Belakangan, ternyata Panitia Sembilan bentukan Yaman ini nir lebih berdasarkan omong kosong,? Tulis Conboy. Ancaman komunisme menurut Timur Tengah hanya ketakutan yang berlebihan (oleh Orde Baru). Justru, istilah Conboy, ?Yg jauh lebih berfokus merupakan ancaman ekspor menurut Timur Tengah yg lain: Terorisme Internasional.?
Pasca Penggulingan Soekarno, Soeharto yg sebelumnya populer menjadi Pejabat Presiden dengan kabinet Amperanya resmi menancapkan tonggak kekuasaan yg dianggap oleh Jenderal A.H Nasution sebagai Rezim Orde Baru. Kebijakan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan seluruh ajaran komunisme di Indonesia sebagai kebijakan awal yg Soeharto lakukan dalam kepemimpinannya sebagai Preside ke 2 Republik Indonesia.
Dilansir dari Historia.id , Rezim Orde Baru selalui mengawasi komuniisme baik di dalam maupun dari luar termasuk negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Suriah, Libya, Mesir, dan Yaman. Komunisme pernah mendapat tempat dan memainkan peran politik penting pada 1960-an. Oleh karena itu, intelijen Indonesia menempatkan negara-negara tersebut bersama Uni Soviet, Korea Utara, dan Vietnam Utara, sebagai sumber potensial penyebaran komunisme.
Kita pun mengetahui bahwa pada era tersebut antara tahun 1930-1990 komunisme bukan barang yang aneh di Timur Tengah, di Mesir ada Gamal Abdul Nasser yang berhaluan kiri dengan Arab Sosialisme Uni, di Irak ada Sadam Husein dengan Partai Baaath yang berideologi Sosialisme-Arab, serta sejak 1950an Partai Komunis Yordania yang sudah eksis mengorganisir warga di tepi barat Palestina bersama Palestinishe Komunistishe Partei atau Partai Komunisme Palestina (PKP) yang kemudian bergabung dengan Palestine Liberation Organization (PLO) pada 1987.
Pada tahun 1969, kedutaan akbar Irak, Suriah, Mesir, dan Yaman menerima pengawasan menurut satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel) yg berada dibawah komando Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Pada Febuari 1973 Satsus Intel menggelar sebuah operasi dengan sandi ?Onta.?
?Operasi Onta yaitu operasi pengintaian & penyadapan selama sepuluh hari terhadap rakyat kedutaan Irak dan konsulat Yaman. Pada kwartal ketiga, 2 operasi pengintaian kilat yakni Onta II dan Onta III dilanjutkan terhadap para diplomat yg sama,? Tulis Ken Conboy pada Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia.
Satsus Intel dalam September 1973 menempatkan satu time tetap di Bandara Internasional Kemayoran. Tim ini melakukan pengarsipan foto-foto bewarna paspor berdasarkan Arab yang dicocokan dengan nama-nama yang terdaftar dalam nama yang dijurigai. Daftar tersebut tersusun atas kolaborasi dengan intelijen asing.
?Di antara semua negara tadi, hanya Yaman-lah yg mengakibatkan kecurigaan intelijen Indonesia,? Tulis Conboy. Hal ini lantaran Yaman terbagi dua: Yaman Utara & Yaman Selatan. Dengan dukungan Uni Soviet, Yaman Selatan merdeka pada 1967 & menjadi negara berhaluan Marxis-Leninis. Yaman baru bersatu setelah Uni Soviet runtuh.
Menurut Conboy, Satsus Intel telah mencatat kegiatan-kegiatan mencurigakan diplomat Yaman. Mereka kerap melakukan rendezvous rutin menggunakan personel kedutaan Uni Soviet, Vietnam Utara, & Korea Utara.
Satsus Intel mencurigai adanya pihak konsultan yang bersponsor dalam pembentukan Panitia Semibilan, yang merupakan dewan beranggotakan orang Indonesia keturunan Arab di Bogor yang merupakan simpatisan pemerintah Yaman. Kecurigaan ini didasari dari kunjungan sejumlah orang Indonesia keturunan Arab yang berkunjung ke konsulat Yaman pada jam-jam kunjungan yang tidak lazim. Penyadapan kemudian dilakukan terhadap konsulat Yaman selama 10 tahun dan melakukan penyalinan terhadap surat-surat yang masuk dan keluar dari konsulat. Diketahui bahwa Panitia Sembilan tersebut berisi orang yang memiliki keterlibaan dengan masalah dalam negeri Yaman dan memprakarsai terbentuknya sebuah partai politik Indonesia dengan nama Solidaritas Islam.
“Belakangan, ternyata Panitia Sembilan bentukan Yaman ini tidak lebih dari omong kosong,” tulis Conboy. Ancaman komunisme dari Timur Tengah hanya ketakutan yang berlebihan (oleh Orde Baru). Justru, kata Conboy, “yang jauh lebih serius adalah ancaman ekspor dari Timur Tengah yang lain: Terorisme Internasional.” Harian Sejarah