Manuver PKI memanfaatkan Bung Karno tampak semakin lihai. Puncaknya adalah dalam ketika Bung Karno menganugerahkan Bintang Maha Putera Kelas III pada D.N Aidit selaku Ketua CC PKI dalam 13 September 1965 sebagai contoh kepahlawanan dan keteladanan dalam hal kepemimpinan politik, & itu terjadi hanya dua minggu sebelum insiden berdarah Gerakan 30 September.
Sebelumnya Bung Karno pada pidatonya dalam 23 Mei 1965 yg pernyataannya ditafsirkan bahwa Bung Karno mendukung & melindung PKI, menciptakan gerombolan -grup anti komunis semakin cemas. Pada 29 September 1965, D.N Aidit dalam satu pertemuan akbar pada rangka kongres CGMI di Istora Senayan, menggunakan lantang & arogan Aidit menuntut pembubaran HMI yg ?Anti-Manipol & kontra revolusi?, tidak progresif revolusioner, onderbouw Masyumi, dan lainnya. ?Kalau nir sanggup bubarkan HMI lebih baik gunakan sarung.?
Pada malam itu juga, Bung Karno menggunakan tegas menjawab pada sambutannya yang berapi-barah ?HMI bukan kontrarevolusi. Siapa saja yg kontrarevolusi termasuk CGMI akan saya bubarkan.?
Kemudian pada 10 Maret 1965, pada ceramahnya di hadapan kader kursus Tavip Permusyawaratan Pelajar Indonesia (PPI), Aidit menyatakan bahwa HMI seharusnya telah usang bubar bersama dengan Masyumi. Lima hari kemudian, Aidit juga memberi ?Label? Terhadap HMI dengan cap kontrarevolusioner.
Peristiwa lainnya yang terkait dengan pancingan pembubaran HMI merupakan dikeluarkannya HMI menurut Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada 21 Oktober 1964. Sebelumnya Prof. Utrecht memutuskan HMI menjadi organisasi terlarang pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Brawijaya cabang Jember (12 Mei 1964).
Peristiwa Utrecht ini mengakibatkan munculnya Inpres No. 08 Thn. 1964, yg memerintahkan agar Menteri PTIP segera memindahkan Drs. Utrecht, S.H., Drs. Sudarpo, dan Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto, berdasarkan lingkungan Universitas Negeri Brawijaya cabang Jember. Selain itu, supaya Menteri Koordinator Kompartemen Perhubungan dengan Rakyat/Ketua Panitia Pembina Jiwa Revolusi dengan dibantu Sekretaris Umum Musyawarah Pembantu Pimpinan Nasional merogoh langkah-langkah menertibkan organisasi HMI, ?Agar organisasi tadi bersih menurut unsur-unsur yang bisa merusak jalannya revolusi & sebagai alat revolusi yang progresif revolusioner?.
Meski demikian, hal seperti itu nir dapat menjamin bahwa HMI nir diserang sang mereka yg tidak menghendaki eksistensinya. Sebaliknya, mereka yang HMI-phobia menggunakan segi-segi kelemahan Inpres itu buat melancarkan agresi terhadap HMI sebagai akibatnya timbullah aksi-aksi pengganyangan HMI sang perguruan tinggi di setiap penjuru kota.
Pada Agustus 1964, MMI mengeluarkan instruksi supaya seluruh Dewan Mahasiswa & surat-surat mahasiswa harus dibersihkan berdasarkan unsur-unsur HMI. Demikian pula Front Pemuda buat menutup pintu rapat-kedap terhadap ormas-ormas Islam, termasuk HMI, PPI, Pemuda Muhammadiyah, & lainnya.
Agitasi-agitasi lainnya juga terjadi di berbagai daerah. Misalnya, onderbouw PKI seperti Germindo, Pemuda Indonesia, CGMI, Lekra, Pemuda Rakyat, Lesbi, dan PGRI Non-Vaks Sentral menuntut Pantja Tunggal Lampung untuk membatalkan rencana Musyawarah HMI se-Sumatera di Tanjungkarang dengan alasan pada hakikatnya merupakan konsolidasi kekuatan reaksioner kontra revolusi untuk menyusun basis di Lampung (Oktober 1964).
Di Malang, dalam Maret 1965, kedap generik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ?Maju Tak Gentar? Yg banyak dihadiri sang aktivis CGMI, Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) Pemuda Rakyat, & Pemuda Marhaenis berubah sebagai ajang yel-yel menghujat HMI yang pada waktu yang sama sedang melangsungkan program halalbihalal.
Permintaan aktivis HMI kepada panitia rapat umum agar menghentikan yel-yel mereka malah ditanggapi dengan teriakan “ganyang HMI” yang semakin membahana. Umat Islam di Malang yang mendengar kejadian itu marah dan segera membanjiri sekitar lokasi rapat umum untuk membubarkan rapat itu. Dengan menggemakan takbir Allahu Akbar, mereka berbondong-bondong merusak kantor organisasi yang berafiliasi dengan PKI di Malang. Namun, kantor PKI dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terhindar dari kerusakan parah dikarenakan penjagaan yang ketat oleh aparat-aparat negara.
13 September 1965, Generasi Muda Islam mengadakan demonstrasi di depan Kotrar, Merdeka Barat dalam rangka solidaritas terhadap HMI. Salah satu spanduk yang dipasang berbunyi “Langkahi Mayatku Sebelum Ganyang HMI”. Sedangkan di Universitas Indonesia, Fahmi Idris berhasil menurunkan seorang pemimpin mahasiswa dari podium yang berpidato mengganyang HMI.
Tuntutan pembubaran HMI sang PKI merupakan ?Agitasi politik terhebat? Yang dilakukan front kiri, mengingat D.N Aidit menyerukan kepada CGMI, bila mereka nir bisa membubarkan HMI dalam akhir tahun, ia akan menghadiahkan mereka sarung dalam HUT PKI ke-50, yang dirayakan akbar-besaran dalam 1965. Tentu saja hal ini menciptakan para aktivis organisasi Islam merasa tercekam. Apalagi bila PKI menggerakkan massanya buat melakukan perusakan & serangkaian tindakan fatal lainnya.
Penulis: Anggoro Prasetyo - Mahasiswa Sejarah Universitas Indonesia
Sumber:
Alfian, M. Alfan. 2013. HMI 1963—1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Karim, Muhammad Rusli.1997. HMI MPO dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan.
Moeljanto, D.S dan Ismail, Taufiq. 1995. Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk. (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah). Bandung: Penerbit Mizan & HU Republika.