Sejarah Berdirinya Kerajaan Islam di Pontianak
Sejarah berdirinya kerajaan Pontianak tidak bisa dipisahkan dari Syarif Abdurrahman yang memimpin dan menebas hutan diujung delta sungai Kapuas dan sungai Landak. Dalam satu minggu pekerjaan Syarif Abdurrahman dan pasukannya berhasil mendirikan rumah sederhana dan tempat beribadah, yang kemudian tempat itu dinamakan Pontianak. Asal usul penamaan Pontianak atau dalam bahasa daerah yang berarti hantu wanita pengganggu/ Kuntilanak berasal dari cerita bahwa pada sore hari Jumat 9 Rajab 1185, 18 oktober 1771 Pangeran Syarif Abdurrahman beserta rombongannya dalam perjalanan menyusuri sungai Kapuas pada malam harinya mendapat gangguan. Menurut kisahnya gangguan tersebut berasal dari hantu yang mendiami Pulau Batu Layang, gangguan yang ditafsirkan sebagai hantu jahat, membuat takut anak buah perahu rombongan. Hingga pada keesokan harinya mereka tidak meneruskan perjalanan, sambil memerhatikan situasi sekitarnya Syarif Abdurrahman memerintahkan anak buahnya untuk mengusir hantu tersebut dengan menembakkan meriam ke arah sumber suara tersebut. Itulah asal-usul cerita tentang penamaan kota Pontianak.
Pangeran Syarif Abdurrahman selesainya berhasil menghilangkan gangguan bunyi hantu yg ternyata merupakan suara insan yang mencoba menakuti para pendatang lalu meneliti wilayah disepanjang sungai Landak & sungai Kapuas, pesisir kedua sungai tadi ternyata sudah didiami sang penduduk suku Dayak & orang-orang Melayu. Kedatangan rombongan Syarif Abdurrahman itu pun menarik perhatian orang yg kemudian lintas pada wilayah itu. Akhirnya pada lepas 8 bulan sya?Ban 1192 H, bertepatan dengan hari Senin dengan dihadiri sang Raja Muda Riau, raja Mempawah, Landak, Kubu & Matan, Syarif Abdurrahman akhirnya dinobatkan menjadi Sultan Pontianak menggunakan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu AlHabib Al-Kadrie.
Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan pada kesultanan Pontianak pada tahun 1992 H, berdirinya pemerintahan Syarif Abdurrahman di Pontianak ini ditandai dengan berdirinya Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman AlKadrie dan Keratin Kadariah, yang terletak di Kelurahan Bugis Kecamatan Pontianak Timur. Usaha untuk membesarkan kerajaan Pontianak dilakukan dengan bantuan dari Sultan Pasir, Syarif Abdurrahman, mereka membajak kapal Belanda di dekat Bangka, kapal Inggris dan Prancis di Pelabuhan Passir. Hasil tersebut membuat Abdurrahman menjadi seseorang kaya dan kemudian mengembangkan daerahnya menjadi pusat perdagangan yang makmur, dan mulailah Pontianak berdiri.
Perkembangan Ajaran Islam pada Pontianak
Perkembangan Islam pada Kalimantan Barat misalnya pada wilayah-daerah lainnya pada Nusantara melalui jalur ekonomi dan perdagangan. Islam jua disebarkan sang pedagang-pedagang muslim & da?I-da?I yang datang berkelana dengan misi berdagang atau menyebarkan kepercayaan Islam.
Ultan Syarif Abdurrahman adalah bangsawan Arab yang selain sebagai raja pertama pada kerajaan Pontianak juga adalah seorang pendakwah yang menyebarkan kepercayaan Islam. Perkembangan Islam di Kalimantan dapat dikatakan masuk melalui Pontianak. Masuknya Islam di Kalimantan ini juga nir luput berdasarkan usaha ayahnya Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie yaitu Habib Husein Al-Qadrie.
Sebelum wafat pada lepas 3 Zulhijah 1184 H, Habib Husein Al-Qadrie beliau menikahkan putranya Syarif Abdurrahman Al-Qadrie dengan Utin Cendramidi yang taklain adalah putri berdasarkan Raja Mempawah. Ketika beliau berada di Banjar, sang Sultan Banjar diangkat sebagai pangeran Sayid Abdurrahman Nur Alam yang kemudian menjadi Raja Pontianak dengan gelar Sri Sultan Syarif Abdurrahman bin Habib Husein Al-Qadrie.
Umat Islam di Kalimantan dalam masa Syarif Husein bin Ahmad Al-Qadrie masih sedikit. Akan namun, selesainya berdirinya kerajaan Islam Pontianak agama Islam berubah menjadi kepercayaan yang mayoritas hal ini karena kesungguhan menurut rajanya Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie buat meneruskan perjuangan dakwah dari ayahnya. Bahkan Sultan Syarief Abdurrahman Al-Qadrie mengundang pengajar mengaji khusus buat menjadi guru ngaji di lingkungan Keraton Kadariyah Pontianak. Pengajar ngaji tadi bernama Djafar. Pada zaman tadi dia adalah salah seorang yang termasyhur pada wilayah Kampung Kapur.
Nuansa Islam sangat kental apabila kita datang ke Kampung Bansir, di Kampung Kapur, Kampung banjar Serasan dan Kampung Saigon sangat kental menggunakan dampak agama Islam. Hal ini menandakan bahwa Islam pada masa itu sudah menyebar luas ke wilayah Pontianak.
Perkembagan & Masa Keemasan
Masa pemerintahannya, sultan telah mengadakan hubungan luas dengan raja-raja di dalam dan luar Kalimantan Barat. Hubungan kerjasama ini menjadi faktor menarik perdagangan di Pontianak. Kedatangan para pedagang bumi putra seperti Bugis, Tambelan, Banjar, Serasan, Sampit, BangkaBelitung, Kuantan, Kamboja, Saigon telah memberi nuansa pada perkembangan Kota Pontianak. Setelah diberi tempat oleh sultan, para pedagang bermukim dengan membentuk perkampungan di tepian Sungai Kapuas—letaknya paralel sebelah timur keraton. Tidak mengherankan di Pontianak banyak dijumpai perkampungan pedagang yang sesuai daerah asalnya, kondisi ini juga telah membentuk heterogenitas etnis sebagai ciri utama komposisi penduduk.
Cepat tumbuhnya Pontianak menjadi kerajaan yg akbar merupakan bahwa Pontianak dievaluasi menjadi daerah yang strategis, membawa kemajuan dalam pelayaran & perdagangan. Belum lagi dengan adanya jaminan dari Sultan Pontianak atas pelayaran dan perdagangan di kawasan Sungai Landak dan Sungai Kapuas Kecil, menciptakan kemudian lintas perdagangan di Pontianak semakin ramai. Berawal dari keadaan tadi menciptakan kerajaan Pontianak tumbuh akbar dan bertenaga baik dari segi ekonomi & militer sebagai implementasi pasukan penjaga keamanan perdagangan.
Dengan kedudukannya yang relatif bertenaga Abdurrahman berusaha melakukan ekspansi, dengan target pertama adalah menaklukkan Kerajaan Sanggau. Merasa terancam menggunakan perilaku menurut kerajaan Pontianak, kerajaan Sanggau selaku vazal (negeri bawahan) kerajaan Banten meminta bantuan supaya dapat dibantu dalam menghadapi serangan kerajaan Pontianak. Akan tetapi, dari kerajaan Banten sudah nir berdaya lagi buat membantu kerajaan Sanggau, akhirnya memilih buat menyerahkan kekuasaan Sanggau kepada Sultan Pontianak.
Pergolakan & Runtuhnya Kerajaan
Sebenarnya kelahiran Pontianak ini bersamaan dengan periode bercokolnya imperialisme Barat yg menyebabkan kehidupan kesultanan ini tertekan di bawah eksploitasi kekuasaan imperialisme tadi. Hal ini berarti bahwa hubungan kesultanan Pontianak & sultan dan para kerabat istana dan rakyatnya di satu pihak, dengan pemerintah kolonialisme Belanda bersama pejabatnya di lain pihak, bersifat tidak seimbang, imperialistis & eksploitatif yg kentara sekali. Menghadapi kenyataan itu, sultan, sebagian kerabat sultan & para pembantunya tampaknya menerima perlakuan nir adil itu tanpa poly reaksi & oposisi, sehingga terkesan Kesultanan Pontianak bersekutu menggunakan pemerintahan penjajahan Belanda. Padahal ketundukan itu adalah keterpaksaan dan taktik menghindari konlik militer pribadi antara ke 2 pihak yang menjadikan kehancuran bagi kesultanan ini, lantaran nir memiliki kelengkapan perang yg memadai.
Campur tangan VOC dalam soal-soal intern kerajaan membawa Pontianak terlibat dalam konfrontasi politik & ekonomi antar kerajaan. Perebutan kekuasaan di daerah Kalimantan Barat menjadi kompleks menggunakan adanya konlik perbatasan antara Mempawah dan Sambas. Meskipun konlik itu dapat diselesaikan melalui perantaan Syarif Abdurrahman Al Qadri Sultan Pontianak, namun pertentangan antara Panembahan Mempawah dan Abdurrahman semakin tinggi. Faktor ini yang mengakibatkan kemuduran menurut kerajaan Pontianak.