Sebelum kita membahas tentang ?Liberalisasi Ekonomi Domestik pada Indonesia.? Kita wajib mengetahui mengenai apa itu ekonomi domestik? Ekonomi domestik adalah sebuah sistem perekonomian yang serius pada orientasi pembangunan pasar dalam negeri, tanpa terlibatkan arus uang, arus lintas barang & jasa, dan permodalan ekonomi yang bersumber dari luar atau bersifat global.
Pembangunan ekonomi domestik serius pada pengembangan jual beli, pembangunan infrastruktur ekonomi & permodalan yang berasal dari dalam negeri itu sendiri yang diperuntukan sebatas pemenuhan kehidupan masyarakat & kemandirian ekonomi.
Presiden Soekarno dalam 17 Agustus 1959 berpidato tentang Manifestasi Politik (Manipol) yang diakronimkan dengan kata USDEK kepanjangan menurut Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, & Kepribadian Indonesia.
Melalui Dektir Presiden lima Juli 1959 yang sebagai awal kembalinya intervensi Presiden Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yg berkuasa secara penuh menjadi pemimpin negara dan pemerintahan. Setelah sebelumnya kekuasaan pemerintahan yg dipegang oleh Perdana Menteri dievaluasi kurang berhasil disebabkan kegaduhan politik di Parlemen yang berlarut-larut. Hingga akhirnya Presiden Soekarno bertindak merogoh alih kekuasan secara utuh.
Ekonomi Terpimpin yg sebagai poin pada dalam Manipol/USDEK, merupakan gagasan Presiden Soekarno yang ingin membangun sebuah perekonomian yang mandiri & berdikari. Presiden Soekarno dalam membuatkan sistem perekonomiannya, menekankan dalam pembangunan domestik dan perdagangan yang tertutup secara generik.
Presiden Soekarno berusaha membangun sistem ekonomi domestik yang tangguh dan berdikari dengan perombakan struktur dua pilar produksi : pertanian dan industri. Dalam kerangka sosialisme Indonesia, Presiden Soekarno didukung oleh PKI dan sayap kiri lainnya melaksanakan Reforma Agraria. Disaat bersamaan Presiden Soekarno begitu bersikeras teguh membangun kedaulatan pangan. Hal ini berdasarkan data, bahwa tahun 1961, mayoritas pekerja Indonesia bekerja di sektor pertanian sekitar 75 persen). Dan menyumpang kontribusi yang cukup signifikant sekitar 52,9 persen, terhadap PDB Indonesia.
Pak Harto dan Ibu Tien Soeharto. (Foto: Pusdiklat Kementerian Luar Negeri RI) |
Kecenderungan ini relatif berbeda dengan apa yg dilakukan oleh Presiden Soeharto dimasa pemerintahannya. Mulai terbukanya donasi dan investasi asing yg bertujuan meningkatkan pembangunan Indonesia. Presiden Soeharto menggunakan "Revolusi Hijaudanquot; berusaha buat menggenjot produktifitas dan intensifitas pertanian.
Meskipun hal ini terlihat senada dengan perilaku Presiden Soekarno untuk berbagi pertanian. Akan namun cara yg digunakan berbeda. Presiden Soeharto cenderung buat menarik secara perlahan investasi asing buat memodali modernisasi indera-indera pertanian melalui hutang luar negeri dan donasi negara-negara kapitalis, contohnya Amerika Serikat.
Booming minyak (oil boom) pada 1970-1980n. Membuat Presiden Soeharto mulai sedikit mengencangkan sabuk pengaman atas investasi asing terhadap perekonomian Indonesia pada saat itu. Dengan melonjaknya harga minyak pada dekade 1970-1980, Presiden Soeharto mulai melirik sektor baru untuk ambil bagian dalam pembangunan Indonesia.
Industrialisasi menjadi tindakan Presiden Soeharto selanjutnya pada usaha modernisasi dan globalisasi perekonomian dengan didukung sang sejumlah proyek pembangunan & fasilitas teknologi tinggi.
Pak Harto meninjau sistem penyimpana beras kedap udara (Foto: Caraka) |
Pemanfaatanoil boom sebagai penggerak industriaslisasi mulai menunjukan penurunan performa pada awal tahun 1980n. Harga minyak mulai terjun bebas pada tahun 1982, dari sekitas AS$37 per barel pada 1981 menjadi hanya AS$13 per barel pada tahun berikutnya.
Pendapatan pemerintah menurut sektor minyak turun drastis berdasarkan AS$10,6 miliar dalam 1981 sebagai Alaihi Salam$7,2 miliar setahun lalu dalam 1982. Pemerintah akhirnya terpaksa menahan sejumlah mega proyek industri dan menyadari bahwa pembangunan berlandaskan Revolusi Hijau sebagai upaya dalam mengintensifkan Pertanian nir memberikan impak yang cukup besar didalam penerimaan negara yang dibutuhkan.
Pada akhirnya Presiden Soeharto pulang kepada skema usang yang pernah tinggalkan dalam tahun 1960an, dengan mengandalkan sepenuhnya investasi asing. Untuk menarik permodalan asing tadi, pemerintah menggeser orientasi perekonomian Indonesia. Semula pembangunan ekonomi berorientasi internal (domestik) menjadi orientasi pasar ekternal (dunia).
Sejak 1986 pemerintah mengambil serangkaian kebijakan yang menekankan “pro" ekspor sementara disisi lain menghilangkan sekat-sekat dengan menghapus pelbagai penghalang impor. Mencabut pembatasan modal asing, kemudian membuat serangkaian aturan yang memungkinkan masuknya seratus persen kepemilikan aset dan investasi oleh perusahaan asing.
Kegiatan ekspor dan impor, menggambarkan ekonomi Indonesia yang global (Foto:okezone.com) |
Kelanjutan sesudah itu dalam tahun 1983 sampai 1988. Pemerintahan Presiden Soeharto menginisiasi liberalisasi perekonomian Indonesia menggunakan penekanan mempertinggi ekspor non migas. Liberalisasi serius pada empat bidang, meliputi:
- Reformasi perbankan
- Pasar modal,
- Perdagangan internasional, dan
- Investasi luar negeri.
Reformasi perdagangan & investasi sebagai agenda utama dalam tahun-tahun berikutnya setelah pertimbangan bahwa sektor pertanian & industri dievaluasi kurang menguntungkan secara mudah. Hal ini dapat dilihat dalam mutilasi anggaran dan perlindungan terhadap upaya pemberdayaan petani & buruh yang kian berkurang.
Indonesia akhirnya menggeser orientasi pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Pembangunan ekonomi agraris terbaru & industri berorintasi domestik yg padat karya, kini diputar haluan menjadi pembangunan padat modal yang bersumber dalam investasi & hutang luar negeri yg serius pada perekonomian berorientasi ekspor & impor berskala global.
Kepustakaan
Habibi Muhtar. 2016. Surplus Pekerja Pinggiran di Kapitalisme Pinggiran. Marjin Kiri : Tangerang Selatan
Ricklefs.M.C. 2016. Sejarah Indonesia Modern . Cetakan Kesebelas. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Rentjana Pembangunan Lima Tahun 1969/70 - 1973/74
0 comments:
Post a Comment