Cari cara mengatasi bibir kering?
Home » » Cari cara mengatasi bibir kering? Pakai pelembab bibir dari bahan alami ini, yuk
pengalaman Memutihkan Ketiak Dengan jeruk nipis
Tips 3 Menit Putihkan Ketiak dan Selangkangan
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Tuesday, March 16, 2021
Merasa jantung berdebar saat asam lambung naik? Jangan panik, ini penjelasannya
Operasi Urgent Fury: Invasi AS ke Grenada 1983
Images: New York Times
Invasi Grenada, dinamai Operatsi Urgent Fury, adalah invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Karibia ke Grenada sebagai respon dari deposisi dan eksekusi perdana Menteri Grenada, Maurice Bishop. Pada 25 Oktober 1983, Amerika Serikat, Saint Vincent dan Grenadines, Dominika, Barbados, Antigua dan Barbuda, Santa Lucia, dan Jamaika mendarat di Grenada, menaklukan perlawanan Grenada dan Kuba, lalu menurunkan pemerintahan militer Hudson Austin.
Grenada merupakan sebuah negara kepulauan pada Karibia, sebuah daerah kepulauan di Amerika Tengah. Populasi Grenada mayoritas terdiri menurut keturunan budak-budak berdasarkan Afrika, yg dalam umumnya berbahasa Inggris. Pada awalnya, Grenada merupakan pulau koloni Perancis, buat lebih menurut seabad sampai pada tahun 1763 diberikan pada Britania Raya. Grenada menjadi bagian dari koloni Inggris, sampai menerima kemerdekaan secara penuh pada tahun 1974.
Pada Maret 1979, secara luas rakyat tidak puas dengan kondisi ekonomi dan pemerintah Perdana Mentri Sir Eric Gairy. Ketidakpuasan ini melibatkan pemerintahkan untuk digulingkan, pada sebuah kudeta tak berdarah yang dipimpin oleh seorang Marxis, Maurice Bishop. Bishop, yang juga merupakan pemimpin kelompok Joint Endeavor for Welfare, Education, and Liberation (JEWEL), mengambil kekuatan penuh di pemerintah.
Beberapa tahun ke depan, rezim Bishop menggantikan institusi-institusi demokratis dengan marxis, dan mencabut pengaruh Her Majesty’s Governor-General (Gubernur Jenderal Utusan Ratu Inggris) Sir Paul Scoon. Di bawah pemerintahan Bishop, Grenada menjadi daerah dengan pengaruh Soviet di Karibia, bersama Kuba di bawah pimpinan Fidel Castro.
Dari kiri ke kanan: Daniel Ortega (Nikaragua), Maurice Bishop (Grenada), Fidel Castro (Kuba). Foto: Military History
Dengan Fidel Castro di Kuba & Maurice Bishop pada Grenada, efek Soviet tertanam di ujung utara dan selatan berdasarkan rantai kepulauan Antilles. Kontrol pihak Soviet di wilayah ini mengancam kepentingan-kepentingan strategis Amerika Serikat, terutama jalur transportasi udara & bahari melalui Laut Karibia.
Dengan energi kerja menurut Kuba sebesar lebih kurang enam ratus serdadu bersenjata, di Point Salines, Grenada dibangun sebuah landasan pacu sepanjang 9000 kaki (dua.7 km). Rezim Bishop menyatakan bahwa landasan pacu ini dibangun atas kepentingan pariwisata dan peningkatan ekonomi, Namun berdasarkan observasi militer Amerika Serikat, landasan pacu ini bisa memperluas jeda operasi pesawat-pesawat pembom tempur (terutama MiG 23 protesis Soviet) Kuba.
Pada tahun 1981, negara-negara Dominica, St. Lucia, Montserrat, St. Christopher-Nevis, Antigua, Barbados, St. Vincent, dan Grenada membangun Organisasi Negara-negara Karibia Timur, atau Organization of Eastern Caribbean States (OECS). Pada Oktober 1983 Presiden Ronald Reagan (Amerika Serikat) bertekad membantu OECS pada pertahanan, mempertahankan tanah atau daerah sendiri dan dalam menangani situasi darurat dalam negara atau kepulauan tetangga.
Awal Dari Krisis
Kecewa terhadap pemerintahan Maurice Bishop, dalam 1983 sebuah gerakan berideologi sayap kiri di panitia sentra pemerintah memutuskan buat menggulingkan Bishop. Dengan bantuan menurut Panglima Angkatan Bersenjata Hudson Austin & Wakil Perdana Menteri Bernard Coard menahan Bishop menjadi tahanan tempat tinggal . Seminggu kemudian, para pengikut setia Bishop membebaskannya berdasarkan tahanan, tetapi mereka diserang oleh pasukan, yg dilengkapi tunggangan lapis baja, pada bawah pimpinan Panglima Hudson Austin, dan lalu Bishop ditahan pulang.
Maurice Bishop dan Menteri Luar Negeri Unison Whiteman pada Jerman Timur, 1982
Mayoritas rakyat Grenada mendemonstrasi buat dikembalikannya Bishop, namun Bishop dihukum meninggal bersama beberapa anggota kabinet. Kejadian ini menciptakan kisruh nasional, dan Jenderal Austin membubarkan pemerintah sipil & mendirikan dewan militer revolusioner dengan dirinya sebagai kepala presidium. Jenderal Austin menutup lapangan terbang & menerapkan ?Jam malam? Selama 24 jam, dan memperingatkan bahwa pelanggar akan ditembak secara langsung.
Kebijakan-kebijakan pembatasan ini menghalangi warga negara Amerika Serikat, dengan jumlah kurang lebih seribu atau lebih, buat meninggalkan pulau Grenada, terutama buat 600 mahasiswa Amerika di Sekolah Medis St. George (St. George?S School of Medicine). Terperangkap & tidak sanggup keluar dari daerah sekolah, para pelajar terpaksa melanggar ?Jam malam? Agar bisa selamat, buat mendapatkan kuliner & minuman.
Pemerintah pusat Amerika di Washington takut akan kemungkinan bahwa rezim baru di Grenada mengancam nyawa warga negara Amerika di Grenada, terutama para pelajar di sekolah medis dan Amerika juga khawatir bahwa Kuba akan menggunakan Grenada sebagai markas untuk meluncurkan operasi terhadap wilayah daratan Amerika Tengah. Pada pertemuan grup antar-region dari Dewan Keamanan Nasional (National Security Council, NSC).
Langhorne Motley menyarankan kepada Kolonel James W. Connally, bahwa sebuah operasi militer buat mendukung evakuasi masyarakat negara Amerika menurut Grenada kemungkinan menjadi keperluan. Dengan ini angkatan bersenjata Amerika Serikat merencanakan Operasi Urgent Fury, yg bertujuan buat menyelamatkan rakyat negara Amerika yg tertahan pada Grenada, & juga mengembalikan pemerintah yang demokratis.
Operasi Urgent Fury
Daerah Invasi Grenada
Operasi ini akan dilaksanakan oleh militer Amerika Serikat, menggunakan pasukan cepat-tanggap Angkatan Darat Alaihi Salam yang terdiri berdasarkan Divisi Lintas Udara ke-82 & Batalion I & II dari Resimen Ranger ke-75, Korps Marinir AS, Pasukan Khusus Detasmen Delta, dan Tim Pasukan Khusus SEAL?S menurut AL Alaihi Salam. Selain berdasarkan Amerika, Barbados & Jamaica membantu Amerika atas nama Carribean Peace Force.
Operasi ini akan memiliki empat tahap. Tahap pertama adalah “Transit”, dimana Grup Tempur Independence (Kapal Induk AL AS) dan MARG (Medditeranean Amphibious Ready Group) 1-84 akan mendekati Grenada, dengan Independence mengambil posisi 55NM Barat Laut dari Grenada, dan MARG 1-84 40NM di utara Grenada.
Jalur Bandara Internasional Salines, Grenada
Tahap kedua, “Insertion”, dimulai dengan infiltrasi tim pasukan khusus ke area St. George untuk mengintai dan menyerang instalasi militer dan polisi Grenada sebelum mulainya invasi utama. Invasi utama akan dimulai dengan pendaratan parasut dari udara, atau Air Assault, pada Bandar Udara Point Salines oleh Resimen Ranger dan pada bagian timur laut, Marinir AS mendaratkan pasukan di Bandar Udara Pearls. Dengan menguasai kedua bandara di Grenada, AS dapat mengevakuasi warga negara AS.
Tahap ketiga dan keempat adalah “Stabilisation or Evacuation” dan “Peacekeeping”. Pada tahap ketiga, setelah mengamankan kedua bandar udara dan instalasi pemerintah dan militer yang strategis, militer Amerika di Grenada akan mencari dan melindungi warga negara AS, Gubernur-Jendral Scoon, dan juga warga asing lain. Evakuasi warga sipil dimasukkan ke tahap keempat.
Jalannya Invasi
Invasi oleh tentara gabungan Amerika dan negara-negara Karibia dimulai pada 25 Oktober 1983, pagi hari. Dalam penyerbuan tersebut, kekuatan tentara dipecah menjadi 2 gerombolan . Personil Marine digerakkan buat menguasai Pulau Grenada sebelah utara, ad interim Ranger diperintahkan untuk menyerang & menduduki Grenada sebelah selatan. Fokus utama penyerangan menurut selatan adalah buat menduduki Bandara Port Saline yg dicurigai akan dijadikan pangkalan militer negara-negara Blok Timur di Karibia.
Pasukan Payung Amerika Serikat saat Invasi Grenada. Foto: U.S. DefenseImagery
Invasi ke Grenada sendiri bukan berarti tidak menuai kontroversi. Banyak negara termasuk Inggris selaku kepala Commonwealth menganggap invasi yang dimotori oleh Amerika tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum internasional. Sebagai respon atas penolakan banyak negara tersebut, PBB pun sempat berencana menyusun resolusi untuk menghentikan invasi tersebut, namun resolusi yang dimaksud gagal dibuat menyusul veto yang dilontarkan oleh perwakilan Amerika dalam rapat PBB. Akibatnya, invasi pun tetap berjalan dan dunia internasional tak bisa berbuat apa-apa selain hanya sebatas mengutuk.
Sebuah Korps Marinir AS, Helikopter AH-1S Cobra menembaki posisi musuh. Foto: U.S. DefenseImagery
Kembali ke medan perang pada Grenada. Pukul 05.00 ketika setempat, ratusan pasukan adonan Amerika & negara-negara Karibia mendarat pada Bandara Pearls, Grenada utara, dengan menggunakan helikopter pengangkut personil.
Dalam pendaratan tersebut, mereka sempat menghadapi serangan sebagian mini tentara Grenada, tetapi serangan tersebut berhasil dipatahkan menggunakan mudah & pada waktu singkat, Bandara Pearls berhasil dikuasai oleh Amerika. Tak lama selesainya menduduki bandara, sebagian menurut mereka naik kembali ke helikopter buat singgah di kapal induk sebelum nantinya diberangkatkan pulang ke sisi lain pulau.
Di ujung selatan pulau, personil Ranger mulai mendarat pada Grenada dan mendapatkan perlawanan sengit berdasarkan tentara Grenada pada wilayah tersebut. Untuk meredam perlawanan pasukan Grenada di wilayah tersebut, pasukan Amerika pun mengirim pesawat AC-130 Spectre, di mana keberadaan pesawat tersebut memberikan donasi atas kesuksesan akbar dalam meredam perlawanan tentara Grenada di darat.
Ranger yang telah berada di tanah Grenada lantas mulai berkiprah ke St. George, ibukota Grenada, buat membebaskan para mahasiswa masyarakat negara Amerika yg ditahan oleh tentara gabungan Grenada & Kuba.
Ranger berhasil mencapai kampus True Blue, kampus tempat ditahannya para mahasiswa AS dalam pukul 09.00 ketika setempat & berhasil membebaskan seluruh mahasiswa yang disandera. Melalui warta para mahasiswa tadi, Ranger juga mendapatkan fakta bahwa terdapat ratusan mahasiswa Alaihi Salam lainnya yang ditahan pada kampus Grand Anse yg terletak beberapa ratus kilometer dari True Blue.
Upaya penyelamatan mahasiswa pada Grand Anse sempat terkendala oleh blokade yang dilakukan oleh pasukan Grenada dan Kuba, namun mereka yang ditahan pada Grand Anse akhirnya dapat dievakuasi dalam hari berikutnya.
27 Oktober 1983, Ranger & Marine yang dibantu kekuatan udara menurut kapal induk USS Independence menggempur basis pertahanan tentara Grenada yang terletak pada sebelah utara ibukota St. George. Penyerbuan berjalan sulit karena kuatnya pertahanan yg dibangun oleh tentara Grenada, terlebih lantaran pada hari-hari sebelumnya Amerika sempat kehilangan tiga helikopternya di atas area tadi sebagai akibatnya Amerika terkesan lebih berhati-hati & waspada dalam ketika melakukan penyerbuan. Setelah melalui pertempuran yang sengit, basis pertahanan tersebut akhirnya mampu direbut sang Amerika.
Helikopter UH-60A Black Hawk saat Invasi Grenada melewati Jalur Saliner. Foto: U.S. DefenseImagery
Setelah berhasil merebut ibukota St. George dan sekitarnya, sekarang tentara campuran Amerika dan negara-negara Karibia lebih penekanan untuk membersihkan sebagian tentara Grenada yang masih tersisa dan terpencar di seantero pulau. Memasuki bulan November, tentara adonan Amerika & negara-negara Karibia mengumumkan bahwa permasalahan bersenjata sudah berakhir.
Sebagian dari tentara adonan Amerika dan negara-negara Karibia meninggalkan Grenada, ad interim sebagian lainnya permanen ditempatkan pada Grenada untuk menormalkan pulang aktivitas sosial negara tersebut yg sempat lumpuh dampak perebutan kekuasaan dan peperangan.
Kondisi Pasca Invasi
Invasi ke Grenada berlangsung pada waktu yg relatif singkat. Permasalahan militer hanya berlangsung selama sekitar satu minggu, namun operasi militer sang Amerika sendiri permanen berlangsung sampai bulan Desember dimana pada operasi militer pasca perseteruan militer, pasukan Amerika ditugaskan untuk menjaga keamanan ad interim pada Grenada.
Dalam invasi militer tersebut, Amerika dilaporkan kehilangan 19 personilnya. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan jumlah korban yang meninggal pada pihak Grenada & Kuba yg apabila ditotal mencapai 70 orang.
Pasca berakhirnya invasi, timbul kekosongan kekuasaan pada tubuh pemerintahan Grenada menyusul tumbangnya rezim NJM dampak agresi oleh tentara gabungan Amerika dan negara-negara Karibia. Pemiilhan umum lalu dilaksanakan setahun selesainya invasi di mana dalam pemilu tadi, Grenada National Party (Partai Nasional Grenada; GNP) keluar menjadi partai pemenang dan Herbert Blaize terpilih sebagai perdana menteri Grenada yang baru.
Sejak saat itu, perlahan tapi pasti Grenada pun mulai memulihkan dirinya kembali. Kini, Grenada menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Karibia dan sekitar empat kapal pesiar mengunjungi Grenada setiap tahunnya.
Rujukan:
- Cole, Ronald H. 1997. Operation Urgent Fury: The Planning and Execution of Joint Operations in Grenada, 12 October - 2 November 1983. Washington DC: Joint History Office
- Operation Urgent Fury: The Invasion of Grenada, October 1983
- Operation “Urgent Fury”: Military Police (MP) in Grenada
Penulis: Muhammad Arkan & Ilmu Sejarah UI
Monday, March 15, 2021
Jangan diabaikan, 4 hal ini jadi penyebab sering sendawa
http://kesehatan.kontan.co.id/news/jangan-diabaikan-4-hal-ini-jadi-penyebab-sering-sendawa
Sindrom klinefelter, penyebab dan gejala ini perlu Anda tahu
http://kesehatan.kontan.co.id/news/sindrom-klinefelter-penyebab-dan-gejala-ini-perlu-anda-tahu
Sudah dapat vaksin Covid-19? Tetap hindari tempat ini, ya
http://kesehatan.kontan.co.id/news/sudah-dapat-vaksin-covid-19-tetap-hindari-tempat-ini-ya