Merujuk dalam pergerakan nasional, maka terlebih dahulu kita wajib mengerti perkembangan masyarakat & lingkungannya. Pada awal pergerakan nasional Indonesia antara 1900-1928 kehidupan masyarakat Bumiputera mengalami perubahan sosial terutama mereka yang menetap pada daerah perkotaan misalnya Surabaya, Bandung, Semarang, & Batavia. Batavia sendiri tumbuh sebagai kota metropolitan dengan serangkaian kemajuan teknologi, misalnya telepon, mobil, dan listrik.
Arus informasi sebagai keliru satu pendorong konvoi nasional, elite terpelajar yang muncul sebagai efek dari penerapan politik etis. Mereka yg belajar pada sekolah-sekolah pemerintah atau swasta (partikelir) pada perkotaan atau di Eropa menerima kabar yg Bergama berdasarkan penjuru global. Elite terpelajar inilah yg mempunyai hasrat kemerdekaan yang mereka dapatkan menurut output belajar pada sekolah, mereka mengenal ideologi-ideologi & filsafat yg membawa mereka untuk berpikir terbuka.
Pelajar Bumiputera di Belanda (Foto/Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen) |
Kondisi warga masih terpecah atas tiga golongan : Eropa, Timur Asing & Bumiputera. Masyarakat Bumiputera masih mengalami ketertimpangan dalam pelbagai hal meskipun sudah dilakukannya politik etis. Pendidikan yg merupakan konsep berdasarkan trias etika masih belum berjalan maksimal . Pemerintah kolonial tidak dan merta menaruh pendidikan yang berjenjang kepada masyarakat. Hal ini menjadi antisipasi supaya warga Bumiputera tidak mendapatkan pendidikan yang relatif tinggi karena dikhawatirkan melakukan pemberontakan. Pemerintah hanya mengedepankan rakyat sekadar sanggup baca, tulis, & hitung, meskipun angka buta huruf masih tinggi. Masyarakat dalam pendidikannya tidak diperkenalkan dalam pendidikan politik dan filsafat yang bisa memunculkan benih-benih pemberontakan.
Meskipun serangkaian tindakan dilakukan sang pemerintah menggunakan membatasi ruang gerak pendidikan. Kenyataannya rakyat bumiputera mengalami kemajuan secara mobilitas sosial. Hal ini dapat terjadi lantaran para elite terpelajar yg mengenyam pendidikan di perkotaan dan negeri Belanda tidak serta mereta menelan mentah-mentah pendidikan buat dirinya sendiri.
Bp. Soerjoadipoetro tengah mengajar di Taman Siswa Bandung.(Foto/Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen) |
Banyak dari mereka yang mengabdikan diri menggunakan mengajar dan mendirikan sekolah-sekolah swasta (partikelir) yang digratiskan atau berbiaya murah, sehingga masyarakat jelata bisa menikmati pendidikan, sekolah ini oleh Pemerintah Hindia Belanda diklaim menjadi sekolah liar. Arus kabar pun tidak bisa dibendung pemerintah, hal ini karena ?Pers? Tengah berkembang dengan cukup besar pada perkotaan-perkotaan besar . Media cetak seperti koran berkembang luas pada masyarakat.
Faktor Pendorong Pergerakan Nasional
Modernisasi menjadi faktor internal pendorong lahirnya pergerakan nasional. Meskipun telepon dan surat kabar belum menyeluruh di seluruh wilayah jajahan, namun transportasi berupa kereta api menjadi alat integrasi antar wilayah di pulau Jawa.
Integrasi transportasi inilah yang mengakibatkan arus urbanisasi masyarakat pedesaan sebagai akibatnya mobilitas sosial dapat menyebar ke rakyat desa.
Golongan terpelajar sebagai promotor konvoi nasional banyak menerima inspirasi menurut perjalanannya ke wilayah-daerah di pulau Jawa. Ketimpangan yang terjadi dipelbagai wilayah menciptakan golongan terpelajar sadar akan adanya penderitaan yang meluas dikalangan warga bumiputera. Hal ini tidak sinkron dengan apa yg mereka pelajari di Eropa mengenai HAM, Demokrasi, Sosialisme, dan Liberalisme.
Raasa senasib dan sepenanggungan ada dikalangan elite pelajar yang melihat adanya kesengsaraan yg ditimbulkan oleh praktik kolonialisme yang dilakukan pemerintah kolonial. Pelajaran sejarah yang mereka dapatkan menyebabkan pencerahan persatuan dan kesatuan secara nasional buat melawan koloniialisme.
Mereka menganggap bahwa persatuan kedaerahan yang menyebabkan perpecahan dan tidak adanya persatuan dalam melawan penjajahan adalah sebab kemerdekaan tidak dapat diwujudkan. Atas kesadaran sejarah maka golongan terpelajar merencanakan sebuah pergerakan nasional yang menyatukan seluruh elemen pergerakan bangsa yang terbebas dari identitas kedaerahan.
Kemenangan Jepang atas perubutan Port Arthut berdasarkan Rusia 1905 (Foto/Library of Congress) |
Kemenangan Jepang pada perang melawan Rusia pada 1905 menaruh imbas yg meluas terhadap usaha nasional bangsa-bangsa di Asia. Bangsa-bangsa pada Asia yang tengah melakukan pergerakan nasional seperti di Turki, Mesir, India, Filipina & Indonesia menerima imbas psikologis terhadap semangat perjuangan nasionalisme. Mereka bangsa-bangsa Asia memiliki optimisme bahwa bangsa Asia bisa mengalahkan bangsa Eropa yg telah ratusan tahun menancapkan kolonialisme dan Imperialisme.
Pan-Islamisme yg berkembang pada Mesir dan Timur tengah menaruh pemahaman ideologi Islam sebagai semangat usaha orang-orang Islam di Malaya dan Indonesia buat menyatukan kekuatan sesama Islam menggunakan melakukan usaha menggunakan semangat jihat mengusir penjajahan.
Di Indonesia elite usaha yg tergabung pada grup-kelompok usaha menyiapkan konsep usaha nasional.
Pelajar STOVIA penggagas Budi Otomo (collection of geheimniser) |
Mereka yang berjuang menggunakan aneka macam keyakianan dan pemahaman politik seperti demokrasi, liberalisme, & sosialisme buat bersatu membangun suatu bukti diri berdasarkan usaha nasional. Nasionalisme dikalangan pemuda yg lalu berkembang menggunakan pendirian Organisasi Budi Utomo 1908 menjadi permulaan perjuangan nasional, meskipun banyak kalangan yg menilai bahwa Budi Utomo nir terbuka secara umum & hanya untuk golongan priyayi, namun sejarah nasional Indonesia mencatatkan bahwa konvoi nasional diawali dalam 1908 sampai akhirnya mencapai suatu konsesus pergerakan pemuda nasional yg berujung dalam dicetuskannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Referensi :
- Dr. Muhamad Hisyam, Prof. Dr. I Ketut Ardhana.2008. Indonesia Dalam Arus Sejarah Jilid 5. PT Ichtiar Baru van Hoeve
- Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2 "Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme". Gramedia Pustaka Utama