesta mampu untuk melakukan tindakan ofensif yang membuat adanya keuntungan di teritorialnya dalam penyerangan terhadap Indonesia. Tindakan pemberontakan ini terus terjadi sampai pertengahan Mei 1958 di waktu Pemerintah Indonesia berhasil menumpas semua pemberontakan PRRI dan Permesta di pulau Sumatera dan Indonesia bagian timur dengan cara menghancurkan beberapa pesawat dan mengambil alih kontrol di daerah teritorial tersebut.
Semua persenjataan dan indera komunikasi terkini ini disalurkan kepada grup pemberontak melalui Singapura, yg dikendalikan dan diorganisir oleh seseorang tokoh politik dan ekonomi yg terkenal Professor Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Bahkan pada Pekanbaru, warga sering mendapati dan melihat masuknya senjata-senjata gelap menurut kapal-kapal yang datang menurut Singapura. Tetapi demikian pihak PRRI dalam hal ini tidak pernah mau mengakui bahwa mereka sebenarnya menerima dan mengikuti arahan Imperialis AS, dan menyatakan bahwa berita yang sebenarnya terjadi merupakan dugaan bahwa PRRI/PERMESTA memberontak menjadi wujud protes terhadap Presiden Sukarno yang terlalu memanjakan PKI sebagai akibatnya poly kebijakan Pemerintah yg berbau ideologi PKI.
Keterlibatan Amerika Serikat dalam peristiwa PRRI/Permesta tidak hanya dalam dukungan terhadap persenjataan selama pemberontakan berlangsung, namun juga melalui propaganda-propaganda yang dilakukannya. CIA kemudian berencana membuat sebuah film documenter berjudul Happy Days yang menceritakan mengenai affair yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dengan seorang wanita Rusia, yang menandakan bagaimana Soekarno telah jatuh ke tangan Uni Soviet dikarenakan sifat suka perempuannya tersebut. Namun yang kemudian menjadi masalah adalah bagaimana CIA tidak berhasil mendapatkan pemeran yang dapat menirukan Soekarno, sehingga kemudian pemeran Soekarno harus menggunakan topeng Soekarno itu sendiri. Peluncuran film ini namun tidak mendapatkan perhatian seperti yang diharapkan oleh CIA, image Soekarno juga tidak terdiskreditkan dikarenakan hal ini.
Keterlibatan CIA dalam insiden PRRI/Permesta dalam dasarnya dilakukan secara tersembunyi pada mana secara formal di depan media, pemerintahan Amerika Serikat berusaha menampilkan posisi netral & nir adanya intensi untuk melakukan segala bentuk hegemoni terhadap masalah yg terjadi pada Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Presiden Eisenhower dalam wawancaranya dengan NBC pada bulan April 1958. Rumor keterlibatan warga Amerika Serikat dalam pemberontakan ini jua disangkal oleh Dulles yg menyatakan keraguannya akan hal tersebut. Ia juga menyatakan bagaimana pada dasarnya Amerika Serikat juga tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur setiap tindakan warga negara Amerika Serikat, khususnya di Indonesia pada zaman itu.
Sumber: Makalah Sejarah Universitasi Indonesia "Amerika Serikat & Pembrontakan PRRI/PERMESTA"