Soeharto di belakang Sukarno, Maret 1966. Image Source
Puluhan tahun yg lalu sudah berlalu, namun Supersemar masih layak diperbincangkan & kerap menuai kontroversi. Surat yang ?Ditandatangani? Sang Presiden Sukarno dalam tanggal 11 Maret 1966 ini masih menyimpan sejumlah misteri.
Menilik sisi sejarahnya, surat ini boleh dikatakan sebagai titik awal dari sebuah peralihan kepemimpinan Nasional menurut Orde Lama yang dipimpin Sukarno menuju Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto. Supersemar telah mengantarkan Letnan Jendral Soeharto pada pucuk kekuasan Republik Indonesia. Apa sebenarnya isi berdasarkan Supersemar?
Surat Perintah ini berisi perintah Presiden Sukarno pada Letn.Jend Soeharto buat merogoh langkah-langkah yg dirasa perlu buat memulihkan ketertiban & keamanan umum. Perintah ke 2 yaitu meminta Soeharto buat melindungi presiden, seluruh anggota keluarga, bersama hasil karya & ajarannya. Akan namun, Soeharto tidak menjalankan perintah tadi & justru merogoh tindakan menurut interpretasinya sendiri.
Foto: Arsip Kompas
Dengan adanya dorongan kekuatan anti-PKI, Soeharto pun mengadakan Sidang MPRS demi mengkukuhkan Supersemar. Pada lepas 20 Juni - 6 Juli 1966, MPRS mengadakan Sidang Umum.
Mengenai pemindahan kekuasaan, baik secara eksplisit maupun implisit jelas tidak tercantum di dalam surat tersebut. Bahkan, dalam pidato Sukarno di persidangan MPRS pada 17 Agustus 1966, ia menegaskan bahwa Supersemar bukanlah “transfer of sovereignity” dan bukan pula “transfer of authority.” Pidato pertanggungjawaban nya yang berjudul “Nawaksara” itu ditolak oleh MPRS. Pada waktu yang sama, MPRS menetapkan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Supersemar.
Alih-alih melindungi Sukarno, Soeharto justru menjadikan Sukarno sebagai ?Tahanan tempat tinggal ? Di Istana Bogor, & lalu di Wisma Yaso pada Jakarta. Sukarno jua diinterogasi oleh Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan & Ketertiban).
Sukarno baru diberhentikan sehabis mengalami sakit parah. Selama sakit, Presiden pertama ini tidak menerima perawatan yang baik, hingga akhirnya tewas pada 21 Juni 1970.
Saat ini, setidaknya terdapat tiga jenis salinan dari Supersemar yang disimpan di ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). Akan tetapi ketiganya memiliki versinya masing-masing. Pertama, Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, menggunakan kop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tercantum tanda tangan beserta nama "Sukarno".
Kedua, Supersemar yang diperoleh berdasarkan Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia AD dengan ciri: jumlah page satu lbr, berkop Burung Garuda tetapi menggunakan ketikan yang tidak serapi versi pertama. Penulisan ejaan sudah memakai kaidah bahasa Indonesia yg berlaku pada waktu itu. Apabila dalam versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama "Sukarnodanquot;, pada versi kedua tertulis nama "Soekarnodanquot;.
Ketiga, Supersemar yang didapat dari Yayasan Akademi Kebangsaan, menggunakan karakteristik: jumlah page satu lbr, sebagian surat robek sebagai akibatnya nir utuh lagi, menggunakan kop surat yang tidak kentara, hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno dalam versi ketiga ini pula berbeda dengan versi pertama dan kedua.
Soeharto memang tidak lagi berkuasa, juga nir terdapat pengaruh langsung secara politis terhadap Republik Indonesia hari ini, namun pengungkapan rahasia Supersemar akan mempunyai arti bagi bangsa Indonesia. Setidaknya sebagai bangsa yg merdeka, sejarah kita dapat diceritakan secara jelas.
Akan tetapi, hingga hari ini, upaya pengungkapan misteri tentang Supersemar boleh dikatakan menemui jalan buntu. Surat aslinya nir diketahui keberadaannya, bak ditelan bumi, beliau hilang secara misterius.
Penulis: Arif Rizal Maulana - Ilmu Sejarah UI
First Published by Gu-buk.Net
0 comments:
Post a Comment